Jatim Tingkatkan Kewaspadaan Bencana di Musim Hujan
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Menjelang puncak musim hujan pada Januari-Februari 2019, masyarakat Jawa Timur diminta waspada terhadap bencana banjir dan tanah longsor. Dari 38 kabupaten/kota di Jatim, 22 daerah di antaranya rawan banjir dan 13 daerah rawan tanah longsor.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jatim Suban Wahyudiono, Selasa (13/11/2018), di Surabaya, meminta warga yang tinggal di lokasi rawan bencana harus waspada terhadap ancaman bencana alam. ”Ada 12 potensi bencana yang mengancam 412 desa di Jatim,” katanya.
Dia mengatakan, potensi bencana terbanyak adalah banjir dan tanah longsor. Ancaman bencana banjir berada di 22 kabupaten/kota dan longsor ada di 13 kabupaten/kota. Ancaman banjir berada di sepanjang wilayah yang dilewati Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas, sedangkan wilayah rawan longsor berada di daerah sekitar lereng Gunung Wilis.
”Risiko bencana itu cenderung meningkat ketika memasuki puncak musim hujan, yakni pada Januari hingga Februari,” ujar Suban.
Untuk mengurangi risiko bencana yang membahayakan jiwa tersebut, dia meminta kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah untuk segera mengecek kondisi alat peringatan dini bencana atau early warning system (EWS) yang ada di daerahnya masing-masing. Laporan awal menyebutkan, ada enam alat EWS yang mengalami kerusakan.
Dia meminta warga di daerah bencana yang alat EWS-nya rusak meningkatkan kewaspadaan. Desa-desa itu sudah diberi pelatihan tangguh bencana sehingga semua pihak diharapkan mampu mengantisipasi jika suatu saat terjadi bencana di wilayah mereka.
”Tahun depan kami anggarkan pengadaan sebanyak 13 EWS. Untuk saat ini, warga bisa memanfaatkan kentungan untuk peringatan bencana secara tradisional,” ujar Suban.
Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan, pihaknya telah mengidentifikasi daerah rawan bencana. Di daerah rawan banjir dilakukan pengerukan sungai dan peninggian kawasan sekitar bantaran kali. Sementara untuk wilayah rawan longsor, dia meminta dilakukan penanaman pohon tegak yang mampu menyerap air, seperti pohon trembesi dan mahoni.
”Masyarakat di daerah rawan longsor bisa bekerja sama dengan Perhutani dengan menanam pohon seperti mahoni atau trembesi karena banyak masyarakat yang lebih memilih menanam pohon sengon lantaran bisa cepat dipanen,” ujarnya.