Dana Korupsi Jalan Rp 3 Miliar Dikembalikan Tunai ke Kejati Sumsel
Oleh
Rhama Purna Jati
·2 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS— Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menerima uang kerugian negara sebesar Rp 3 miliar dari perwakilan keluarga terdakwa Muhammad Teguh yang terjerat kasus dugaan penggelembungan pembangunan akses jalan lapangan terbang bandara Atung Bungsu, Kota Pagaralam. Adapun Teguh sampai saat ini masih menjalani proses hukum.
Kepala Sub Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel Fadly Habibie Selasa, (5/3/2019) di Palembang mengatakan, pengembalian dilakukan oleh pihak keluarga Teguh yang diserahkan langsung di kantor Kejaksaan Tinggi Sumsel yang diterima oleh Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel Raimel Jesaja.
Pengembalian ini dilakukan setelah Teguh diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Pagar Alam dalam kegiatan pembangunan jalan akses Bandara Atung Bungsu tahap III, berupa jalan hotmix 2 jalur. Pembangunan menggunakan dana APBD Kota Pagar Alam Tahun 2013 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 23.595.777.000. Dalam kegiatan tersebut, Teguh diduga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp. 5.364.988.226.
Teguh merupakan kontraktor dalam pembangunan akses Lapangan Terbang Bandara Atung Bungsu pada tahun 2013. Teguh diduga telah mengurangi volume jalan berupa panjang, lebar dan ketebalan jalan yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 5, 3 miliar.
Teguh diduga telah mengurangi volume jalan berupa panjang, lebar dan ketebalan jalan yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 5, 3 miliar.
Teguh sempat menjadi buronan selama enam tahun oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumatera Selatan. Sampai saat ini, Teguh sendiri masih menjani proses sidang. Dalam kasus ini, Pejabat Pembuat Komitmen dari Dinas PUPR Pagaralam, Teddy Juniastanto telah divonis 4, 5 tahun penjara.
Adapun uang yang dikembalikan itu langsung disetor ke Rekening Bank Republik Indonesia untuk dikembalikan ke kas Negara.
Kewajiban
Koordinator Fitra Sumsel Nunik Handayani mengatakan, pengembalian uang tidak bisa dijadikan alasan untuk memperingan proses hukum. Pasalnya, dalam tindak pidana korupsi, terdakwa pasti sudah memiliki itikad yang tidak baik dengan mempermainkan anggaran. “Kalau tidak ketahuan, tentu praktik ini akan terus berulang,” katanya.
Selain itu, pengembalian kerugian negara adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh terdakwa, sehingga bukan sebuah keistimewaan. Nunik menerangkan, kasus mempermainkan anggaran untuk mendapatkan keuntungan memang kerap terjadi.
Dinas PU sendiri menjadi yang paling rawan menjadi tempat praktik tersebut. Permainan anggaran biasanya dilakukan dengan mengurangi volume dan komposisi bahan. “Hal ini juga yang membuat kualitas jalan tidak sesuai standar,” katanya.
Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di Pagar Alam saja, tetap juga terjadi di 17 kabupaten kota yang ada di Sumsel. “Hal ini terlihat dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan yang kerap kali memperlihatkan adanya kecurangan,” kata dia.