Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan masih percaya terhadap hasil revisi UU KPK. Mereka bahkan menuding aksi demonstrasi beberapa hari terakhir ditunggangi kepentingan untuk mendelegitimasi pemerintah.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS – Di tengah gelombang unjuk rasa yang salah satunya mendukung penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu terkait Komisi Pemberantasan Korupsi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan masih percaya terhadap hasil revisi UU KPK. Partai pemenang pemilu dua periode ini bahkan menuding aksi demonstrasi beberapa hari terakhir ditunggangi kepentingan untuk mendelegitimasi pemerintah.
“Sikap Ibu Megawati berada dalam jalan konstitusi, menghormati keputusan yang diambil DPR yang memerlukan revisi UU KPK,” ujar Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menjawab pertanyaan Kompas terkait sikap PDI-P terhadap penerbitan perppu KPK, Sabtu (28/9/2019), di Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Hasto yang hadir dalam acara Midang Cirebon Timur itu didampingi Ketua DPD PDI-P Jabar Ono Surono dan politisi PDI-P Selly A Gantina.
Hasto mengatakan, keputusan DPR dan pemerintah untuk merevisi dan mengesahkan UU KPK No 30/2002 sudah tepat. Salah satu isi revisi tersebut adalah keberadaan Dewan Pengawas yang dipilih presiden dan dapat menentukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan KPK. Dewan Pengawas, lanjutnya, diperlukan agar KPK tidak menyalahgunakan kekuasaannya.
“Keputusan DPR tersebut sudah mewakili kepentingan masyarakat. Ini juga berdasarkan hasil survei yang menyatakan masyarakat setuju revisi UU KPK,” ucap Hasto yang tidak menyebutkan sumber survei tersebut.
Oleh karena itu, pihaknya meminta Presiden Joko Widodo untuk membahas secara jernih bersama jajaran kabinet dan partai politik di DPR jika ingin mempertimbangkan terbitnya perppu KPK. Aspirasi dari sejumlah tokoh untuk menerbitkan perppu KPK, katanya, belum mewakili seluruh elemen masyarakat.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo mempertimbangkan menerbitkan perppu KPK setelah bertemu sejumlah tokoh dari berbagai latar belakang profesi di Istana Merdeka, Kamis (26/9/2019). Perppu dinilai dapat meredakan situasi politik di tengah gelombang demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah yang salah satu tuntutannya agar pemerintah menerbitkan Perppu KPK.
Namun, Hasto menuding sejumlah aksi ditunggangi kepentingan untuk mendelegitimasi Presiden Joko Widodo. Ia mencontohkan, beberapa unjuk rasa yang melanggar batas waktu demonstrasi yakni, pukul 18.00. Akibatnya, aksi itu berujung anarkis. “PDI-P dan partai koalisi akan berada di belakang presiden. Apa pun yang tidak sesuai dengan konstitusi sebaiknya dihindari,” katanya.
Hasto juga menilai, pemerintah harus mengkaji secara menyeluruh sebelum menerbitkan perppu KPK. “Perpu itu kan harus dikeluarkan dalam kondisi kegentingan memaksa. Ini yang harus dilihat dulu,” ucapnya.
Ketua Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari menuturkan, tiga syarat penerbitan perppu KPK sudah terpenuhi. Pertama, keadaan masyarakat yang memaksa untuk segera dikeluarkan aturan. Kedua, kekosongan hukum atau ada hukum, tetapi tidak menyelesaikan masalah. Ketiga, proses legislasi memerlukan waktu panjang untuk menghasilkan aturan. “Kondisi itu sudah terpenuhi. Ini kategori mendesak,” ucapnya (Kompas, 28/9/2019).
Di sisi lain, dua mahasiswa Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara meninggal dunia setelah berunjuk rasa. Kedua korban, yakni Randi tewas setelah tertembak peluru tajam sementara Yusuf Kardawi meninggal dunia karena luka pukulan benda tumpul di kepala.
Juru bicara Aliansi Mahasiswa Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan) Ginanjar Nitimiharjo mengatakan, pihaknya akan terus berunjuk rasa jika tuntutan massa yang salah satunya penerbitan perppu KPK tidak dilakukan. Sebelumnya, Kamis (26/9/2019) lebih dari 1.000 mahasiswa dan pelajar berunjuk rasa di depan Gedung DPR Kota Cirebon. Ini merupakan aksi kedua, setelah Senin lalu.