BANDUNG, KOMPAS – Istri Presiden ke-4 Republik Indonesia, Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid bersama berbagai organisasi lintas agama di Bandung mengadakan kegiatan buka puasa bersama, Jumat (18/5/2018). Bulan Ramadan menjadi momentum penting menumbuhkan toleransi antar umat beragama di Indonesia.
Kegiatan ini dilaksanakan di Kampung Toleransi, Kecamatan Babakan Ciparay. Dalam kegiatan ini, turut hadir perwakilan organisasi-organisasi lintas agama, di antaranya Keuskupan Bandung, Gereja Kristen Indonesia (GKI), dan Wanita Buddhist Indonesia. Mereka memiliki satu pemahaman, menginginkan Indonesia yang damai dan penuh toleransi.
Shinta menuturkan, Ramadan tidak hanya berfungsi sebagai ibadah saja, namun menjadi wadah untuk menerapkan kerukunan antar umat beragama. Indonesia terdiri dari berbagai suku dan bangsa. Oleh karena itu, tuturnya, kerukunan antar suku dan umat beragama menjadi kunci dalam menjaga kesatuan Indonesia.
“Saya harap, perpecahan dan teror yang terjadi akhir-akhir ini menjadi pelajaran penting bagi bangsa Indonesia. Perbuatan mereka sangat tidak manusiawi, yang jadi korban adalah rakyat sendiri. Jangan sampai kejadian ini terulang dan mengobrak-abrik keutuhan bangsa,” tutur Shinta.
Dalam kegiatan ini Shinta juga memberikan ceramah singkat kepada para peserta. Ia berujar, setiap masyarakat harus berhati-hati dan jangan cepat terhasut dengan ujaran kebencian dan provokasi yang bertujuan untuk memecah belah persatuan.
Senada dengan Shinta, Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Bandung Fabianus Muktiyarso berharap kegiatan buka puasa bersama dengan mengundang berbagai organisasi lintas agama bisa menumbuhkan toleransi antar umat beragama. Ia berujar, meskipun Ramadan adalah bulan ibadahnya umat muslim, bulan suci ini menjadi momentum yang tepat untuk menumbuhkan toleransi.
Muktiyarso menyayangkan aksi kekerasan dan terorisme yang terjadi jelang Ramadan tahun ini. Ia berpendapat, kejadian itu bukan berasal dari ajaran agama tertentu, melainkan atas pemahaman yang telah keluar jalur.
“Saya mengaminkan ucapan Gus Dur. Beliau pernah berkata, kalau ada orang-orang yang seperti ini (terorisme), kalau bukan salah paham, ya pahamnya (ajaran) yang salah,” ucapnya.
Muktiyarso menjelaskan, kegiatan buka puasa dan sahur bersama dengan Istri Almarhum Gus Dur ini dilakukan di 36 titik. Meskipun kegiatan ini cakupannya kecil, ia yakin, benih-benih perdamaian akan muncul dengan adanya pertemuan lintas agama dalam suasana seperti ini.
“Ramadan adalah momen yang tepat, karena Indonesia adalah negara dengan mayoritas muslim. Bulan suci ini menjadi momen untuk mengendapkan diri, saling mendamaikan, dan menghayati ajaran agama yang sebenarnya bertujuan untuk kedamaian,” ujarnya.
Endan Suhendar (66), Ketua RW 12 Kelurahan Babakan sebagai kampung Toleransi ini, bersyukur dengan adanya kegiatan seperti ini. Di wilayahnya yang berpenduduk majemuk ini, toleransi memang menjadi hal yang penting untuk menciptakan kondisi aman dan tentram.
“Disini seperti Indonesia mini. Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, semua agama ada. Toleransi memang menjadi modal utama kami. Kami saling berkomunikasi satu sama lain,” paparnya.