AMBON, KOMPAS — Kelangkaan beras kini terjadi di Saumlaki, ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Maluku, lantaran pengusaha setempat tak memasok beras dari Pulau Jawa. Untuk mengatasi kelangkaan itu, dinas ketahanan pangan setempat menjual beras yang diperuntukkan bagi korban rawan pangan sebanyak 40 ton. Namun, sebagian beras itu dalam kondisi hacur, berkutu, dan busuk.
Hal tersebut disampaikan dua anggota DPRD Maluku Tenggara Barat kepada Kompas di Ambon, Senin (12/3). Keduanya adalah Simon J Liur dan Simson Loblobly dari Fraksi PDI-P.
”Beras Bulog yang per karung isinya 15 kilogram dijual dengan harga Rp 100.000. Sebagian besar beras tidak layak dikonsumsi,” kata Simon yang hadir pada saat penjualan beras itu di Saumlaki pada Jumat pekan lalu.
Ada sebagian warga yang langsung membuka isi karung beras di hadapan sejumlah pejabat. Kendati ada yang sempat protes, penjualan tetap dilakukan. Banyak warga yang baru mengetahui kondisi beras yang mereka beli saat tiba di rumah.
Simson menambahkan, penjualan beras sebenarnya tidak perlu dilakukan pemerintah. Beras stok tahun 2017 yang diperuntukkan bagi korban rawan pangan itu harusnya dibagi gratis. ”Sudah beli, barangnya tidak bisa dimakan,” ujarnya.
Ia mengatakan, terhentinya pasokan beras ke Saumlaki itu sengaja dilakukan pengusaha lantaran mereka kecewa dengan kebijakan bupati yang meminta mereka menurunkan harga barang. ”Kata pengusaha, harga beras yang ditetapkan sekitar Rp 12.000 per kilogram akan membuat mereka rugi,” ujar Simson.
Ia juga mengungkapkan, ada disharmoni hubungan antara pemerintah daerah dan pengusaha. Hingga kini, belum ada solusi terkait kelangkaan tersebut. Akibatnya, harga beras di Saumlaki naik. Beras kualitas premium dijual hingga Rp 16.000 per kilogram.
Terkait hal ini, sejumlah pejabat di lingkup Sekretariat Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat belum bisa dihubungi untuk dikonfirmasi.