WAMENA, KOMPAS - Sebanyak 406 anak yang mengungsi dari 12 distrik atau kecamatan di Kabupaten Nduga ke Wamena, Papua, segera dipindahkan dari sekolah darurat ke sekolah umum. Tujuannya agar anak-anak bisa mendapatkan kegiatan belajar yang lebih memadai.
Hal ini disampaikan Komandan Distrik Militer 1702/Jayawijaya Letnan Kolonel Inf Candra Dianto saat dihubungi dari Jayapura, Senin (18/2/2019). Candra mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemda Jayawijaya dan Pemda Nduga terkait pemindahan 406 anak ini ke sejumlah sekolah umum di Wamena.
Aktivitas pendidikan di 12 distrik tersebut sudah terhenti sejak Januari lalu pascainsiden penyerangan 28 pekerja PT Istaka Karya di Distrik Yigi pada 2 Desember 2018 lalu. 406 anak yang mengungsi ke Wamena ini terdiri dari pelajar di 10 sekolah dasar, 5 sekolah menengah pertama dan dua sekolah menengah atas.
"Ratusan anak ini akan dipindahkan dari sekolah darurat ke sekolah biasa dalam waktu dekat. Mereka akan mengikuti kegiatan belajar lebih optimal khususnya bagi para siswa SMA yang akan menyambut ujian nasional," tutur Candra.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nduga Jannes Sampouw mengatakan, terdapat 16 siswa SMA yang sedang mempersiapkan untuk mengikuti ujian nasional pada akhir Maret ini.
Saat ini 406 anak yang berasal 12 distrik tersebut masih menempati sekolah darurat di halaman Gereja Weneroma, Kampung Ilaga sejak awal Februari lalu.
Sekolah darurat yang dibangun Dinas Pendidikan Kabupaten Nduga, Relawan Kemanusian Nduga, dan Yayasan Teratai Hati Papua ini terdiri dari 10 ruangan yang baru dibangun dan tiga ruangan milik gereja.
"Kami siap memindahkan anak-anak ini apabila sudah ada persetujuan dari Pemkab Jayawijaya. Saat ini sebanyak 80 guru yang mengajar mereka di sekolah darurat," kata Jannes.
Ketua Komisi V DPR Provinsi Papua Kamasan Jack Komboy mengapresiasi upaya pemindahan 406 anak tersebut dari sekolah darurat ke sekolah umum di Wamena.
"Kami meminta agar bantuan bagi ratusan anak dari Nduga tidak hanya menjadi wewenang Pemda Nduga dan Pemda Jayawijaya. Pemprov Papua juga harus proaktif memberikan bantuan bagi anak-anak ini," tegas Kamasan.
Kepala Dinas Sosial, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Papua Ribka Haluk, ketika dikonfirmasi, mengatakan, pemberian bantuan bagi ratusan anak yang mengungsi ke Wamena adalah wewenang Pemda Nduga.
Masih bersiaga
Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi menegaskan, sebanyak dua kompi pasukan gabungan TNI dan Polri atau sekitar 200 personil masih bersiaga di Nduga.
Dua kompi pasukan ini tersebar di sejumlah distrik yang rawan aksi teror kelompok kriminal separatis bersenjata di bawah pimpinan Egianus Kogoya. Misalnya Mapenduma dan Yigi.
"Satgas Gabungan TNI dan Polri selalu melaksanakan patroli di distrik distrik untuk mencari lokasi persembunyian kelompok tersebut. Tim juga masih mencari empat pekerja PT Istaka Karya," tutur Aidi.
Diketahui kelompok Egianus Kogoya menyerang 28 pekerja Istaka Karya di Bukit Kabo, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga. Total sebanyak 17 orang meninggal, 7 orang selamat, dan 4 orang belum ditemukan tim gabungan TNI dan Polri hingga saat ini.
Ia menambahkan, penyebab ratusan anak mengungsi ke Wamena bukanlah karena kontak senjata antara aparat keamanan dan kelompok Egianus. Namun, hal itu akibat lumpuhnya aktivitas pendidikan di sana.
Para guru mengungsi dari sejumlah distrik di Nduga pasca insiden intimidasi 14 tenaga medis serta guru serta pelecehan seksual terhadap seorang guru pada Oktober 2018 lalu.
"Anak-anak meninggalkan kampung halamannya karena ingin mendapatkan layanan pendidikan di Wamena. Perbuatan kelompok Egianus telah mengganggu kegiatan belajar ratusan anak ini," tambahnya.