Suara USU Berunjuk Rasa Tolak Penghentian Pengurus
Personel pers mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Suara USU, berunjuk rasa menolak penghentian 18 pengurusnya oleh rektorat di Kampus USU, Medan, Kamis (28/3/2019). Mereka dianggap pihak kampus menerbitkan cerita pendek berbau pornografi.
Oleh
Nikson Sinaga
·2 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Personel pers mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Suara USU, berunjuk rasa menolak penghentian 18 pengurusnya oleh rektorat di Kampus USU, Medan, Kamis (28/3/2019). Mereka dianggap pihak kampus menerbitkan cerita pendek berbau pornografi.
Para pengurus Suara USU dibantu sejumlah mahasiswa sejak Kamis pagi mengeluarkan barang-barang mereka dari sekretariatnya. Setelahnya, mereka lantas berorasi dan membentangkan sejumlah poster. Isinya meminta kampus tidak mengekang kebebasan berekspresi mahasiswa.
“Langkah Rektorat USU menghentikan seluruh pengurus Suara USU adalah bentuk pengekangan ruang berekspresi mahasiswa. Kami hanya menerbitkan cerpen yang merupakan karya sastra,” kata Pemimpin Umum Suara USU Yael Stefani Sinaga.
Penghentian pengurus Suara USU dilakukan Rektor USU Runtung Sitepu setelah bertemu dan meminta tanggapan dari pengurus Suara USU, Senin (25/3). Runtung menyatakan cerpen berjudul “Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku di Dekatnya” karya Yael Stefani Sinaga mengandung unsur pornografi.
Cerpen itu bercerita tentang kehidupan sosial perempuan penyuka sesama jenis. Runtung menyatakan, beberapa cerpen sebelumnya juga sudah dipantau rektorat dan cenderung mengandung unsur pornografi.
Yael menuturkan, rektor awalnya meminta mereka mencabut cerpen itu. Namun, mereka menolak karena menilai alasannya tidak tepat. “Kami tidak melihat ada unsur pornografi dalam cerpen itu. Kami juga hanya mengangkat realitas sosial melalui karya sastra. Tidak ada maksud kampanye orientasi seksual tertentu,” kata Yael.
Pemimpin Redaksi Suara USU Widya Hastuti akan terus unjuk rasa menolak penghentian mereka dari kepengurusan. Sesuai Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Suara USU, penghentian kepengurusan dilakukan melalui rapat umum anggota.
Menurut Widya, selama ini, kampus berperan dalam pembiayaan saja. Mereka mendapat biaya operasional Rp 20 juta-Rp 30 juta per tahun. “Namun, soal kepengurusan tidak pernah diintervensi oleh rektorat,” katanya.
Wakil Rektor I Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Kealumnian USU Rosmayati mengatakan, para pengurus Suara USU tidak jujur menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi. “Kami tidak pernah mengekang berekspresi, diskriminasi kelompok minoritas, atau melakukan tindakan otoriter. Kami hanya meminta cerpen yang mengandung unsur pornografi dicabut. Mereka menolak,” katanya.
Rosmayati mengatakan, cerpen yang mengandung unsur pornografi tidak hanya satu. Ada sejumlah cerpen lain yang lebih vulgar yang diterbitkan dalam kepengurusan sekarang dan sebelumnya.
Menurut Rosmayati, cerpen lain yang lebih vulgar berjudul “Nyai” yang mendeskripsikan adegan pornografi secara rinci. “Cerpen seperti itu bertentangan dengan nilai moral, kesopanan, dan keagamaan dan tidak pantas diterbitkan dalam lingkungan akademik,” kata Rosmayati.