Jagung Sumbang Inflasi 2 Persen, Sentra Produksi Jadi Pengendali
Oleh
ADI SUCIPTO KISSWARA
·3 menit baca
LAMONGAN, KOMPAS — Secara nasional, komoditas jagung menyumbang inflasi 2 persen yang hampir sama dengan beras. Inflasi terjadi tidak hanya terkait keterjangkauan harga, tetapi juga berkaitan erat dengan ketersediaan pasokan dan distribusi.
Ketika terjadi ketidakseimbangan di tiga faktor tersebut, terlebih di wilayah sentra jagung seperti Lamongan, hal itu bisa memicu ancaman inflasi yang tinggi. Hal tersebut disampaikan Puji Gunawan dari Kementerian Perekonomian dalam Diskusi Stabilisasi Harga Jagung di Lamongan, Kamis (22/11/2018).
”Kami juga ingin tahu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, serta distribusi jagung di Lamongan untuk menghindari inflasi. Apalagi Lamongan sentra produksi jagung di Jatim,” kata Puji.
Ia mengungkapkan, naiknya inflasi pada daerah sentra produksi komoditas pertanian pernah terjadi di Medan. Medan merupakan penghasil cabai, tetapi juga menyumbang inflasi terbesar untuk cabai.
Ia berharap, produksi jagung yang tinggi tidak menjadi penyumbang inflasi jagung yang tinggi pula di Lamongan. Hasil diskusi dari Lamongan itu nantinya menjadi masukan besar bagi Tim Pengendali Inflasi Pusat untuk menyusun kebijakan selanjutnya.
Bupati Lamongan Fadeli mengungkapkan, peningkatan produksi jagung merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Hal tersebut tidaklah mudah karena harus mengubah pola pikir petani jagung yang dulunya tradisional menjadi berpola pikir modern. Petani didorong menggunakan bibit varietas unggul serta mengubah pola tanam hingga cara panen.
Fadeli mengatakan, total produksi jagung dari Januari hingga Oktober mencapai 550.214 ton. Berkat kesadaran petani menanam jagung dengan cara tidak konvensional, produksi yang semula hanya 5-6 ton per hektar kini rata-rata bisa mencapai 9 ton per hektar.
Kini, di Lamongan jagung dikembangkan di 15 kecamatan. Bahkan, ada produksi jagung yang di atas rata-rata. Ia mencontohkan, di Brondong produksi mencapai 10-14 ton dalam 1 hektar.
”Kami ingin mendorong tumbuhnya produk olahan bukan cuma dijual dalam bentuk jagung pipilan kering begitu saja. Di setiap desa nantinya harus ada Warung LA. Jualannya mirip minimarket, tetapi 30 persen produk warga setempat, semisal jus jagung rasa durian,” papar Fadeli.
Ia menilai, ketersediaan jagung cukup. Ia meminta Kementerian Pertanian tidak perlu melakukan impor. Yang perlu dilakukan pemerintah saat ini, kata Fadeli, adalah menjaga keseimbangan harga. Tujuannya agar petani jagung menikmati keuntungan, peternak juga tidak menjerit karena tingginya harga pakan.
Harga jagung perlu dijaga jangan sampai kurang dari Rp 4.000 per kilogram (kg). Namun, harganya juga jangan sampai lebih dari Rp 5.000 per kg agar tidak memukul peternak. ”Jangan ada permainan dengan menahan stok di gudang. Stok harus dikeluarkan untuk menjaga keseimbangan,” ucap Fadeli.
Ia menyatakan, saat ini, stok jagung di gudang di Lamongan mencapai 6.800 ton. Produksi di Lamongan juga terus digenjot dengan program Pertanian Jagung Modern (Tani Jago).
Program itu bisa mengatrol produksi rata-rata dari 5,8 ton menjadi 9 ton per hektar. Produktivitas itu diikuti lonjakan produksi, pada 2015 sebanyak 323.550 ton, pada 2016 sejumlah 370.000 ton, tahun 2017 sebesar 571.080 ton, dan tahun 2018 sampai Oktober sebanyak 550.214 ton.
Produktivitas rata-rata tahun lalu mencapai 8,3 ton per hektar. Produktivitas tahun ini mencapai 9 ton per hektar berkat penerapan pertanian jagung modern.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumardjo Gatot Irianto dalam Safari Panen Jagung di Desa Bulubrangsi, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Sabtu (10/11/2018), menyatakan, jagung dan keseimbangan harganya perlu dijaga agar tidak menimbulkan gejolak. Harga jagung juga harus membuat petani untung, tetapi juga jangan sampai membuat peternak buntung, begitu pula sebaliknya.
Kebutuhan jagung untuk bahan pangan olahan dan bahan pakan ternak juga butuh data riil agar tidak terjadi ketimpangan. Kondisi riil di Lamongan menunjukkan stok jagung ada dan melimpah. ”Hanya saja, sebaran produksi secara nasional belum merata,” ucapnya.
Sumardjo menjanjikan akan membantu alat pengering ultraviolet untuk menjaga kualitas jagung. Selain itu, juga akan ada bantuan benih dan mesin panen multiguna.