Setelah Plaju, Bahan Bakar Nabati Diproduksi di Kilang Lainnya
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS—Pertamina terus mendorong pengolahan minyak nabati menjadi bahan bakar berkualitas dan ramah lingkungan setelah menjadikan Kilang Minyak III Plaju, Palembang, Sumatera Selatan sebagai pilot project pengolahan minyak sawit menjadi bahan bakar Desember lalu. Langkah itu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada minyak impor dan menciptakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat berkunjung ke Unit Kilang Minyak III Plaju Palembang, Kamis (17/1/2019) bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan pengembangan energi hijau di Kilang Plaju, akan menghemat kas perseroan hingga US$ 160 juta atau Rp 2,3 triliun per tahun, sekaligus mengurangi impor minyak hingga 7,36 ribu barel per hari (bph).
“Pengembangan kilan hijau (green refinery) sekaligus menjadi upaya Pertamina menyukseskan program pemerintah untuk perluasaan penggunaan B20 serta mengurangi impor BBM sehingga cadangan devisa akan terjaga,” imbuh Nicke.
Dalam jangka panjang, Pertamina telah melakukan kerjasama dengan ENI, perusahaan minyak asal Italia, pelopor konversi kilang pertama di dunia, untuk mengembangkan kilang-kilang Pertamina menjadi kilang hijau.
Kerjasama ini merupakan bagian dari komitmen Pertamina dalam menyediakan bahan bakar ramah lingkungan sekaligus mengoptimalkan sumber daya alam dalam negeri untuk menciptakan ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional. Pertamina juga menjajaki kerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara terkait suplai minyak kelapa sawit sebagai bahan baku bahan bakar ramah lingkungan, agar bahan bakar yang dijual tetap terjangkau bagi masyarakat Indonesia.
Konversi Kilang Plaju menjadi kilang hijau pertama di Indonesia itu telah dilakukan melalui serangkaian kajian dan ujicoba. Pada Agustus – September 2018, telah dilakukan ujicoba dengan metode Advanced Cracking Evaluation (ACE) Test yang menunjukkan RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) berpotensi dapat diolah di Kilang Plaju dengan skema co-processing atau pengolahan bersama. Co-processing ini merupakan salah satu metode produksi bahan bakar hijau melalui proses pengolahan bahan baku minyak nabati dengan minyak bumi secara bersamaan menjadi bahan bakar hijau.
Pada Oktober – November 2018, dilanjutkan penyiapan berbagai sarana dan prasarana. Pada Desember 2018, telah dilakukan ujicoba skema co-processing dengan injeksi RBDPO secara bertahap 2,5 hingga 7,5 persen. Hasilnya cukup menggembirakan, karena bisa memproduksi bahan bakar ramah lingkungan dengan angka oktan hingga 91,3.
“Saat ini, unit RFCC Kilang Plaju yang berkapasitas 20,5 Million Barel Steam Per Day (MBSD) mampu menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan green fuel yang lebih ramah lingkungan sebanyak 405 ribu barel per bulan setara 64.500 kilo liter per bulan. Selain itu, kilang ini juga menghasilkan produksi elpiji ramah lingkungan sebanyak 11.000 ton per bulan,” ucap Nicke.
Kilang Hijau di Plaju, akan terus dikembangkan pada kilang lainnya seperti Kilang Cilacap, Balongan dan Dumai. Bahan bakar yang dihasilkan pun akan diperluas seperti Green Avtur dan Green Diesel yang lebih ramah lingkungan.
Jonan mengatakan di tahap awal, bahan turunan kelapa sawit itu akan dicampurkan ke dalam minyak diesel. Dengan inovasi itu diharapkan impor minyak yang saat ini mencapai 400.000 barel per hari bisa dikurangi.