Sejumlah terdakwa dalam kasus dugaan mafia bola menyampaikan penyesalan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Hanya terdakwa Yuni Artika Sari alias Tika yang merasa dirugikan atas kasus ini. Tika sebelumnya adalah asisten pribadi Manajer Persebara Banjarnegara Lasmi Indaryani.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
BANJARNEGARA, KOMPAS – Sejumlah terdakwa dalam kasus dugaan mafia bola menyampaikan penyesalan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Hanya terdakwa Yuni Artika Sari alias Tika yang merasa dirugikan atas kasus ini. Tika sebelumnya adalah asisten pribadi Manajer Persebara Banjarnegara Lasmi Indaryani.
“Kami mohon putusan yang seringan-ringannya, seadil-adilnya, dan mohon maaf kepada masyarakat,” kata Dwi Irianto alias Mbah Putih, anggota komisi disiplin PSSI dalam lanjutan sidang di Pengadilan Negeri Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (1/7/2019).
Hal serupa disampaikan Priyanto, anggota komite wasit di Asosiasi Provinsi PSSI Jawa Tengah dan Nurul Safarid, wasit pertandingan dalam siding berbeda. “Saya menyesal sedalam-dalamnya,” kata Priyanto, sambil tersiak di depan majelis hakim.
Dwi Irianto dituntut 1 tahun dan 6 bulan. Dia melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang tindak pidana suap sebagai pihak yang menerima suap. Tuntutan serupa juga diberikan jaksa penuntut umum kepada Nurul Safarid dan Mansur Lestaluhu dari staf Departemen Wasit PSSI.
Johar Lin Eng sebagai anggota Komite Eksekutif PSSI serta Ketua Umum Asprov PSSI Jateng dituntut 2 tahun dengan Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang tindak pidana suap sebagai pihak yang menerima suap.
Priyanto dan Tika dituntut Pasal 378 KUHP tentang penipuan jo Pasal 55 ayat 1 KUHP dan Pasal 2 UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang tindak pidana suap sebagai pihak yang menyuap. pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 5 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam pembelaannya, Tika menegaskan dirinya bukanlah bukan orang berpengaruh dalam persepakbolaan nasional. Dia hanya wasit futsal yang ingin menjadi PNS di Banjarnegara atas tawaran Lasmi.
Selain itu, Tika mengatakan, berada di Banjarnegara dan mulai membantu Lasmi sejak Juli 2018. Ketika itu, kompetisi Liga 3. Akibatnya, ia tidak mengetahui secara detail kesanggupan Lasmi mengirim sejumlah uang kepada Priyanto. "Saya juga tidak menerima aliran dana ataupun menikmati hasil apapun dari permasalahan ini,” papar Tika.
Tika juga menyampaikan, dirinya tidak memiliki kapasitas dan kewenangan menjanjikan ataupun menentukan nasib Persibara Banjarnegara. “Saya hanya asisten Lasmi Indaryani. Saat itu, dia sedang mencari popularitas. Harapannya, dia dikenal publik karena sedang mencalonkan diri jadi anggota dewan legislatif di DPR RI dari daerah pemilihan VII Partai Demokrat,” katanya.
Tika juga merasa sedih karena ditangkap di rumah ibunya di Trangkil, Pati, Jateng. Proses penangkapannya dilakukan puluhan aparat bersenjata lengkap seakan-akan dia adalah teroris atau penjahat kelas kakap.
Dalam persidangan sebelumnya, terungkap Lasmi Indaryani memberi sekitar Rp 800 juta melalui Priyanto dan Tika, yang kemudian didistribusikan ke sejumlah pihak untuk memenangkan dan meloloskan Persibara Banjarnegara, dari Liga 3 ke Liga 2. Namun, meskipun uang sudah diterima sejumlah pihak, Persibara tetap kalah dan tidak bisa naik kasta. Atas kasus ini, Lasmi melaporkan Priyanto dan Tika dengan kasus penipuan.