Suplai Magma di Gunung Merapi Berlanjut, Warga Tak Perlu Panik
Sebelum erupsi Kamis (13/2/2020) pagi, Gunung Merapi telah mengalami erupsi eksplosif empat kali pada kurun waktu September-November 2019. Namun, erupsi pada Kamis ini berbeda dengan empat erupsi sebelumnya.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS – Erupsi atau letusan Gunung Merapi yang terjadi pada Kamis (13/2/2020) pagi menunjukkan bahwa suplai magma di gunung api itu masih berlangsung. Sejak September 2019, memang ada suplai magma baru dari dapur magma Merapi yang bisa berakibat terjadinya letusan. Meski begitu, masyarakat diminta tak panik, karena belum ada peningkatan ancaman bahaya akibat letusan tersebut.
“Kejadian letusan semacam ini dapat terus terjadi sebagai indikasi bahwa suplai magma dari dapur magma masih berlangsung,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida, Kamis, di Yogyakarta.
Ancaman bahaya dari letusan itu masih sama dengan sebelumnya, yakni dalam radius 3 km dari puncak Merapi.
Data BPPTKG, Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami erupsi pada Kamis pukul 05.16 WIB. Erupsi yang tergolong sebagai erupsi eksplosif itu memiliki amplitudo 75 milimeter (mm) dan durasi 150 detik. Erupsi itu disertai munculnya kolom asap letusan setinggi 2 kilometer (km) di atas puncak Merapi.
Sementara itu, material erupsi tersebut melontar sejauh 1 km dari puncak Gunung Merapi. Data BPPTKG menyebutkan, setelah erupsi terjadi hujan abu di wilayah Kabupaten Sleman, DIY, dengan radius 10 km dari puncak Merapi.
Hanik memaparkan, sebelum erupsi Kamis pagi, Gunung Merapi telah mengalami erupsi eksplosif empat kali pada kurun waktu September-November 2019. Namun, erupsi pada Kamis ini berbeda dengan empat erupsi sebelumnya. Sebab, empat kali erupsi pada September-November 2019 itu selalu disertai dengan awan panas.
Sementara itu, menurut Hanik, erupsi pada Kamis ini tidak disertai munculnya awan panas. Dalam erupsi tersebut, material yang keluar hanya gas dan abu vulkanik. Hanik juga menyebut, erupsi pada Kamis pagi itu tergolong kecil.
”Ini adalah erupsi gas yang kecil, jadi tidak perlu dikhawatirkan. Dari data yang ada, tidak ada kenaikan signifikan. Jadi, masyarakat tidak perlu panik,” ucap dia.
Erupsi eksplosif yang terjadi sejak September 2019 itu disebabkan adanya suplai magma baru dari dapur magma di Merapi. Data BPPTKG, sejak 22 September 2019 terjadi suplai magma baru dari dalam dapur magma di Merapi. Setelah adanya suplai itu, terjadi intrusi atau naiknya magma menuju ke permukaan.
Proses itulah yang kemudian menyebabkan terjadinya erupsi eksplosif di Gunung Merapi. Selain erupsi, suplai dan intrusi magma itu juga ditandai oleh peningkatkan aktivitas kegempaan di Merapi.
Peningkatan aktivitas gempa
Menurut Hanik, pada pertengahan Desember 2019 hingga pertengahan Januari 2020 terjadi peningkatan gempa vulkanik dalam di Merapi. Setelah itu, juga terjadi peningkatan aktivitas gempa di wilayah permukaan Merapi, misalnya gempa guguran, gempa hembusan, gempa frekuensi rendah, gempa multifase, serta gempa vulkanik dangkal.
Data BPPTKG, sejak September 2019, Merapi mengalami 94 kali gempa vulkanik dalam, 36 kali gempa vulkanik dangkal, 360 kali gempa multifase, 31 kali gempa frekuensi rendah, dan 240 kali gempa guguran. “Data observasi ini menunjukkan kelanjutan aktivitas intrusi magma menuju permukaan,” kata dia.
Dengan adanya suplai dan intrusi magma itu, Gunung Merapi masih mungkin mengalami erupsi atau letusan ke depan. Meski begitu, ancaman bahaya dari letusan itu masih sama dengan sebelumnya, yakni dalam radius 3 km dari puncak Merapi.
“Ancaman bahaya letusan ini berupa lontaran material vulkanik dan awan panas dengan jangkauan kurang dari 3 km yang bersumber dari bongkaran material kubah lava,” ujar Hanik.
Ia juga menyatakan, status Gunung Merapi masih sama dengan sebelumnya, yakni Waspada (Level II). Status ini ditetapkan sejak 21 Mei 2018. Sementara itu, rekomendasi BPPTKG juga masih sama, yakni masyarakat diminta tak beraktivitas dalam radius 3 km dari puncak Merapi.
”Masyarakat yang berada di luar radius 3 kilometer silakan beraktivitas seperti biasa,” kata dia
Sementara itu, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, DIY, Makwan, menyatakan, sesudah erupsi Kamis pagi, masyarakat di lereng Gunung Merapi di Sleman tetap beraktivitas biasa. ”Masyarakat tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa. Tidak ada kepanikan,” katanya.
Makwan menambahkan, setelah erupsi tersebut, memang sempat muncul hujan abu tipis di beberapa wilayah Sleman, misalnya Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, Kaliadem, Kaliurang, dan Turgo. Namun, hujan abu itu tidak mengganggu aktivitas masyarakat.
Makwan menyebut, BPBD Sleman masih memiliki stok 600.000 masker yang siap dibagikan kepada masyarakat untuk mengantisipasi bahaya abu vulkanik Merapi. “Stok masker kami masih cukup banyak dan siap dibagikan,” ujarnya.