Jangan Kecewakan Pengorbanan Mereka dengan Korupsi
Pemilu 2019 yang digelar serentak membuat penyelenggara pemilu memikul beban berat. Banyak petugas gugur dan sakit karena kelelahan dalam bertugas. Sudah sepatutnya pengorbanan mereka tidak dikecewakan oleh pejabat terpilih dalam pesta demokrasi ini.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
Pemilu 2019 yang digelar serentak membuat penyelenggara pemilu memikul beban berat. Banyak petugas gugur dan sakit karena kelelahan dalam bertugas. Sudah sepatutnya pengorbanan mereka tidak dikecewakan oleh pejabat terpilih dalam pesta demokrasi ini.
Dedi Suandi (59) terbaring lemah di rumahnya di Kampung Mandala, Desa Sukajadi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (24/4/2019). Sudah sepekan Dedi ”tumbang” karena kelelahan menjalankan tugasnya sebagai pengawas pemilu di desa tersebut.
Walaupun sudah mengenakan jaket, kakek satu cucu itu tetap menggunakan selimut untuk menutupi tubuhnya. Sudah seminggu dia tidak keluar rumah. ”Terkadang tubuh saya masih terasa panas dingin,” ujarnya.
Kondisi Dedi mulai membaik. Seminggu lalu, untuk sekadar duduk pun dia tidak bisa. Sebab, dia sering merasa pusing sehingga sulit menjaga keseimbangan tubuhnya.
Saat pencoblosan, Rabu (17/4/2019) siang, Dedi yang berada di Kantor Desa Sukajadi mengeluhkan sakit perut. Dia pun berjalan kaki sekitar 100 meter ke rumahnya.
”Karena merasa gerah, saya sekalian mandi. Setelah itu, kembali lagi ke kantor desa tanpa makan lebih dulu,” ujarnya.
Dedi memutuskan segera kembali ke kantor desa untuk menjalankan tugasnya. Padahal, sudah dua hari dia nyaris tidak tidur karena harus mengawasi pendistribusian surat suara ke 26 tempat pemungutan suara (TPS).
Sekitar 15 menit di Kantor Desa Sukajadi, Dedi merasa pusing. Dia nyaris pingsan karena sudah tidak dapat mempertahankan keseimbangan tubuhnya. Beberapa orang di kantor desa membopongnya dan mengantar ke rumah.
Merasa hanya masuk angin, Dedi pun meminta dipijat. Namun, karena tidak membaik, keesokan harinya keluarga memeriksakannya ke dokter.
Mohon jangan kecewakan pengorbanan kami. Sedih sekali kalau pejabat yang terpilih justru terlibat korupsi. Pengorbanan itu jadi sia-sia.
”Dokter bilang, saya kelelahan dan menyarankan saya beristirahat. Tekanan darah saya 140/90. Padahal, biasanya 110/70,” ujarnya.
Dedi mengatakan, dirinya menjadi penyelenggara pemilu sejak tahun 1982. Namun, baru kali ini dia ”tumbang” karena kecapaian.
Menurut dia, selain menurunnya kondisi fisik karena usianya sudah tua, beban kerja pada pemilu tahun ini dinilai lebih berat. Sebab, pemilu serentak menggabungkan pemilihan presiden-wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota.
”Surat suara lebih banyak dibandingkan pemilu sebelumnya. Pendistribusiannya harus diawasi. Jadi, selain menguras tenaga, juga pikiran,” ujarnya.
Sepekan terakhir, Dedi lebih sering terbaring di depan televisi. Dia merasa sedih saat menyaksikan berita banyaknya penyelenggara pemilu yang meninggal dalam menjalankan tugas.
Beban kerja berat
Hingga Selasa, 23 April, Komisi Pemilihan Umum mencatat 119 petugas di 25 provinsi meninggal akibat kelelahan karena beratnya beban kerja pemungutan hingga penghitungan suara. Beban kerja berat juga membuat 548 petugas lainnya sakit atau menjalani perawatan.
Selain petugas KPU, Badan Pengawas Pemilu juga mencatat, hingga Senin sebelumnya 33 pengawas pemilu di 10 provinsi meninggal. Sementara 566 pengawas pemilu mendapat musibah, seperti kekerasan, kecelakaan, ataupun rawap inap dan jalan (Kompas, 24/4/2019).
Akan tetapi, Dedi tidak kapok. Menurut dia, menjadi penyelenggara pemilu adalah salah satu bentuk pengabdian kepada negara.
”Tetap perlu dievaluasi. Jangan sampai kejadian ini berulang. Kita harus belajar dari banyaknya petugas yang meninggal dan sakit,” ucapnya.
Dedi mengusulkan agar pemilu legislatif dan presiden dipisahkan pada hari berbeda. Jika tidak bisa dipisah, jumlah petugas perlu ditambah sehingga beban kerjanya terbagi.
”Intinya, bagaimana mengatur waktu istirahat petugas. Pada pemilu tahun ini, banyak petugas memaksakan diri bekerja walaupun kurang tidur,” katanya.
Nining Sukarsih (52), istri Dedi, kaget saat suaminya diantar ke rumah dalam keadaan sakit. Sebab, di pemilu sebelumnya, suaminya selalu dapat menjalankan tugasnya tanpa mengalami gangguan kesehatan.
Akan tetapi, Nining mengakui, tugas Dedi pada pemilu kali ini lebih berat. ”Tiga hari menjelang pencoblosan, dia tidak pernah lama di rumah. Dia keliling TPS untuk mengawasi distribusi surat suara,” lanjutnya.
Nining mengkhawatirkan kesehatan suaminya jika tetap bertugas pada pemilu mendatang. Dia berharap, penyelenggara pemilu diberi waktu istirahat cukup sehingga tidak kelelahan.
Menurut Dedi, banyak petugas bertaruh nyawa agar pemilu berjalan dengan baik. Dia berharap, pengorbanan itu tidak dilupakan oleh pejabat yang terpilih.
”Mohon jangan kecewakan pengorbanan kami. Sedih sekali kalau pejabat yang terpilih justru terlibat korupsi. Pengorbanan itu jadi sia-sia,” ujarnya.