Para buruh di Kalimantan Selatan turut menolak usulan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sejumlah poin revisi dinilai tidak berpihak kepada nasib buruh atau pekerja di Indonesia.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
HUMAS POLDA KALSEL
Sumarlan dari Biro Hukum DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Kalimantan Selatan (ketiga dari kanan) menyampaikan aspirasi buruh di depan Gedung DPRD Provinsi Kalsel, di Banjarmasin, Rabu (16/10/2019).
BANJARMASIN, KOMPAS — Para buruh di Kalimantan Selatan turut menolak usulan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sejumlah poin revisi dinilai tidak berpihak kepada nasib buruh atau pekerja di Indonesia.
Untuk menyuarakan penolakan terhadap usulan revisi undang-undang (UU) tersebut, para buruh menggelar aksi damai di depan Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, di Banjarmasin, Rabu (16/10/2019). Aksi berlangsung tertib di bawah pengawalan aparat kepolisian.
Setelah berorasi di depan Gedung DPRD Kalsel, beberapa perwakilan buruh diundang untuk berdialog di dalam gedung DPRD. Perwakilan buruh diterima oleh Ketua DPRD Provinsi Kalsel Supian HK beserta jajaran. Hadir pula jajaran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalsel.
Revisi undang-undang itu justru menjadikan buruh semakin terposisikan sebagai individu yang rentan akan kemiskinan.
Sumarlan dari Biro Hukum DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Kalsel mengatakan, usulan revisi UU Ketenagakerjaan muncul dari kalangan pengusaha. Usulannya terkait dengan upah minimum, pesangon terhadap buruh yang di-PHK, penambahan masa kerja buruh kontrak, jaminan pensiun, dan masih banyak lagi.
”Adanya usulan revisi UU Ketenagakerjaan tentu tidak akan memberikan keuntungan bagi kelas pekerja di Indonesia. Revisi undang-undang itu justru menjadikan buruh semakin terposisikan sebagai individu yang rentan akan kemiskinan,” katanya.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Perwakilan buruh berdialog dengan DPRD Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Rabu (16/10/2019).
Menurut Sumarlan, sejumlah pasal yang berlaku dalam UU Ketenagakerjaan merupakan sekelumit permasalahan harian yang kerap dihadapi para buruh. Upah murah dan sistem kerja yang sangat fleksibel tentu juga sangat berdampak pada posisi kekuatan buruh dan serikat pekerja atau serikat buruh di Indonesia.
Dengan tidak adanya kepastian hukum, justru semakin melemahkan posisi serikat dan minat para buruh untuk masuk dalam serikat. Ketakutan akan di-PHK dan putusnya sumber mata pencarian tentu menjadi hal yang sangat banyak dipertimbangkan oleh kaum buruh.
”Karena itu, kami dari Gerakan Buruh Kalimantan Selatan sepenuhnya menolak usulan revisi UU Ketenagakerjaan versi pengusaha. Revisi itu hanya akan memperparah kondisi ekonomi para buruh di Indonesia,” kata Ketua KSPSI Provinsi Kalsel Sadin Sasau.
Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan Sadin Sasau (kanan) menyerahkan pernyataan sikap buruh kepada Ketua DPRD Provinsi Kalsel Supian HK (kiri) di Banjarmasin, Rabu (16/10/2019).
Selain itu, Gerakan Buruh Kalsel juga menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan karena menambah beban buruh, mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, serta menuntut agar buruh dilibatkan dalam penyusunan UU Ketenagakerjaan.
Ketua DPRD Provinsi Kalsel Supian HK berjanji akan memperjuangkan aspirasi buruh Kalsel sampai ke pusat. Aspirasi buruh Kalsel bersama aspirasi buruh dari provinsi-provinsi lain diharapkan bisa jadi perhatian pemerintah pusat. ”Kami juga akan berjuang agar revisi UU Ketenagakerjaan itu sesuai dengan aspirasi buruh,” ujarnya.
Kepala Polda Kalsel Inspektur Jenderal Yazid Fanani mengapresiasi aksi buruh yang berlangsung tertib. ”Inilah cara-cara penyampaian aspirasi yang benar. Saya harap aksi ini dapat dicontoh oleh elemen-elemen masyarakat lain dalam menyampaikan apsirasinya di muka umum,” katanya.