Sumber Air Jadi Kendala Utama Penanganan Kebakaran
Sumber air masih menjadi masalah utama penanganan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah. Selain karena kemarau kering, juga masih banyak lokasi yang jauh dari sumur bor. Apalagi, kesadaran warga untuk membantu masih minim.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Sumber air masih menjadi masalah utama penanganan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah. Selain karena kemarau kering, masih banyak lokasi yang jauh dari sumur bor. Apalagi, kesadaran warga untuk membantu masih minim.
Ersland, petugas Badan Penanggulagan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palangkaraya, Rabu (7/8/2019), harus mencari sumber air dengan menggali sedikit lebih dalam got yang sudah dibuat sebelumnya. Hanya sedikit air yang muncul, itu pun bercampur tanah sehingga menjadi lumpur.
”Sumur bor jauh, air di got sedikit sekali, jadi pakai yang ada saja,” ujar Ersland di sela-sela memperbaiki mesin pompa yang mereka pakai untuk mengisap air.
Siang itu, Ersland dan beberapa petugas lain berusaha memadamkan api di sepanjang jalan Mahir Mahar. Lokasi yang sebelumnya sudah dipadamkan itu membara kembali.
Ersland pun harus menyetel ulang mesin pompanya karena mengisap lumpur. Mesin yang digunakan untuk mengisap air itu harus disetel untuk bisa mengisap lumpur.
Padahal, kami ini menyelamatkan harta mereka, tetapi kami dibiarkan kerja sendiri.
Hal serupa dialami Ilham (43), petugas dari Barisan Relawan Kebakaran (Balakar) 654. Ia menyayangkan minimnya partisipasi pemilik lahan ataupun masyarakat sekitar yang tidak membantu.
”Padahal, kami ini menyelamatkan harta mereka, tetapi kami dibiarkan kerja sendiri,” kata Ilham.
Masalah selesai
Menurut Ilham, masyarakat menganggap jika petugas pemadam sudah datang, masalah sudah selesai. Bahkan, sebagian besar pemilik lahan tidak ada di lokasi meski sekadar melihat proses pemadaman.
”Kalau lebih banyak orang dan banyak alat yang digunakan, kan, lebih cepat memadamkan. Tidak perlu tunggu pompa air datang, tetapi padamkan dengan cara manual saja dulu,” ungkap Ilham.
Kebakaran terus meluas dan meningkat tahun ini. Pada Juni 2019, api hanya membakar lahan seluas 43,19 hektar, lalu meningkat drastis menjadi 1.162,62 hektar pada Juli. Dalam lima hari di bulan Agustus, kebakaran sudah melahap 533,06 hektar lahan.
Begitu juga peningkatan jumlah kejadian kebakaran. Pada Juni, kejadian kebakaran tercatat 27 kali, lalu meningkat menjadi 352 kali pada Juli. Sementara selama Agustus sudah 157 kali kejadian kebakaran. Semua data diambil dari Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) Provinsi Kalteng.
Pemadaman, kan, di permukaan, ditambah angin, api pun hidup lagi sehingga kebakaran meluas.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Mofit Saptono mengungkapkan, kebakaran terjadi di lokasi yang sama karena setelah dipadamkan, api muncul kembali. Hal itu disebabkan keringnya lahan gambut dan kebakaran sudah mencapai kedalaman yang cukup jauh.
”Pemadaman, kan, di permukaan, ditambah angin, api pun hidup lagi sehingga kebakaran meluas,” kata Mofit.
Kesulitan mengendalikan kebakaran, tambah Mofit, salah satunya juga disebabkan kondisi tanah gambut yang sudah sangat kering. Dari beberapa laporan yang ada, tinggi air di dalam tanah gambut tidak lebih dari 0,7 meter.
”Air sudah jauh berada di ketentuan umumnya. Hampir semua laporan tinggi muka air itu menunjukkan kerawanan terbakar,” ungkapnya.
Mofit mengatakan, pihaknya juga selalu mendapatkan laporan banyaknya sumur bor yang tidak berfungsi ataupun terbakar. Contohnya, sumur bor nomor 172 di Desa Tanjung Taruna, Kabupaten Pulang Pisau, yang terbakar dan tidak bisa dipakai.