Sinau Desa, Masyarakat Diajak Belajar tentang UU Desa
Oleh
Dahlia Irawati
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Komunitas-komunitas kecil di desa terus bergerak guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. Keterlibatan masyarakat dalam membangun desa dinilai menjadi salah satu kunci keberhasilan pembangunan nasional.
Upaya meningkatkan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan dilakukan dengan membuat forum Sinau Desa, yang digelar di Kedai Kopi Kawee, Desa Pandanlandung, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (10/8/2018).
Dalam forum diskusi tersebut hadir perangkat desa, pendamping desa, pegiat desa, akademisi, media, penulis, dan masyarakat umum. Forum tersebut berusaha mengajak masyarakat desa memahami peran mereka sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Forum Sinau Desa edisi pertama tersebut mengambil tema perencanaan desa. Hal itu sesuai dengan siklus di desa, yang saat ini rata-rata desa di Indonesia sedang membuat perencanaan desa. Dalam siklus pembangunan desa, bulan Juni-September adalah fase perencanaan desa, tepatnya menyusun Rencana Kerja Pemerintahan Desa.
Pemantik diskusi dibuka dengan paparan dari pegiat Desa Pandanlandung, Iman Suwongso. Ia memaparkan pentingnya perencanaan desa demi pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran.
Hanya saja, sering timbul tantangan dalam perencanaan desa tersebut. Beberapa tantangan perencanaan misalnya pola pikir (mindset) ”tidak mau repot”, teknis dan mekanisme yang tidak dipahami, partisipasi masyarakat lemah, kapasitas Badan Permusyawaratan Desa, keselarasan siklus perencanaan desa dengan perencanaan nasional, akurasi profil desa, serta masalah pendampingan.
”Kalau mindset-nya tidak diubah, bisa jadi perencanaan pembangunan akan sekenanya. Harus disadari bahwa perencanaan desa bukan hanya untuk kelompok masyarakat tertentu. Bukan pula untuk sekadar memudahkan kerja perangkat,” ujar Iman.
”Yang terpenting adalah perencanaan itu harus sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Semakin banyak warga terlibat dalam perencanaan, pembangunan desa semakin tepat sasaran. Dan, saat pembangunan desa berjalan baik, pembangunan nasional pun akan berhasil baik,” lanjutnya.
Najih, pendamping lokal desa di Bululawang, mengatakan, salah satu kendala melihat progres pembangunan di desa adalah parameter yang digunakan.
”Selama ini, orang melihat parameter desa berhasil adalah saat ada bangunan dibangun dengan megah, seberapa jalan dibangun, dan seberapa sering kegiatan dilakukan. Tidak dilihat bahwa ada keterlibatan masyarakat di sana yang sebenarnya penting. Ini tentu menjadikan seolah-olah desa yang secara fisik tidak terlihat pembangunan fisiknya secara besar-besaran dinilai tidak berhasil," tuturnya.
Orang melihat parameter desa berhasil adalah saat ada bangunan dibangun dengan megah, seberapa jalan dibangun, dan seberapa sering kegiatan dilakukan. Tidak dilihat bahwa ada keterlibatan masyarakat di sana yang sebenarnya penting.
Ia berharap, orang, termasuk pemerintah, tidak hanya melihat pembangunan fisik sebagai bukti keberhasilan pembangunan desa. Menanggapi hal itu, peserta diskusi mengapresiasi kerja-kerja masyarakat desa yang tidak terpaku pada pembangunan fisik semata.
”Pembangunan fisik itu penting, tapi bukan berarti di luar itu tidak penting. Masyarakat desa harus bangga bahwa jika awalnya secara administrasi pemerintahan mereka amburadul, tetapi kini pemerintahan mereka tertib administrasi,” ujar salah seorang peserta diskusi.
”Berbanggalah jika masyarakat mulai berani menyuarakan haknya dan tidak sekadar diam saat haknya dilanggar. Itu semua bukti bahwa masyarakat mulai terlibat dalam pembangunan desa. Bahwa partisipasi masyarakat mulai berjalan. Dan ini amanat UU Desa,” lanjut peserta diskusi itu.
Ahmad Muhsin, pegiat desa dari Desa Selotopeng, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, berharap forum Sinau Desa bisa digelar di tempat lain.
”Forum seperti ini tidak ada di tempat saya. Saat orang berkumpul belajar desa, malah adanya dicurigai. Semoga dengan diskusi rutin seperti ini, kami yang tidak tahu menjadi tahu. Tahu yang benar dan tahu kepada siapa bisa bertanya,” ucapnya.
Gagasan lahirnya Sinau Desa berangkat dari kegelisahan atas tafsir berbeda-beda terhadap UU Desa, termasuk aturan teknisnya. Tafsir itu kerap mengganggu. Sinau Desa juga muncul karena belum optimalnya peran masyarakat sebagai subyek pembangunan desa.
Gagasan lahirnya Sinau Desa berangkat dari kegelisahan atas tafsir berbeda-beda terhadap UU Desa, termasuk aturan teknisnya.
”Salah satu sebabnya adalah pemberdayaan atau penguatan masyarakat belum banyak disentuh. Maka, Sinau Desa dimungkinkan sebagai upaya untuk mendorong partisipasi masyarakat dengan menggugah kesadaran mereka bahwa masyarakat desa sebagai subyek terpenting,” kata Iman.
Dengan forum Sinau Desa, diharapkan akan terbangun diskusi dan pembelajaran bersama yang menjadi pengetahuan guna dipraktikkan di tempat masing-masing. Pelaku desa akan dapat menerapkan langsung dalam menjalankan tugasnya. Forum Sinau Desa dijadwalkan digelar secara rutin.