Meski mendapat uang tali asih, para wanita pekerja seks atau WPS di lokasi prostitusi Sunan Kuning, Kota Semarang, Jawa Tengah, masih gamang karena belum tahu harus bekerja apa. Pemkot Semarang berjanji akan membantu.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
Pemerintah Kota Semarang akhirnya resmi menutup lokalisasi Argorejo atau Sunan Kuning, yang juga lokalisasi terbesar di kota itu. Meski mendapat uang tali asih, para wanita pekerja seks atau WPS masih gamang karena belum tahu harus bekerja apa. Pemkot Semarang berjanji akan membantu.
Jumat (18/10/2019), ratusan WPS di lokalisasi Sunan Kuning (SK), Kelurahan Kalibanteng Kulon, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, bangun lebih pagi. Dengan sebagian wajah bertutup masker, mereka mendatangi tenda dan panggung di Balai RW 004. Ada kegamangan di antara mereka.
Pagi itu, Pemkot Semarang menggelar seremoni penutupan SK. Salah satu acaranya pembacaan deklarasi oleh sejumlah perwakilan WPS. Pembacaan deklarasi dipimpin Ketua RW 004 yang juga pengelola SK, Suwandi. Para WPS tampak berat hati harus menyudahi pekerjaan mereka selama ini di SK.
Atas pembubaran itu, Pemkot Semarang memberi tali asih kepada 448 WPS, yang sebagian besar dari kabupaten/kota di Jateng, sebesar Rp 5 juta per individu. Mereka pun diimbau pulang ke daerah asal dan mencari pekerjaan lain atau berwirausaha.
Sejumlah wanita pekerja seks (WPS) di kawasan lokalisasi Argorejo atau Sunan Kuning, Kelurahan Kalibanteng Kulon, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah, melakukan penarikan uang tali asih, Jumat (18/10/2019). Sebanyak 448 WPS di Sunan Kuning mendapat tali asih sebesar Rp 5 juta per orang dari Pemkot Semarang.Namun, sejumlah WPS mengaku masih bingung. "Saya lebih dari lima tahun di sini. Sekarang, tiba-tiba ditutup. Memang dapat Rp 5 juta untuk modal usaha, tapi usaha apa? Saya masih bingung, mau pulang dan menenangkan diri dulu," kata Nita (36), asal Pekalongan.
Perasaan serupa juga dirasakan Ayu (45), yang berasal dari Kabupaten Temanggung. Ia bingung ke mana mengadu nasib berikutnya. Empat anaknya masih bersekolah. Belum lagi ada berbagai utang yang harus dibayar setiap bulan. Di SK, ia mengaku bisa mendapat lebih dari Rp 500.000 per malam.
Menurutnya, sebelum penutupan, ada pembinaan yang dilakukan oleh Pemkot Semarang. "Namun, yang penting itu setelahnya bagaimana? Kami berharap bisa disalurkan ke perusahaan-perusahaan, jadi bisa langsung kerja. Uang Rp 5 juta untuk modal usaha jelas tidak cukup," katanya.
Pendekatan lunak
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Semarang, Fajar Purwoto, menuturkan, penertiban kawasan lokalisasi harus menggunakan pendekatan lunak. Terlebih, prostitusi di kawasan itu telah berlangsung puluhan tahun.
Ia tidak kaget jika nantinya masih ada puluhan WPS yang masih ada yang kembali ke dunia prostitusi. "Jelas tidak bisa langsung berhenti begitu saja. Kita tidak bisa menghakimi atau menyudutkan mereka. Sebaliknya, mereka harus diajak bicara baik-baik. Perlahan, mereka akan menerima," kata dia.
Ia menambahkan, Pemkot pun tidak akan lepas tangan setelah memberi tali asih kepada WPS. Mereka akan didorong memanfaatkan berbagai fasilitas yang dimiliki Pemkot Semarang, seperti kemudahan pinjaman uang untuk modal usaha. Juga, pelatihan-pelatihan untuk berwirausaha.
Kendati demikian, Fajar mengatakan pihaknya akan tetap melakukan pengawasan. "Akan ada dua posko di sini, yang berlaku mulai Jumat sore. Kami akan dibantu Polrestabes Semarang, Kodim Semarang, kecamatan, kelurahan, dan Kesbangpol. Kami berupaya agar tidak ada gejolak," ucapnya.
Sementara itu, Saiful (43), warga Semarang Tengah, mengapresiasi langkah Pemkot Semarang yang menutup kawasan SK untuk kegiatan prostitusi. Namun, ia berharap, pengawasan akan berkelanjutan hingga dipastikan kawasan itu bebas prostitusi.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan, setelah penutupan SK, para WPS yang berasal dari luar Semarang diimbau pulang dan melakukan aktivitas usaha produktif. "Sementara yang di Semarang, bisa memanfaatkan pinjaman Kredit Wibawa. Untuk lapangan kerja, perlu dibicarakan dulu," katanya.
Saat ini masih ada 177 tempat karaoke di SK yang bakal ditata bertahap. Dalam setahun, para pelaku usaha karaoke didorong mengurus perizinan. Bila ditemukan aktivitas prostitusi di tempat-tempat karaoke itu, maka akan langsung ditutup.
Lokalisasi Argorejo atau Sunan Kuning, Kelurahan Kalibanteng Kulon, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah, resmi ditutup pada Jumat (18/10/2019). Sebanyak 448 perempuan pekerja seks di Sunan Kuning mendapat tali asih sebesar Rp 5 juta dari Pemerintah Kota Semarang.Data Kompas, selain SK, Gambilangu juga sejak lama menjadi kawasan lokalisasi. Sejak tahun 2002, beberapa kali Pemkot Semarang berupaya menutup dua tempat tersebut. Namun, setelah ditutup, justru para WPS mencari pelanggan di jalan-jalan protokol setiap malam.
Dalam perkembangannya, SK tetap menjadi kawasan lokalisasi. Bahkan, terbesar di Kota Semarang. Adapun penutupan SK pada tahun 2019 bagian dari program nasional agar berbagai daerah bebas lokalisasi dan prostitusi. Program itu dimulai dengan sosialisasi dan pencairan tali asih bagi para WPS.
Kampung tematik
Ke depan, kawasan SK diproyeksikan menjadi kampung tematik yang punya daya tarik wisata. "Kami berdiskusi dengan sejumlah ormas keagamaan. Pada 2020-2021, kami akan fokuskan menjadi Kampung Religi Sunan Kuning. Apalagi, ada makam An Soen Ing (penyebar agama Islam dari Tiongkok pada 1700-an)," kata Hendrar.
Hendrar juga berjanji akan mempercantik makam Soen An Ing, yang berjarak sekitar 100 meter dari kawasan itu. Dengan demikian, sejumlah usaha yang sebelumnya bergantung pada kegiatan-kegiatan prostitusi, tetap berjalan karena adanya aktivitas di bidang pariwisata.
Ketua RW 004 Kalibanteng Kulon, Suwandi, mengatakan, pihaknya telah menyepakati tidak ada aktivitas prostitusi di SK. "Untuk kegiatan ekonomi, sedang dipikirkan agar tetap ada perputaran roda ekonomi. Bisa sentra produksi kuliner atau lainnya. Namun, saat ini masih dibicarakan," ujar Suwandi.
Setelah menutup SK, Pemkot Semarang berencana menutup kawasan lokalisasi lainnya, yakni Gambilangu, yang terletak di perbatasan Kota Semarang dan Kabupaten Kendal. Penutupan kawasan itu ditargetkan terlaksana pada 2020. Tali asih akan disiapkan Dinas Sosial Kota Semarang.