Dedikasi Kardiyono, Tukang Tambal Ban untuk Kaum Difabel Kendal
Oleh
WINARTO HERUSANSONO
·3 menit baca
Berbagi semestinya tidak perlu menunggu saat kelebihan. Akan lebih bermakna jika dilakukan dalam kondisi kekurangan. Hal ini diyakini Kardiyono (47), yang hanya tukang tambal ban, saat mendirikan sekolah luar biasa bagi anak berkebutuhan khusus secara swadaya di pelosok Kendal, Jawa Tengah.
Di Kabupaten Kendal diperkirakan terdapat lebih dari 1.600 anak dan dewasa kelompok kaum difabel yang belum memperoleh fasilitas pendidikan nonformal yang layak. Dari situlah muncul tekad Kardiyono, warga Desa Jagalan, Kecamatan Boja, membantu pendidikan bagi anak kaum difabel.
Angan luhurnya itu disemai setelah dirinya berhasil menyelesaikan studi bidang Manajemen Pendidikan di program magister di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Solo, pada 2012. ”Dari sekitar 1.600 kaum difabel itu, termasuk di antaranya penderita autis. Dan, sekitar 350 orang lain di antaranya dalam usia produktif yang harus mendapatkan pendidikan,” ujar Kardiyono saat berbincang dengan Kompas, Minggu (5/8/2018).
Dia menyadari, terdapat persoalan keterbatasan guru. ”Saya pun hanya baru bisa mendidik sekitar 47 anak,” ujar Kardiyono, pendiri sekaligus pengajar Sekolah Luar Biasa (SLB) Insan Tiara Bangsa, Campurejo, Kendal.
Kardiyono, lelaki sederhana yang memiliki tiga putra ini, bukanlah orang kaya. Kardiyono tanpa malu mengakui dirinya seorang tukang tambal ban yang peduli terhadap pendidikan kaum difabel. Dia hanya ingin mendedikasikan hidupnya untuk kemuliaan hidup bagi kaum difabel.
Kepala SLB Insan Tiara Bangsa, Boja, Kendal, Luluk Nur Kholidah mengemukakan, sebagai sekolah luar biasa, keinginan untuk menampung semua kaum difabel di pedesaan memperoleh pendidikan yang layak itu sudah lama menjadi cita-cita semua guru di SLB Insan Tiara Bangsa. Namun, karena jumlah guru terbatas, hanya empat orang dan status semuanya tidak tetap, mereka diperbolehkan menerima siswa tidak lebih dari 50 anak saja.
Terdapat 47 siswa yang saat ini menjadi murid di SLB Insan Tiara Bangsa. Para siswa berkebutuhan khusus itu masuk sekolah dari Senin hingga Jumat, mulai pukul 07.00 sampai 12.00.
Sementara gedung sekolah milik yayasan SLB masih dalam proses pembangunan, para siswa belajar dengan menumpang di Taman Pendidikan Al Quran (TPQ) Desa Campurejo, Boja. Selama belajar di SLB Insan Tiara Bangsa, para siswa berkebutuhan khusus itu tidak diwajibkan membayar. Namun, pihak sekolah tidak menolak sekiranya orangtua siswa memberikan sumbangan pendidikan.
”Sumbangan pendidikan sukarela itu kisarannya Rp 25.000 sampai Rp 50.000 per bulan. Tetapi, itu tidak wajib. Untuk kegiatan operasional sekolah ataupun honor bagi guru yang mengajar, guru-guru mendapatkan dana dari bantuan operasional sekolah (BOS). Besarnya sekitar Rp 8 juta secara periodik,” ujar Luluk yang juga istri Kepala Dusun Campurejo.
Luluk dan juga warga di Boja mengaku terharu atas tekad Kardiyono yang tidak kenal lelah telah mendedikasikan hidupnya untuk anak-anak kaum berkebutuhan khusus di Boja. Kardiyono yang hanya tukang tambal ban, dengan penghasilan sehari-hari antara Rp 35.000 dan Rp 50.000, itu ternyata mampu mendirikan sekolah luar biasa untuk anak-anak berkebutuhan khusus.