SEMARANG, KOMPAS — Jawa Tengah termasuk salah satu daerah dengan ancaman bencana tsunami, terutama di pesisir selatan. Namun, hingga kini, baru ada tempat evakuasi akhir atau shelter yang disiapkan bagi pengungsi bencana Gunung Merapi di Kabupaten Klaten dan Magelang.
”Untuk sesar aktif yang diperkirakan ada di jalur pantai utara timur maupun kawasan selatan, belum ada persiapan untuk shelter. Jika itu penting, kemungkinan akan dibantu Badan Nasional Penanggulangan Bencana,” ujar Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah Sarwa Pramana, Senin (7/1/2019).
Tempat evakuasi akhir guna penyelamatan warga di radius paling rawan bencana Gunung Merapi dibangun bertahap sejak 2015. Pembangunan shelter mengantisipasi ancaman erupsi Gunung Merapi yang beberapa kali terjadi sejak 2006.
Pemerintah Kabupaten Magelang telah menyediakan 17 shelter untuk lokasi pengungsian warga di 17 desa, tersebar di enam kecamatan. Desa-desa itu berada kawasan rawan bencana II dan III dari puncak Gunung Merapi.
Edi Susanto, Kepala BPBD Kabupaten Magelang, menuturkan, setiap shelter tersedia 20 set peralatan dapur umum. Jika tidak ada ancaman bencana, kondisi shelter kosong. Secara rutin, shelter dikontrol dan dirawat.
Sementara itu, di Kabupaten Klaten, yang memiliki tiga kecamatan di kawasan rawan bencana Gunung Merapi juga telah tersedia shelter evakuasi warga terdampak erupsi. Tempat evakuasi itu berada di Desa Kebondalem (Kecamatan Prambanan), Desa Demakijo (Kecamatan Karangnongko), serta Desa Menden (Kecamatan Kebonarum).
”Setiap shelter idealnya menampung 200-300 pengungsi supaya lebih nyaman. Namun kenyataannya, setiap kali terjadi erupsi dan warga dievakuasi, setiap shelter bisa disesaki lebih dari 1.000 pengungsi,” ujar Kepala BPBD Kabupaten Klaten Bambang Giyanto.
Supriyanto, warga Kecamatan Karangnongko, Klaten, mengatakan, kondisi shelter masih baik. Secara rutin, warga dibantu perangkat kecamatan di Karangnongko melakukan perawatan bersama. Keadaan di shelter memang kosong, tidak ada bahan makanan yang tersimpan sehingga warga tinggal mengawasi supaya tempat itu tidak dimanfaatkan untuk kepentingan di luar pengungsian warga.