Diperlukan Penataan Kota untuk Mengurangi Banjir Samarinda
Hilangnya daerah resapan air akibat lubang tambang, permukiman, dan pembukaan lahan diduga menjadi penyebab utama banjir yang semakin parah di Samarinda. Tata kota yang baik sangat diperlukan karena bentuk Samarinda yang seperti mangkuk dengan ketinggian 0-200 meter di atas permukaan laut.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
SAMARINDA, KOMPAS — Hilangnya daerah resapan air akibat lubang tambang, permukiman, dan pembukaan lahan diduga menjadi penyebab utama banjir yang semakin parah di Samarinda. Tata kota yang baik sangat diperlukan karena bentuk Samarinda yang seperti mangkuk dengan ketinggian 0-200 meter di atas permukaan laut.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, Pradarma Rupang, mengatakan, permasalahan banjir perlu diselesaikan dari hulu sampai hilir. Menurut dia, lubang tambang yang tidak direklamasi membuat banjir semakin parah.
Jatam mencatat, terdapat 349 lubang tambang di Samarinda. Itu jumlah terbanyak kedua di Kalimantan Timur setelah Kutai Kartanegara, sebanyak 842 lubang tambang. ”Setiap tahun dampak banjir meluas. Daerah yang sebelumnya bebas banjir, seperti Jalan DI Panjaitan, sekarang terkena banjir. Permasalahan ini perlu diselesaikan dari hulu,” ujar Rupang, Minggu (16/6/2019).
Ia mengatakan, segala aspek perlu dikaji untuk mengatasi banjir. Kawasan Samarinda yang terkepung lubang tambang kehilangan daerah resapan air seiring meluasnya aktivitas tambang. Menurut dia, jika hal itu terus dibiarkan, banjir berpotensi semakin meluas.
Penataan permukiman di sepanjang Sungai Karang Mumus juga dinilai perlu dilakukan. Sungai Karang Mumus membelah Samarinda sepanjang 37,65 kilometer. Terdapat permukiman semipermanen hingga permanen di sepanjang bantaran sungai.
Setiap tahun dampak banjir meluas. Daerah yang sebelumnya bebas banjir, seperti Jalan DI Panjaitan, sekarang terkena banjir. Permasalahan ini perlu diselesaikan dari hulu.
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur tahun 2011 mencatat, rata-rata perbandingan antara nilai debit maksimum dan nilai debit minimum (koefisien rezim aliran) di subdaerah aliran sungai (DAS) Karang Mumus adalah 100. Saat musim hujan frekuensi banjir tinggi, sedangkan saat musim kemarau surut.
Ketua Forum Daerah Aliran Sungai Kalimantan Timur Mislan mengatakan, penataan permukiman di sepanjang Sungai Karang Mumus sangat diperlukan karena potensi banjir sangat tinggi. Pada banjir tahun ini, ketinggian air di Kelurahan Temindung Permai, Kecamatan Sungai Pinang, yang berada di sepanjang Sungai Karang Mumus mencapai 100 sentimeter.
Mislan mengatakan, pada saat air banjir surut, kualitas air Sungai Karang Mumus menurun drastis. ”Bau, hitam, dan cemar sedang hingga berat. Permukiman perlu direlokasi dan membuat sistem drainase yang baik,” kata Mislan.
Ia mengatakan, selain persoalan banjir, pemerintah perlu mengelola sub-DAS Karang Mumus untuk konservasi dan pendayagunaan. Ia mencatat, saat ini 16,51 persen sub-DAS Karang Mumus adalah pertanian lahan kering serta 14,01 persennya permukiman dan lahan terbuka.
Bau, hitam, dan cemar sedang hingga berat. Permukiman perlu direlokasi dan membuat sistem drainase yang baik.
Berdasarkan data yang Mislan kumpulkan, sejak tahun 2011, status mutu kualitas air di Sungai Karang Mumus telah ditetapkan sebagai kelas II dengan pembatas parameter yang tidak memenuhi baku mutu lingkungan.
”Restorasi diperlukan untuk meningkatkan daya dukung lingkungan sehingga ketahanan airnya meningkat, dengan ditandai meningkatnya keseimbangan dan kualitas air serta menurunnya resiko bencana,” kata Mislan.
Mulai surut
Banjir di Samarinda yang mulai meluas sejak 7 Juni kini mulai surut. Sebagian warga terdampak sudah kembali ke rumah. Namun, tim gabungan masih bersiaga dan mengirimkan bantuan karena air masih menggenang di beberapa wilayah.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda mencatat, total warga terdampak mencapai 56.123 jiwa atau 17.485 keluarga. Hingga pukul 11.45 Wita, Minggu (16/6/2019), air masih menggenang di enam kelurahan dengan total korban 22.207 jiwa atau 6.402 keluarga.
Kepala BPBD Kota Samarinda Sulaiman Sade mengatakan, saat ini tim gabungan dari TNI, Polri, Basarnas, dan berbagai instansi pemerintah dan relawan masih bersiaga. Bantuan makanan dan air bersih masih disalurkan hingga banjir benar-benar surut di seluruh wilayah.
”Ketinggian air di Perumahan Bengkuring masih sekitar 50 sentimeter di beberapa wilayah. Puskesmas di setiap kelurahan masih membuka layanan gratis. Pengungsian juga masih dibuka di titik-titik banjir,” ujar Sulaiman.
Berdasarkan pantauan Kompas, jalan di sekitar simpang empat Lembuswana sudah kering dan bisa dilalui kendaraan. Genangan air sekitar 10 sentimeter masih terlihat di tepi Jalan Ahmad Yani, Jalan Jenderal S Parman, dan Jalan M Yamin. Toko-toko di sepanjang jalan itu juga mulai beroperasi.