Tiga pasang calon gubernur dan wakil gubernur Maluku uji kemampuan di hadapan publik lewat debat yang berlangsung di Ambon, Senin (7/5/2018) malam. Tak hanya ribuan penonton di arena debat, pertarungan gagasan itu juga disaksikan jutaan pemirsa di Tanah Air lewat siaran langsung TVRI.
Tiga pasang calon dimaksud adalah Said Assagaff-Anderias Rentanubun, Murad Ismail-Barnabas Orno, dan Herman A Koedoeboen-Abdullah Vanath. Said-Anderias diusung koalisi pimpinan Golkar, Murad-Barnabas diusung koalisi pimpinan PDI-P, sedangkan Herman-Abdullah melalui jalur perseorangan.
Pada debat perdana itu, mereka lebih banyak membahas tentang kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase kemiskinan di Maluku tahun 2017 sebanyak 18,45 persen dari total jumlah penduduk sekitar 1,8 juta jiwa. Maluku masih menghuni empat besar provinsi dengan penduduk termiskin di Indonesia.
Bagaimana respons setiap calon?
Sebagai petahana, pasangan nomor urut 1, Said-Anderias, menerapkan strategi defensif dan serangan balik. Said memaparkan bahwa dirinya selaku Gubernur Maluku periode 2014-2019 telah berhasil menurunkan angka kemiskinan di Maluku. Dari penelusuran di BPS, dalam masa kepemimpinan Said, angka kemiskinan di Maluku fluktuatif. Pada tahun 2014, angka kemiskinan sebesar 18,44 persen, pada 2015 naik menjadi 19,51 sebesar, tahun 2016 turun 19,18 persen, dan tahun 2017 menjadi 18,45 persen.
Jika dilihat dalam empat tahun terakhir, kemiskinan malah naik 0,01 persen dari 18,44 persen menjadi 18,45 persen. Ini berbeda dengan laju penurunan angka kemiskinan sembilan tahun sebelum 2014.
Pada tahun 2005, angka kemiskinan di Maluku 32,28 persen atau menurun 13,84 persen. Artinya, rata-rata penurunan angka kemiskinan setiap tahun pada masa itu sebesar 1,53 persen atau rata-rata dalam empat tahun sebesar 6,15 persen.
Memang sebelum menjabat gubernur, Said menjadi wakil gubernur dan sekretaris daerah. Kontribusi Said dalam pembangunan Maluku, termasuk menurunkan angka kemiskinan pada dua jabatan sebelumnya itu, tidak bisa diabaikan. Ia ikut berperan. Hanya, ketika dirinya memimpin Maluku, laju penurunan kemiskinan tidak seperti dulu. Memang banyak hal yang menjadi faktor penentu kemiskinan, seperti kebijakan nasional dan perekonomian global. Namun, kepemimpinan daerah menjadi faktor dominan.
Said lalu melempar masalah kemiskinan ke pemerintah kabupaten/kota dengan alasan merekalah yang paling dekat dengan masyarakat. Secara khusus, ia menyerang calon wakil gubernur nomor urut 2, Barnabas Orno. Barnabas merupakan Bupati Maluku Barat Daya dua periode terakhir dan kabupaten tersebut merupakan yang termiskin di Maluku, dengan angka kemiskinan 30,18 persen pada 2017.
Bagi Said, Maluku Barat Daya menjadi penyebab utama tingginya angka kemiskinan di Maluku. Ini sebagai langkah skak terhadap Barnabas yang mengkritik Said gagal menurunkan angka kemiskinan di Maluku. Selain Maluku Barat Daya, tiga kabupaten lain juga memiliki angka kemiskinan di atas 25 persen, yakni Kepulauan Aru, Maluku Tenggara Barat, dan Seram Bagian Barat.
Barnabas yang sering diberi kesempatan bicara oleh Murad Ismail, calon gubernur pada pasangan itu, langsung membela diri. Bagi dia, sejak menjadi bupati pertama di Kabupaten Maluku Barat Daya, tidak pernah ada proyek infrastruktur dasar yang didanai oleh APBD Maluku. Pemerintahan di Maluku Barat Daya mulai definitif pada tahun 2010, ketika Said sudah dalam pemerintahan di provinsi.
Saling lempar tanggung jawab itu mulai reda ketika calon wakil gubernur nomor urut 3, Abdullah Vanath, tampil bicara. Bagi Vanath, kemiskinan merupakan tanggung jawab bersama kepala daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Tugas gubernur adalah mengoordinasi para bupati dan wali kota.
Herman Koedoeboen, pasangan Vanath, mencoba memberikan solusi pengentasan rakyat miskin, yakni menaikkan porsi belanja publik yang menurut dia saat ini hanya 18 persen. Namun, oleh Said, Herman dinilai memberikan informasi bohong (hoaks). Sebenarnya belanja publik saat ini 40 persen. Said meminta Herman membacanya dalam batang tubuh APBD Maluku.
Jika APBD Maluku sekitar Rp 3 triliun, nilai 18 persen dari porsi tersebut sekitar Rp 540 miliar. Hingga debat berakhir, Herman tidak menyebutkan sumber data tersebut. Beberapa data lain juga dipatahkan oleh Said. Data APBD Maluku memang tidak pernah dibuka kepada publik seperti halnya DKI Jakarta.
Dalam debat itu kurang diperoleh solusi konkret. Said bertahan dengan mengakui keberhasilan, semisal indeks kebahagiaan yang tinggi dan angka pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata nasional.
Di sisi lain, angka kemiskinan tetap tinggi. Ia tak menjelaskan korelasi itu. Sementara dua pasangan lain lebih sering menyerang. Padahal, publik menginginkan tawaran baru.
Tawaran baru itu bisa jadi berasal dari petahana ataupun dari dua penantangnya. Siapa yang lebih dalam debat itu, silakan publik yang menilainya.