SLEMAN, KOMPAS — Empat warga Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, diciduk polisi akibat main hakim sendiri. Spontanitas mereka sewaktu merusak dan membakar bus, karena amarah yang tak tertahan, berakhir pada proses hukum.
”Sejak dulu, kami sampaikan kepada masyarakat, main hakim sendiri adalah perbuatan melanggar hukum. Jika ada tindak kejahatan kemudian dihakimi sendiri oleh masyarakat dengan perusakan atau penganiayaan, justru mereka ikut kami amankan, selain pelaku kejahatan,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Sleman Ajun Komisaris Anggaito Hadi Prabowo, di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (21/3/2019).
Keempat orang yang ditangkap itu adalah YS (46), MRJ (33), TW (37), dan YTM (44). Mereka ditangkap karena terlibat aksi perusakan dan pembakaran bus di Jalan Yogyakarta-Wates Kilometer 7, Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (13/3/2019) petang.
Kejadian itu bermula dari penabrakan terhadap Wahyu Cahyono (37), warga Gamping, saat mengendarai sepeda motor oleh bus yang dikendarai Joko Sundarto (57), warga Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu petang itu. Wahyu yang berkendara tanpa helm dan lampu belakang sepeda motor tersenggol bagian depan bus sewaktu akan berbelok ke kanan. Ia terjatuh dan mengalami luka di bagian kepala.
Bus yang dikendarai Joko lalu berhenti tidak jauh dari lokasi kejadian. Namun, tak berapa lama, massa yang mengamuk datang. Mereka meminta penumpang dari dalam bus untuk turun. Setelahnya, massa berusaha merusak dan membakar bus itu. Sementara itu, Joko lebih dulu lari dan mencari perlindungan ke Polsek Gamping sebelum terkena amukan massa.
Tidak direncanakan
YS menyatakan, aksi perusakan itu mereka lakukan hanya spontan. Tidak direncanakan sama sekali. Melihat tetangganya menjadi korban kecelakaan, mereka tersulut amarahnya, lalu membabi buta merusak bus tersebut.
Mereka langsung melemparkan apa saja yang ada di dekat mereka. Batu mereka lemparkan. Besi-besi mereka bawa untuk memukul dan memecahkan kaca.
Alat-alat yang digunakan untuk merusak bus itu diperoleh dari sekitar lokasi kejadian. Mulai dari batu hingga besi yang digunakan untuk memecahkan kaca bus. Namun, terkait aksi pembakaran, keempat tersangka itu masih bungkam dan tidak ada yang mau mengaku.
”Mereka langsung melemparkan apa saja yang ada di dekat mereka. Batu mereka lemparkan. Besi-besi mereka bawa untuk memukul dan memecahkan kaca. Menurut informasi dari warga, memang mereka ada niat mau membeli bensin (untuk membakar), tetapi tidak dilayani oleh penjual di sekitar tempat itu. Soal pembakaran masih kami dalami lagi,” kata Anggaito.
Anggaito menceritakan, para tersangka dibekuk setelah polisi mengidentifikasi dari rekaman video amatir peristiwa perusakan dan pembakaran bus yang beredar di media sosial. Awalnya, tersangka tak mau mengakui perbuatannya. Lalu, setelah disodorkan video itu, mereka mengaku juga.
Aparat kepolisian masih mengincar lima terduga pelaku lainnya. Mereka belum dapat ditangkap dan masih dalam penelusuran. Tersangka yang sudah ditangkap dijerat Pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun 6 bulan penjara.
”Bagi masyarakat yang mengetahui, tolong sampaikan kepada kami. Kami punya fasilitas perlindungan saksi dan korban. Beri tahu kami awalnya agar kasus ini menjadi terang benderang,” kata Anggaito.
Sementara itu, Anggaito menyampaikan, Joko juga menjalani proses hukum setelah menabrak Wahyu pada kejadian itu. Saat ini, Wahyu masih belum pulih dari cedera yang dialaminya akibat kecelakaan itu.