Cuaca buruk di Lampung beberapa pekan terakhir ikut memicu anjloknya produksi ikan teri di Pulau Pasaran, Kecamatan Teluk Betung Timur. Selain bahan baku menipis, proses pengeringan ikan teri juga terhambat hujan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Cuaca buruk di wilayah Lampung beberapa pekan terakhir ikut memicu anjloknya produksi ikan teri di Pulau Pasaran, Kecamatan Teluk Betung Timur, Bandar Lampung. Selain bahan baku menipis, proses pengeringan ikan teri juga terhambat hujan.
Pantauan Kompas, Selasa (14/1/2020), aktivitas pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran cenderung sepi. Banyak tempat penjemuran ikan kosong karena sebagian pemilik usaha tidak beroperasi.
Sarnoto (55), salah satu pengolah ikan teri mengatakan, tangkapan ikan nelayan berkurang akibat gelombang dan angin kencang. Kondisi itu sudah berlangsung sejak dua pekan lalu. Akibatnya, bahan baku untuk pembuatan ikan teri juga menurun.
“Ketika cuaca normal, kami bisa mengolah 3-4 ton ikan basah setiap hari. Saat ini, kami hanya mendapat bahan baku 0,5-1 ton per hari,” kata Sarnoto.
Menurut dia, 1 kilogram (kg) ikan teri kering membutuhkan bahan baku ikan basah sebanyak 3 kg. Minimnya bahan baku membuat pengolah hanya dapat memproduksi ikan teri berkisar 100-300 kg per hari. Jumlah itu jauh di bawah kondis biasa berkisar 1-1,2 ton per hari.
Padahal, Sarnoto harus mengelarkan ongkos melaut sekitar Rp 2.000.000 untuk membeli ikan di nelayan bagan. Dia juga harus mengeluarkan uang tambahan karena harga ikan basah dari nelayan bagan naik sekitar 20 persen. “Kalau cuaca sedang buruk seperti sekarang ini, keuntungan menipis,” ujarnya.
Meskipun biaya operasional naik, pengolah teri tidak dapat langsung menaikkan harga jual. Penyebabnya, harga teri juga dipengaruhi pasokan dari daerah lain. Saat ini, harga ikan teri nasi di Pulau Pasaran berkisar Rp 90.000-Rp 100.000 per kg.
Rinto Harahap (45), pengolah ikan teri lainnya menuturkan, selain masalah ketersediaan bahan baku, proses pengeringan ikan juga hujan. Apalagi, semua pengolah ikan teri di Pasaran hanya mengandalkan sinar matahari untuk menjemur ikan. Hingga saat ini, tidak ada satu pun pengolah yang memiliki mesin pengering untuk antisipasi selama musim hujan.
“Pengeringan hanya butuh waktu 4-5 jam jika cuaca panas, tapi kalau sering mendung dan hujan butuh waktu 2-3 hari. Kalau tidak segera kering, teri mudah berubah warna dan membusuk,” katanya.
Usman (49) salah satu nelayan setempat membenarkan, tangkapan ikan berkurang beberapa pekan terakhir. Angin kencang dan arus air laut yang tinggi membuat ikan sulit ditangkap.
Ketua Kelompok Pengolah dan Pemasar Usaha Bahari di Pulau Pasaran Toto Heriyanto mengatakan, saat ini ada 48 pengolah ikan teri di Pasaran. ”Jumlah produksi ikan teri di Pulau Pasaran mencapai 6 ton per hari. Sebagian besar ikan teri itu dijual ke Jakarta dan daerah lain di Jawa,” kata Toto.
Saat bahan baku ikan sulit seperti sekarang ini, produksi teri di Pasaran berkurang sekitar 30 persen. Menurut dia, kondisi serupa juga terjadi di sentra ikan teri di daerah lain.