Pelanggaran Pemilu di Aceh, Tujuh Orang Ditetapkan Tersangka
Tim Penegak Hukum Terpadu atau Gakkumdu Aceh Utara menetapkan tujuh tersangka dalam kasus pelanggaran pemilu. Para tersangka diduga melakukan pelanggaran karena mencoblos lebih dari sekali.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
LHOKSUKON, KOMPAS — Tim Penegak Hukum Terpadu atau Gakkumdu Aceh Utara menetapkan tujuh tersangka dalam kasus pelanggaran pemilu. Para tersangka diduga melakukan pelanggaran karena mencoblos lebih dari sekali.
Kepala Reserse Kriminal Kepolisian Resor Aceh Utara Inspektur Satu Rezi Kholidiansyah, Senin (6/5/2019), mengatakan, para tersangka adalah saksi partai politik dan petugas Panitia Pemungutan Suara. Pelanggaran itu terjadi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 97, Desa Matang Ulim, Kecamatan Baktiya, Aceh Utara.
Ketujuh tersangka adalah MR (20), MK (37), ZA (39), AM (21), MN (34), MS (19), dan IA (24). Mereka diduga mencoblos kertas suara yang lebih di TPS tersebut. Saat itu IA, sebagai Panitia Pemungutan Suara, memberikan surat suara kepada saksi. Dugaan pelanggaran itu dilaporkan oleh saksi lainnya kepada Gakkumdu.
Penyidik lantas mengusut kasus ini. Berdasarkan bukti dan keterangan saksi, kata Rezki, terlapor ditetapkan sebagai tersangka. Tersangka didakwa melanggar Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu dengan ancaman maksimal 3 tahun penjara.
Komisioner Panitia Pengawas Pemilih Aceh/Bawaslu Aceh, Fahcrul Riza, mengatakan, pihaknya banyak menerima aduan dugaan pelanggaran pemilu, tetapi tidak semua diproses sebab minim bukti dan saksi.
Selain kasus coblos lebih dari sekali, pelanggaran pemilu yang terjadi di Aceh adalah penyalahgunaan formulir C6. Undangan pemilihan digunakan oleh bukan yang bersangkutan. Di Banda Aceh, formulir C6, milik pemilih yang telah meninggal, dipakai untuk warga lainnya. Akibatnya, pemungutan suara ulang dilakukan di TPS tersebut.
”Kasusnya sedang didalami Gakkumdu. Jika ada unsur pidana, akan dilimpahkan ke pengadilan,” kata Fahcrul.
Kasus lain terjadi di Langsa. Petugas linmas merusak surat suara saat proses rekap suara. Kasus itu telah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum. Kata Fahcrul, saat ini banyak laporan kasus sedang dalam kajian tim Gakkumdu kabupaten/kota.
Sementara di Aceh Selatan, seorang saksi caleg partai politik lokal diancam saksi lainnya karena hendak melaporkan dugaan penggelembungan suara. Kata Fahcrul, kasus dugaan penggelembungan suara paling banyak dilaporkan.
Direktur Eksekutif Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Aceh Ridwan Hadi mengatakan, salah satu dugaan pelanggaran yang kerap terjadi adalah pergeseran suara sesama caleg di partai yang sama. Kata Ridwan, kasus itu perlu ditindak agar tidak menjadi kebiasaan dalam pelaksanaan pemilu.