Sikap intoleransi masih kerap terjadi pada sejumlah kegiatan belajar dan kesiswaan di Jawa Tengah. Penguatan pendidikan karakter pun menjadi penting. Guru berperan dalam memberi pemahaman pentingnya saling menghormati.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sikap intoleransi masih kerap terjadi di sejumlah kegiatan belajar dan kesiswaan di Jawa Tengah. Penguatan pendidikan karakter pun menjadi penting. Guru berperan dalam memberi pemahaman pentingnya saling menghormati.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng Jumeri mengatakan, pada semester I 2019, ada 573 aduan kepada pihaknya dan 97 persen sudah ditindaklanjuti. Secara umum, pengaduan yang masuk terkait integritas dan solidaritas.
”Terkait solidaritas, yakni pengaduan-pengaduan tentang intoleransi dalam kegiatan pembelajaran, kerohanian, ekstrakurikuler, dan kesiswaan,” ujar Jumeri pada seminar nasional ”Digitalisasi Pengelolaan Pembelajaran dan Penguatan Pendidikan Karakter” di kampus Universitas PGRI Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (24/11/2019).
Jumeri menuturkan, intoleransi yang terjadi adalah antarpenganut agama berbeda dan antarpenganut agama yang sama. Adanya perbedaan pemikiran keagamaan kerap membuat sebagian pihak lain tidak dapat menerimanya.
Ia pun berharap anggota Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, dapat menekan hal itu. ”Inilah pentingnya pendidikan karakter. Terlalu banyak pengaduan akan memakan banyak waktu dan energi, sehingga tak bisa berpikir strategis,” ucap Jumeri.
Inilah pentingnya pendidikan karakter. Terlalu banyak pengaduan akan memakan banyak waktu dan energi sehingga tak bisa berpikir strategis.
Slamet Sugiyanto (35) guru SDN 1 Aribaya, Kabupaten Banjarnegara, menuturkan, guru memiliki peran dalam memberi pemahaman pentingnya saling menghormati antarumat beragama. Dengan demikian, suasana belajar pun dapat berlangsung kondusif.
Menurut dia, hal itu penting mengingat saat ini banyak informasi yang beredar di media sosial dan kebenarannya dipertanyakan. ”Hal tersebut bisa menimbulkan meruncingnya perbedaan karena ada letupan-letupan. Ini bisa berujung pada perpecahan,” kata Slamet.
Integritas
Mengenai integritas, Jumeri mengatakan, pentingnya penguatan pengelolaan pendidikan. ”Tidak hanya melulu terkait pungli (pungutan liar) dan korupsi, tetapi bagaimana peningkatan peran serta masyarakat dalam pendidikan. Prosedur harus tepat,” katanya.
Rektor Universitas PGRI Semarang (Upgris), yang juga Ketua PGRI Jateng, Muhdi mengatakan, ke depan pihaknya berfokus pada pendidikan karakter. Hal itu juga sejalan dengan apa yang didorong Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
”Pendidikan Indonesia ke depan harus menghasilkan generasi berkarakter. Apabila mereka (para anak muda) tak disiapkan, bangsa ini tak akan nikmati bonus demografi. Kuncinya ada pada guru. Guru yang memiliki kapabilitas dan sejahtera,” kata Muhdi.