Suciwati: Penegakan Hukum Kejahatan Kemanusiaan Masa Lalu Dinilai Nol
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BATU, KOMPAS-Istri penggiat hak asasi manusia almarhum Munir Said Thalib, Suciwati, mengatakan, saat ini penegakan hukum terhadap kejahatan kemanusiaan masa lalu masih nol, meski terjadinya kasus-kasus kejahatan kemanusiaan saat ini tidak sebanyak pada masa lalu.
Hal itu dikatakan Suciwati di sela-sela Peringatan 5 Tahun Museum Omah Munir “Menolak Lupa” di Gedung Graha Pancasila, Balai Kota Among Tani, Batu, Jawa Timur (Jatim), Senin (10/12/2018) malam.
Event yang bersamaan dengan Peringatan Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional itu juga diwarnai pendatanganan nota kesepahaman pembangunan gedung baru Museum Omah Munir oleh Yayasan Museum Omah Munir dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Batu dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim.
“Kalaupun ada yang dipenjara dalam kasus penculikan baru sebatas pelaku lapangan. Justru mereka dipromosikan. Ketika ruang itu dikuasi penjahat maka penegakan hukum terhadap pelanggar HAM masih sulit,” ujarnya.
Saat ini, menurut Suciwati kasus pelanggaran HAM masih terjadi. Namun, terkadang, ada upaya balik berupa pelaporan pencemaran nama baik dan kriminalisasi terhadap orang-orang yang berbicara kebenaran.
Sementara itu terkait dengan gedung museum baru yang akan menempati lahan milik Pemerintah Kota Batu seluas 2.200 meter persegi itu, Suciwati berharap ke depan museum itu bisa menjadi ruang pembelajaran bersama tentang HAM. HAM dan Museum Omah Munir tidak bisa dipisahkan karena itu bagian dari mimpi-mimpi besar mendiang Munir untuk kemanusiaan.
“Lima tahun Museum Omah Munir luar biasa, dari kediaman (rumah) kami hingga akhirnya akan pindah lokasi. Pemkot Batu dan Pemprov Jatim bersama mendukung warisan almarhum soal pendidikan HAM. Semoga, ke depan, bisa segera mendorong agar kasusnya segera selesai (terungkap auktor intelektual pembunuhan terhadap Munir),” katanya.
Adapun Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko mengaku senang bisa memfasilitasi Museum Omah Munir memiliki tempat representatif untuk pendidikan HAM. Salah satu tujuan berdirinya Omah Munir adalah memberikan edukasi terhadap generasi muda untuk bisa bertanggung jawab, termasuk kepada diri sendiri.
“Semoga dari Batu pendidikan HAM bisa dilakukan, tidak harus dari Jakarta,” ujarnya. Menurut Dewanti generasi muda perlu diajarkan pemahaman tentang bagaimana menghargai hak-hak orang lain.
Sementara itu, Gubernur Jatim Soekarwo dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Pemprov Jatim, Jonathan Judianto, mengatakan keberadaan museum Omah Munir menjadi sarana pendidikan HAM, khususnya di Jawa Timur. Pemprov sendiri telah berupaya mewujudkan pemenuhan hak masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembangunan museum Omah Munir, Pemprov Jatim sendiri berperan sebagai penyedia anggaran. Rencananya gedung baru Omah Munir akan mulai dibangun pertengahan tahun 2019 ini.
Ulang tahun Museum Omah Munir kali ini memang terasa berbeda. Selain sambutan, kegiatan ini juga diwarnai dengan pengumuman pemenang sayembara desain bangunan museum oleh Ikatan Aristek Indonesia Malang. Sayambara diikuti 131 peserta (60 yang mengirimkan karya desain) yang merupakan arsitek profesional dari sejumlah daerah di Indonesia.
Peringatan Lima Tahun Omah Munir kali ini juga diwarnai cuplikan kecil tembang politik Opera “M” karya Ananda Sukarlan berdasarkan naskah monolog karya Seno Gumira Ajidarma. Butet Kertaredjasa—sebagai salah satu dari lima juri sayembara desain—juga ikut membawakan monolog pada kesempatan ini.