MALANG, KOMPAS — Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kepincut atau tertarik dengan suasana Balai Kota Malang, Jawa Timur. Dalam kunjungan pada Selasa (31/7/2018) ke Balai Kota Malang, Tjahjo Kumolo berharap pelayanan pegawai Pemerintah Kota Malang semenarik suasana perkantorannya.
Mendagri berkunjung ke Balai Kota Malang dalam rangka persiapan Sarasehan Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan Desa Wilayah Kerja Balai Besar Pemerintahan Desa di Malang yang menurut rencana digelar pada Rabu (1/8/2018) di GOR Ken Arok, Kota Malang.
”Saya persiapan besok untuk pertemuan aparatur desa se-Jatim dan Indonesia Timur di mana presiden akan hadir. Saya sambil lihat lokasi dan mampir memberi semangat kepada pejabat Kota Malang agar tetap semangat bekerja melayani masyarakat,” kata Tjahjo.
Dalam kunjungan itu, ia menyempatkan menengok berbagai ruang di Balaikota Malang, dari ruang utama Balai Kota Malang, Makota Command Center (pusat kendali operasional berbagai pemantauan di Kota Malang), ruang Badan Kepegawaian Daerah (BKD), inspektorat daerah, dan berjalan kaki mengawasi Taman Tugu Kota Malang.
Tjahjo tampak tertarik meniti taman di belakang gedung utama balai kota hingga melongok ke halaman belakang gedung di mana terlihat Taman Rekreasi Kota Malang. ”Ini enaknya, kantornya seperti rumah,” katanya. Dengan suasana kantor yang nyaman itu, Mendagri berharap layanan Pemkot Malang kepada masyarakat juga baik.
Sejarahnya, sebagaimana ditulis dalam ngalam.id, status Kota Malang dinaikkan menjadi gemeente (pemerintah kota) pada 1 April 1914. Sejak itu, Kota Malang berhak memerintah daerah sendiri dengan dipimpin oleh seorang burgemeester (wali kota).
Semula jabatan wali kota dirangkap oleh asisten residen sampai 1918. Baru pada 1919 Malang mempunyai wali kota pertama HI Bussemaker, yang menduduki jabatan sampai 1929. Meskipun wali kota telah ditunjuk, sampai 1926 Kota Malang belum memiliki kantor balai kota permanen.
Alasan untuk membentuk daerah pusat pemerintahan baru membuat pihak kota (gemeente) membuat rencana perluasan kota kedua (bouwplan II) yang diputuskan pada 26 April 1920. Daerah ini dinamakan sebagai gouverneur-generaalbuurt. Rencana tersebut baru dilaksanakan pada 1922. Lapangan yang menjadi orientasi utama daerah baru tersebut kemudian dinamakan sebagai Jan Pieterszoon Coenplein (Lapangan JP Coen).
Karena berbentuk bulat (bahasa Jawa: bunder), lapangan tersebut sering disebut sebagai Alun-alun Bunder. Di tengah Alun-alun Bunder tersebut dibuat kolam air mancur. Di sekitar Alun-alun Bunder tersebut, kemudian didirikan sejumlah bangunan resmi dan monumental, seperti Balaikota Malang, gedung sekolah HBS (AMS)—sekarang SMA negeri, tempat kediaman panglima militer, Hotel Splendid, dan Kantor Dinas Topografi, serta bangunan vila lain. Lingkungan baru tersebut kemudian terkenal sebagai daerah yang menjadi ciri khas Kota Malang.
Penasaran juga dengan suasana Kota Malang? Buktikan sendiri.