BANDUNG, KOMPAS — Permasalahan sampah menjadi salah satu prioritas yang mendesak diselesaikan Pemerintah Kota Bandung. Peran serta masyarakat membuat pengolahan sampah mandiri menjadi solusi untuk meminimalkan sampah yang terus menumpuk.
Wakil Wali Kota Bandung Oded Muhammad Danial, Senin (13/8/2018), menyatakan, pola pengolahan sampah di Bandung semaksimal mungkin harus dilakukan langsung dari sumbernya, yaitu rumah tinggal. Jika masyarakat punya kemampuan memilah dan mengolah sampah, biaya yang dibutuhkan dalam penanganan sampah bisa diminimalkan.
”Pola penanganan sampah selama ini, dengan metode angkut buang, biayanya sangat besar, mencapai Rp 150 miliar per tahun. Oleh karena itu, penanganan pengolahan sampah mandiri bisa mengurangi biaya tersebut sehingga anggaran bisa dialokasikan ke aspek lain,” tutur Oded saat mengunjungi pengolahan sampah mandiri di salah satu kawasan bebas sampah, di Kecamatan Cibeunying Kaler, Bandung.
Data Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung tahun 2016 menyebutkan, sekitar 2,5 juta warga menghasilkan 1.500-1.600 ton sampah per hari. Namun, hanya 1.100-1.200 ton yang terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah Sarimukti, sedangkan 150-250 ton sampah diolah oleh warga.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung M Salman Fauzi menambahkan, problem yang menjadi fokus pemerintah adalah upaya untuk pengolahan sampah yang mampu dilakukan dari sumbernya. Ia memaparkan, di setiap kecamatan sebaiknya minimal ada satu kawasan bebas sampah yang memiliki kemampuan pengolahan sampah mandiri.
Sejauh ini, lanjutnya, dari 30 kecamatan yang ada, 16 kecamatan sudah memiliki alat pengolahan sampah berupa biodigester dengan kapasitas 10 kilogram. Biodigester adalah alat yang memproses sampah organik menjadi biogas yang dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga. Adapun 14 kecamatan lainnya memiliki pengolahan sampah sederhana.
Kesadaran masyarakat
Dalam kunjungannya, Oded memuji tingkat partisipasi masyarakat RW 009, Sukaluyu, Cibeunying Kaler, dalam pengolahan sampah mandiri yang mencapai 58 persen. Sebagai kawasan bebas sampah, wilayah ini mampu menerapkan kesadaran dalam mengolah sampah tanpa membebani lingkungan.
Berdasarkan keterangan Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) yang membantu RW 009 dalam pengolahan sampah di Kota Bandung, hampir 200 keluarga sudah memiliki kesadaran memilah sampah sehingga membantu upaya pengolahan sampah mandiri. Hingga Agustus 2018, pengelolaan sampah di kawasan ini mencapai 70 kilogram per hari.
”Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat, harus ada regulasi dan peran serta dari pemangku kebijakan, terutama ketua RW. Jika hanya menggunakan ajakan lembaga luar, masyarakat terkadang tidak mau bekerja sama,” ujar Direktur Eksekutif YPBB David Sutasurya.
Iwan Poernawan (55), Ketua RW 009, menyatakan, upaya untuk mengajak masyarakat agar bisa memilah sampah dan mengolah secara mandiri dilakukan sejak tahun 2014. Ia berujar, kesadaran masyarakat tidak selalu meningkat.
”Karena itu, hingga saat ini saya tidak pernah berhenti mengajak masyarakat untuk tetap memilah sampah demi kebersihan lingkungan,” lanjutnya.