Karakteristik Pembangunan Infrastruktur Surabaya Berbeda
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS - Infrastruktur merupakan elemen penting dalam tatanan kota untuk memenuhi kebutuhan hidup serta menunjang berbagai keperluan lain agar berjalan lancar. Untuk itu pembangunan infrastruktur tidak bisa berhenti, tetapi terus berkesinambungan karena semuanya bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Surabaya Erna Purnawati ketika berbicara di depan mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, karena begitu penting fungsi infrastruktur, maka wilayah wajib memperhatikan perkembangan pembangunannya, terutama untuk kota besar seperti Surabaya.
Terlebih lagi Surabaya dengan luas 350 kilometer persegi dan dihuni sekitar 3 juta jiwa, memiliki karakteristik pembangunan infrastruktur yang berbeda dengan kota-kota pada umumnya. "Perbedaan karaterisktik itu tidak terlepas dari dari tipe kepemimpinan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang selalu ingin memberikan yang terbaik bagi warganya," ujar Erna.
Perbedaan karaterisktik itu tidak terlepas dari dari tipe kepemimpinan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang selalu ingin memberikan yang terbaik bagi warganya
Risma dalam kebijakannnya selalu menekankan, setiap ada jalan yang rusak, harus segera diatasi. Untuk memuluskan jalan yang berlobang, ada satgas di setiap wilayah sehingga begitu ada laporan masuk ke pemkot melalui layanan darurat bernama Command Center (CC) 112.
Melalui 112, warga Surabaya secara gratis bebas memberikan laporan atau informasi terkait kedaruratan termasuk jalan rusak, drainase tersumbat serta terkait masalah yang dihadapi warga.
Kebijakan ini papar Erna, nampak pada proyek pembangunan jalan di Kota Surabaya. Dari 17.000 kilometer jalan kewenangan Provinsi Jawa Timur, 11 km di antaranya berada di dalam wilayah Kota Surabaya. Dalam aturan, seharusnya pemkot tidak boleh ikut dalam perbaikan kerusakannya.
Namun realitanya, seluruh jalan yang ada di wilayah Surabaya justru kewenangan ini diambil oleh Pemerintah Kota Surabaya. Begitu pula dengan jalan nasional maupun jalan milik pengembang yang sudah dipakai umum. "Semua itu dilakukan pemkot dengan alasan keselamatan warganya," kata Erna pada Minggu (7/10/2018).
Hanya di Surabaya pula, lanjut Erna, siapapun yang ingin mendirikan bangunan lebih dari 500 meter persegi, wajib ada pengarahan terkait drainase. Ketentuan ini berbeda dengan kota-kota lain yang tidak mewajibkan hal ini. “Kewajiban terkait drainase atau saluran air wajib disediakan pemilik bangunan untuk menghindari banjir atau supaya banjir tidak kian parah,” jelas alumni ITS 1984.
Untuk saluran air, Pemkot Surabaya juga banyak mengusahakan perbaikan infrastrukturnya. Sekali pun itu kewenangan pihak Pemprov Jatim atau pemerintah pusat. Sebab realitanya masih banyak saluran air di Surabaya yang tidak dikeruk, sehingga yang seharusnya lebar, namun ternyata masih sangat sempit. "Untuk menfungsikan saluran air supaya tidak banjir, Pemkot Surabaya beserta satuan petugas (Satgas) turun mengeruknya hingga ke laut," kata Erna.
Dari semua bidang pembangunan, ungkap Erna, dana APBD untuk Dinas Pekerjaan Umum paling besar dihabiskan untuk pengadaan tanah. Pemkot Surabaya berpandangan bahwa tanah harus dibeli sesegera mungkin. Apabila lebih lama, harga tanah akan menjadi semakin mahal. “Dalam pembangunan infrastruktur, pengadaan tanah langkah paling awal yang harus dilakukan,” terang Erna lagi.
Berkat segala usaha Pemkot Surabaya ini, dikatakan Erna, banyak tamu yang berdatangan ke Surabaya setiap harinya. Tujuan kedatangannya tak lain adalah mencontoh apa yang telah diusahakan oleh Pemkot Surabaya untuk kemajuan pembangunan infrastrukturnya.
Surabaya juga jaug lebih hijau dan tertata. Paling tidak kota ini trotoar benar-benar menjadi "milik" pejalan kaki. Salurean air juga secara bertahap dikeruk lalu dibangun kembali dengan penambahan lebar hingga empat meter dan kedalam 3 meter.