Ada Dana Nonbudgeter untuk Tambal Pengeluaran Wali Kota Medan
Sidang kasus korupsi yang melibatkan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin memasuki tahap pemeriksaan saksi, Kamis (2/1/2020). Saksi menyebut ada dana nonbudgeter untuk menutupi pengeluaran Eldin yang tak ditanggung APBD.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Sidang kasus korupsi yang melibatkan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin memasuki tahap pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Kamis (2/1/2020). Eldin disebut meminta Rp 500 juta untuk menutupi kekurangan biaya dua anaknya yang ikut perjalanan dinas ke Jepang. Saksi juga menyebut ada komisi 10 persen dari setiap proyek di Medan.
Saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ialah Sekretaris Daerah Kota Medan Wirya Al Rahman, Asisten Ekonomi dan Pembangunan yang juga mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Medan Khairul Syahnan, tiga anggota staf Dinas PU Medan, dan dua kontraktor proyek. Mereka bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan Isa Ansyari.
Wirya menjadi salah satu saksi yang paling intensif ditanyai majelis hakim yang diketuai Abdul Aziz. Ia ditanya bagaimana mereka menutupi biaya perjalanan dinas Eldin ke Jepang.
”Saya pernah ditemui Kepala Bagian Umum Pemko Medan Andi Syahputra meminta arahan untuk menutupi kekurangan dana Rp 500 juta,” kata Wirya.
Wirya mengaku meminta agar Kabag Umum meminta kekurangan biaya itu kepada Wali Kota karena merupakan kebutuhan pribadi untuk menutupi biaya anaknya yang seharusnya tidak ikut dalam rombongan.
Jaksa penuntut umum KPK sebelumnya telah mendakwa Isa memberikan uang suap total Rp 530 juta kepada Eldin untuk mengamankan jabatannya sebagai Kepala Dinas PU Medan. Uang itu antara lain digunakan untuk menutupi biaya perjalanan anak Eldin ke Jepang.
Dalam dakwaan itu, kepala dinas yang lain juga disebut rutin memberikan setoran kepada Wali Kota Medan. KPK menangkap Eldin, Isa, dan Kepala Subbagian Protokol Syamsul Fitri Siregar, Oktober 2019.
Wirya menyebut ada istilah dana nonbudgeter di lingkungan Pemko Medan. Dana tersebut biasanya dipakai untuk menutupi biaya operasional Wali Kota Medan yang tidak ditanggung APBD.
”Namun, saya baru dengar istilah itu dari Kabag Umum. Saya tidak tahu sumber dananya dari mana,” kata Wirya.
Mendengar keterangan itu, majelis hakim pun mencecar Wirya tentang bagaimana mereka memenuhi dana nonbudgeter itu. ”Bapak itu Sekda. Yang betullah. Kalau Bapak tidak tahu, bingung juga saya,” kata Aziz.
Majelis hakim juga meminta keterangan pemilik klinik kecantikan Yance dan juga kontraktor I Ketut Yada untuk mendalami sumber dana yang diberikan kepada Wali Kota. Yance menyebut dirinya mengenal Eldin dan keluarganya.
”Eldin meminta saya untuk menghubungi Kepala Dinas PU untuk melihat apakah ada proyek yang bisa saya kerjakan. Namun, kami tetap harus mengikuti lelang,” katanya.
Yance pun mendapat proyek pembetonan jalan senilai Rp 7,9 miliar. Proyek itu diberikan Yance kepada Ketut. ”Saya diminta komisi sebesar 10 persen atau Rp 790 juta. Saya sudah berikan Rp 500 juta kepada Yance,” kata Ketut.
Sebelum memenangi lelang proyek, kata Ketut, ia dan Yance bertemu dengan Isa sebanyak dua kali. Namun, Ketut menyebut pertemuan itu untuk menjelaskan syarat yang harus dipenuhi dalam mengikuti lelang.
Setelah persidangan, jaksa penuntut umum KPK Siswhandono mengatakan, pihaknya juga sedang menyiapkan dakwaan terhadap Eldin. Jaksa pun akan mendakwa Eldin di PN Medan dalam waktu dekat.