JAYAPURA, KOMPAS — Wisata pendakian gunung di Papua dan Papua Barat belum tergarap dengan optimal. Belum adanya sarana dan prasarana, regulasi, serta jaminan keamanan bagi wisatawan membuat wisata ini tidak berkembang.
Hal itu disampaikan Ketua Papua Mountaineering Association (PMA) atau Asosiasi Pendaki dan Pemandu Gunung Papua Maximus Tipagau saat dihubungi dari Jayapura, Kamis (7/2/2019).
Maximus mengatakan, selama ini tidak ada pajak yang dikenakan bagi para pendaki. Tidak ada pula pembayaran bagi masyarakat adat selaku pemilik hak ulayat. Ketiadaan itu membuat hasil ekonomi pendakian menjadi kecil.
Papua saat ini memiliki Puncak Cartenz yang tingginya mencapai 4.884 meter di atas permukaan laut. ”Destinasi wisata seperti Cartenz sangat diminati wisatawan asing. Mereka bahkan rela mengeluarkan biaya hingga 11.000 dollar AS atau sekitar Rp 164 juta untuk satu kali pendakian,” kata Maximus.
Dari data Dinas Pariwisata Provinsi Papua, ada 100-200 pendaki yang naik ke Cartenz setiap tahun. Pendakian sejumlah itu dikelola 10 operator dan tidak ada satu pun penginapan dan rest area di Cartenz.
Pendakian itu juga belum memiliki regulasi keamanan standar. Dalam dua tahun terakhir telah terjadi dua kasus kecelakaan yang menyebabkan dua pendaki tewas di Cartenz. Baca juga: Pendakian Cartenz Minim Penanganan Kedaruratan
Selain itu, ujar Maximus, di kawasan wisata pendakian gunung seperti Gunung Cartenz juga ditemukan banyak sampah. Selama setahun terakhir, masyarakat dan pengurus PMA membersihkan 9 ton sampah di Cartenz.
Potensi wisata pendakian di Papua juga belum banyak dipromosikan. ”Selain Cartenz, Papua memiliki banyak gunung yang berpotensi menjadi destinasi wisata pendakian. Misalnya Lembah Baliem di Wamena, Cycloop di Jayapura, dan Gunung Arfak di Kabupaten Pegunungan Arfak. Sayangnya hanya Cartenz yang baru dikunjungi wisatawan,” ungkap Direktur Cartenz Adventure ini.
Maximus mengatakan, asosiasi pendaki dan pemandu gunung di Papua berencana merancang tata kelola pariwisata pendakian agar potensi pendakian bisa dikelola lebih baik. PMA akan menetapkan regulasi pengelolaan wisata pendakian gunung serta mewajibkan operator agar membayar pajak.
”Kami akan menggelar pertemuan dengan pemda setempat, pihak kepolisian, dan semua operator yang menjadi anggota PMA. Tujuannya agar kami dapat menetapkan solusi atas masalah yang menghambat sektor wisata pendakian gunung di Papua,” ujarnya.
Kami akan menggelar pertemuan dengan pemda setempat, pihak kepolisian, dan semua operator yang menjadi anggota PMA. Tujuannya agar kami dapat menetapkan solusi atas masalah yang menghambat sektor wisata pendakian gunung di Papua.
Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Dinas Pariwisata Papua Erik Ohee ketika dikonfirmasi mengakui minimnya sosialisasi menjadi penghambat dalam mengembangkan destinasi wisata pendakian gunung.
Menurut dia, selama ini belum ada satu pun operator pendakian gunung yang memberikan informasi kepada Pemerintah Provinsi Papua terkait dengan kendala-kendala itu.
Akibatnya, lanjut Erik, dana otonomi khusus untuk sektor pariwisata belum pernah digunakan buat pengembangan destinasi wisata pendakian gunung.
”Pada dasarnya kami siap memberikan pelatihan dan membangun fasilitas seperti penginapan dan rest area di lokasi-lokasi itu. Namun, kami juga membutuhkan adanya jaminan keamanan baik dari pihak kepolisian maupun masyarakat adat,” ujarnya.