Pemerintah Kabupaten Jayapura menyediakan tiga lokasi bagi ribuan pengungsi banjir bandang dan meningkatnya tinggi air Danau Sentani. Tiga lokasi itu berada di daerah Kemiri, Ravenirara, dan areal yang jauh dari pinggir danau.
Oleh
·3 menit baca
SENTANI, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Jayapura menyediakan tiga lokasi bagi ribuan pengungsi banjir bandang dan meningkatnya tinggi air Danau Sentani. Tiga lokasi itu berada di daerah Kemiri, Ravenirara, dan areal yang jauh dari pinggir danau.
Demikian disampaikan Bupati Jayapura Matius Awoitauw seusai memimpin rapat koordinasi penanganan masa transisi darurat ke pemulihan bencana alam di Sentani, Kabupaten Jayapura, Kamis (9/5/2019).
Matius mengatakan, dari hasil pemetaan pihaknya, tiga lokasi untuk pembangunan rumah bagi para pengungsi dipastikan jauh dari lokasi bencana banjir dan meningkatnya Danau Sentani.
Diketahui, saat ini masih terdapat 6.139 pengungsi yang terkena dampak banjir bandang dan naiknya air Danau Sentani pada 16 Maret 2019 lalu.
Total kerugian akibat banjir bandang di Kabupaten Jayapura mencapai Rp 506 miliar, sedangkan jumlah korban meninggal sebanyak 105 orang.
Jumlah rumah rusak meliputi 291 rumah rusak berat, 209 rumah rusak sedang, dan 1.288 rumah rusak ringan. Sementara itu, jumlah rumah milik warga di pinggiran Danau Sentani yang masih tergenang air sebanyak 1.639 unit.
”Idealnya pembangunan rumah harus jauh dari daerah aliran sungai di Sentani hingga 50 meter. Untuk tahap awal, kami akan membangun sekitar 1.000 rumah,” kata Matius.
Barsalina Monim, koordinator pengungsi di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Sentani, mengatakan, para pengungsi masih merasa trauma untuk kembali ke rumahnya pascabanjir bandang pada 16 Maret 2019 lalu. Total 300 penduduk masih bermukim di SKB.
Idealnya pembangunan rumah harus jauh dari daerah aliran sungai di Sentani hingga 50 meter. Untuk tahap awal, kami akan membangun sekitar 1.000 rumah.
Ia pun menyatakan, semua pengungsi di SKB telah siap dipindahkan ke lokasi yang aman dan jauh dari daerah aliran sungai. ”Saat ini, kebutuhan sandang dan pangan kami masih terpenuhi. Kami hanya berharap ada fasilitas pengendali banjir, seperti tanggul, untuk mencegah bencana ini terjadi lagi,” kata Barsalina.
Ada larangan
Matius menyatakan, salah satu kesepakatan penting dalam rapat koordinasi pada Kamis ini adalah Pemerintah Kabupaten Jayapura dan seluruh dewan adat suku di Jayapura mendukung larangan aktivitas pertanian, pembangunan rumah, dan aktivitas bahan galian C di kawasan Cagar Alam Cycloop hingga kawasan penyangga (buffer zone).
Diketahui dari data WWF Indonesia Program Papua tahun 2018, luas kawasan penyangga di empat distrik berstatus sangat kritis mencapai 650,7 hektar.
Empat distrik ini adalah Jayapura Selatan dan Jayapura Utara yang terletak di Kota Jayapura serta Sentani Timur dan Waibu di Kabupaten Jayapura.
”Dengan adanya kesepakatan ini dan dukungan dari pihak adat, TNI, dan Polri, kami yakin perlindungan Cagar Alam Cycloop dan kawasan penyangga dapat berjalan dengan baik,” ucapnya.
Koordinator Dewan Adat Suku Jayapura Daniel Toto mengatakan, bencana banjir bandang bukan hanya faktor alam, melainkan juga rusaknya kawasan penyangga.
”Hutan di kawasan penyangga sangat berperan penting untuk mengendalikan air dari Pegunungan Cycloop. Apabila kondisinya sudah rusak, musibah banjir akan menerjang rumah warga,” kata Daniel.
Kepala Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam Papua Edward Sembiring berpendapat, diperlukan perubahan tata ruang di Kabupaten Jayapura. Sebab, ada kawasan penyangga Cycloop di daerah Sentani masuk dalam kategori area penggunaan lain (APL).
Dengan adanya kesepakatan ini dan dukungan dari pihak adat, TNI, dan Polri, kami yakin perlindungan Cagar Alam Cycloop dan kawasan penyangga dapat berjalan dengan baik.
”Sebaiknya terjadi perubahan dalam status APL di kawasan penyangga menjadi status hutan lindung. Minimal kawasan penyangga seluas 500 meter dari kawasan Cagar Alam Cycloop,” ujar Edward.