Seorang oknum guru sekolah dasar, SUP (48), menjadi pelaku pencabulan terhadap belasan siswinya di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelaku telah diberhentikan sementara dari pekerjaannya dan ditahan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS - Seorang oknum guru sekolah dasar, SUP (48), menjadi pelaku pencabulan terhadap belasan siswinya di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelaku telah diberhentikan sementara dari pekerjaannya dan ditahan di Kepolisian Resor Sleman.
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak, Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor (Polres) Sleman, Inspektur Satu Bowo Susilo, Selasa (7/1/2020), mengatakan, pelaku melakukan tindakan tak terpuji itu sewaktu kegiatan kemah sekolah di Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada 13 Agustus 2019. Orangtua korban melaporkan peristiwa pahit yang dialami anaknya ke polisi, pada 22 Agustus 2019.
“Awalnya, peristiwa itu menimpa 4 orang siswi. Korban cerita sambil menangis kepada orangtuanya tentang peristiwa yang dialaminya itu,” kata Bowo, di Kantor Polres Sleman, Kabupaten Sleman, DIY, Selasa siang.
Bowo menjelaskan, pelaku merupakan wali kelas VI dari sekolah dasar tempatnya mengajar. Ia telah berstatus sebaga pegawai negeri sipil (PNS). Tempatnya mengajar merupakan sekolah dasar yang berlokasi di Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Awalnya, peristiwa itu menimpa 4 orang siswi. Korban cerita sambil menangis kepada orangtuanya tentang peristiwa yang dialaminya itu, kata Bowo Susilo
Dalam penyelidikan, Bowo menemukan fakta lain, pelaku beraksi sejak Juli 2019. Aksi tersebut dilakukan di lingkungan sekolah. Kedoknya berupa mengajarkan materi tentang reproduksi di Ruang Usaha Kesehatan Sekolah.
Korban diancam tidak diberi nilai dan diluluskan dari sekolah apabila melaporkan perbuatan pelaku ke orang lain. Dari hal itu muncul dugaan bahwa perbuatan serupa sudah dilakukan berulang kali oleh pelaku.
Selanjutnya, Bowo menambahkan, total korban berjumlah 12 orang. Dari jumlah tersebut, hanya 6 orang yang dapat diperiksa. Kondisi psikologis yang tidak stabil membuat aparat kepolisian tidak memungkinkan polisi untuk memintai keterangan tentang peristiwa tersebut. Menurut hasil visum psikiatrikum, korban juga terbukti mengalami cemas, sedih, dan ketakutan berlebih.
Ketakutan
“Pelaku sempat mengajar beberapa hari setelah dilaporkan. Tapi, korban selalu merasa ketakutan setiap melihat pelaku. Lewat rapat komite sekolah, pelaku diminta untuk berhenti mengajar,” kata Bowo.
Pelaku sempat dipindahkan untuk bekerja di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pelayanan Pendidikan Kecamatan Seyegan. Tetapi, pelaku ditetapkan sebagai tersangka pada 8 Desember 2019. Sejak saat itu, pelaku ditahan di Polres Sleman. Berkas kasus tersebut juga akan segera dilimpahkan ke pengadilan.
Ditemui terpisah, Sekretaris Dinas Pendidikan Sleman Halim Sutono menyampaikan, pihaknya telah melaporkan perbuatan pelaku ke Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) Sleman. Tindak lanjut mengenai status kepegawaian pelaku merupakan wewenang lembaga tersebut. Ia menyerahkan semuanya agar ditindak sesuai dengan peraturan sesu
Kepala Bidang Pembinaan dan Kesejahteraan Pegawai BKPP Sleman Sri Wahyuni mengatakan, pihaknya telah menerima laporan dari Dinas Pendidikan Sleman terkait kasus itu sejak Desember 2019. Laporan itu ditindaklanjuti dengan pemberhentian sementara pelaku pencabulan dari statusnya sebagai PNS.
“Itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang PNS, agar dilakukan pemberhentian sementara. Tindak lanjutnya apakah diberhentikan secara tetap atau tidak, menunggu keputusan inkrah dari pengadilan,” kata Wahyuni.
Bupati Sleman Sri Purnomo tak ingin beropini tentang kasus pencabulan tersebut. Ia menyerahkan sepenuhnya proses hukum yang berjalan kepada aparat penegak hukum. Aturan yang ada harus benar-benar ditegakkan.
“Kita tidak usah berandai-andai. Kami sudah punya aturan. Sesuai saja dengan aturan itu. Kita menunggu proses yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum,” kata Sri.
Sementara itu, Halim mengharapkan agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang. Para guru mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini hingga SMP agar menjalankan tugasnya dengan baik. Jangan sampai melanggar hak-hak perlindungan bagi anak.
Kita tidak usah berandai-andai. Kami sudah punya aturan. Sesuai saja dengan aturan itu. Kita menunggu proses yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum, kata Sri.
Halim menambahkan, para korban juga mendapatkan pendampingan untuk memulihkan kondisi psikologisnya melalui UPT yang berada di Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Sleman. Pendampingan psikologis juga siap diberikan oleh psikolog yang bertugas di puskesmas.