MEDAN, KOMPAS — Dokter yang membuka praktik atau klinik sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama kini dituntut tidak hanya menguasai ilmu kedokteran untuk mengatasi kasus kesehatan, tetapi juga menguasai manajemen organisasi pengelolaan fasilitas kesehatan. Di era pelayanan kesehatan melalui Jaminan Kesehatan Nasional, fasilitas kesehatan tingkat pertama terus didorong perbaikannya untuk memberikan layanan kesehatan bermutu sebagai langkah pencapaian universal health coverage.
Hal itu mengemuka dalam HJ Learing Forum, ”Manajemen Klinik di Era JKN” di Hotel Santika, Medan, Minggu, (16/9/2018).
Wakil Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Medan Qadri Fauzi Tanjung mengatakan, 60 persen kasus pasien rawat jalan yang masuk ke rumah sakit tipe C sejatinya bisa diselesaikan di fasilitas kesehatan primer atau tingkat pertama. Pasien dirujuk ke rumah sakit karena kasus yang dialami pasien tidak bisa diselesaikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama terkait masalah kompetensi tenaga kesehatan atau ketiadaan fasilitas. Jika hal itu bisa diatasi, penghematan biaya bisa dilakukan.
Surveyor Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), yang juga Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Asahan, Ibnu Yazid Shabri mengatakan, Jaminan Kesehatan Nasional telah menargetkan universal health coverage pada 2019. Ini mendorong akreditasi penyediaan fasilitas kesehatan, termasuk FKTP, agar bisa memberikan pelayanan terbaik kepada pasien. ”Berbiaya rendah, tetapi pelayanan tinggi,” kata Ibnu.
Ia mengatakan, tantangan pelayanan kesehatan saat ini tidak hanya soal teknis kedokteran atau teknis medis dan kesehatan belaka, tetapi juga masalah hukum, ekonomi, dan sosial.
Para dokter yang membuka praktik atau penanggung jawab klinik FKTP perlu menyiapkan berbagai perantinya, mulai dari legalitas, kesiapan SDM, sarana prasarana, standar pelayanan, pemasaran, penentuan tarif, hingga sistem informasi manajemen. ”Perlu dipikirkan, misalnya bagaimana mengelola sampah medik, bagaimana membangun klinik yang membedakan saluran buang air dari dapur dan dari ruang operasi sejak awal mendirikan klinik,” kata Ibnu. Hal ini disebabkan banyak klinik berdiri dengan sistem tempel. Pengelola ada rezeki tambah bangunan dan fasilitas, tetapi tidak berkesesuaian dengan bangunan lama sehingga terlihat tempel-tempel,” kata Ibnu.
Untuk pendirian klinik, ada 502 elemen yang dinilai, dokter praktik mandiri sebanyak 227 elemen. Penilaian dilakukan demi peningkatan pelayanan dan kesehatan pasien serta perlindungan SDM kesehatan.
Kepala Seksi Bidang Penjaminan Manfaat Primer BPJS Kesehatan Medan mengatakan, saat ini 97 persen penduduk Indonesia sudah masuk sebagai peserta JKN. Hingga Desember tahun lalu, terdapat 237 FKTP yang bekerja sama dengan BPKS Kesehatan Medan. Pihaknya menargetkan hingga akhir tahun 2018 terdapat 252 FKTP yang bekerja sama atau bertambah 15 tahun ini.
Namun, hingga Agustus ini, jumlah FKTP yang bekerja sama baru 240 FKTP. Terdapat 8 FKTP baru, tetapi ada lima FKTP yang mengundurkan diri. Pihaknya membuka FKTP yang akan bekerja sama dengan BPJS yang mampu menyelesaikan 144 diagnosis kasus pasien sesuai syarat dalam FKTP.