Hakim Tolak Keberatan Wakil Wali Kota Nonaktif Probolinggo
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya menolak semua eksepsi atau nota keberatan yang diajukan Wakil Wali Kota nonaktif Probolinggo Suhadak. Majelis pun memerintahkan jaksa penuntut umum melanjutkan proses persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi karena dakwaannya dianggap telah memenuhi ketentuan perundangan.
Putusan sela majelis hakim itu dibacakan dalam sidang lanjutan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (11/3/2019). Sidang yang berlangsung di lantai dua gedung pengadilan itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Rochmad.
Setelah membacakan amar putusan, majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Probolinggo untuk menghadirkan saksi-saksi ke persidangan dengan agenda pemeriksaan perkara dan pembuktian dakwaan. Jaksa meminta waktu sepekan untuk menyiapkan para saksinya.
Nilai kerugian negara berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebesar Rp 700 juta.
Suhadak didakwa korupsi pembangunan tahap pertama gedung serbaguna atau Islamic Center Kota Probolinggo tahun 2012 dengan pagu anggaran Rp 4,6 miliar. Terdakwa saat itu menjabat Direktur CV Pandan Landung. Perusahaan ini merupakan rekanan pemenang lelang pekerjaan pembangunan tahap pertama.
”Adapun nilai kerugian negara berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebesar Rp 700 juta,” ujar jaksa Ciprian Caesar.
Perbuatan terdakwa dinilai melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Pembangunan gedung serbaguna atau Islamic Center Kota Probolinggo terbagi dalam tiga tahap. Tahap pertama dilakukan pada 2012 dengan nilai anggaran Rp 4,6 miliar oleh PT Pandan Landung. Pembangunan tahap kedua berlangsung pada 2013 yang dikerjakan oleh CV Keong Mas dengan nilai anggaran Rp 825 juta. Adapun pembangunan tahap ketiga juga berlangsung pada 2013 dengan pihak pelaksana dari CV Sari Murni. Nilai anggarannya Rp 1,15 miliar.
Perkara ini tidak hanya melibatkan Suhadak, tetapi juga tiga orang lainnya. Mereka adalah Pejabat Pembuat Komitmen Purnomo, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan Dini Santi Ekawati, dan konsultan pengawas pelaksanaan proyek tahun jamak Johan Wahyudi. Perkara ketiganya sudah berkekuatan hukum tetap, bahkan mereka sudah selesai menjalani masa hukuman.
Sementara itu, menanggapi putusan sela tersebut, penasihat hukum terdakwa, Nur Cholik, mengatakan bahwa kliennya menerima. Selanjutnya, pihaknya akan mengikuti proses persidangan dan menyiapkan diri, termasuk berkomunikasi dengan jaksa terkait para saksi yang akan dihadirkan ke persidangan.
Berstatus terpidana
Ciprian menambahkan, Suhadak sebelumnya dijatuhi hukuman 5 tahun penjara oleh Mahkamah Agung dalam kasus lain. Putusan tersebut telah dieksekusi Kejari Probolinggo. Selain itu, dia juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp 138 juta.
Hukuman itu jauh lebih tinggi dari putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur yang memvonisnya dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Putusan MA itu terkait perkara korupsi dana alokasi pendidikan tahun 2009 yang menyebabkan kerugian negara Rp 15 miliar.
Saat itu, Suhadak menjadi terdakwa korupsi bersama mantan Wali Kota Probolinggo HM Buchori.