Kasus Orangutan Mati Ditembus 130 Peluru Harus Diungkap Segera
SAMARINDA, KOMPAS — Balai Taman Nasional Kutai, Polda Kalimantan Timur, Polres Kutai Timur, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kaltim, serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam bertekad menuntaskan kasus kematian orangutan secepatnya.
Orangutan dimaksud mati secara mengenaskan akibat 130 peluru bersarang di badannya.
”Momentumnya pas agar kasus kematian orangutan kali ini mendapat perhatian besar. Masyarakat juga menginginkan dua kasus sebelumnya (tahun 2016) terungkap,” ujar Sunandar Trigunajasa, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kaltim, Jumat (9/2).
Mingggu (4/2), Balai Taman Nasional Kutai (TNK) mendapat informasi dari masyarakat Desa Teluk Pandan, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur. Warga melihat orangutan di kebun yang arealnya masuk wilayah kawasan konservasi itu.
Kondisi orangutan itu saat dievakuasi pada Senin pagi sangat lemah. Orangutan jantan berumur 5-7 tahun tersebut berada di sebuah batang kayu yang melintang di permukaan sebuah danau kecil. Satwa itu dibawa ke Balai TNK di Bontang. Tim dari Centre for Orangutan Protection (COP) kemudian datang untuk melakukan penanganan medis.
Setelah melewati penanganan medis, sekitar 40 menit, Selasa (6/2) pukul 01.55, orangutan itu tak bisa diselamatkan. Kondisinya sangat lemah dan lukanya parah. Untuk memastikan luka dan penyebab kematian, dilakukan rontgen dan nekropsi pada satwa tersebut di Rumah Sakit Pupuk Kaltim, Bontang.
Manajer Perlindungan Habitat COP Ramadhani menyebutkan, ada 130 peluru senapan angin di badan orangutan ini, dengan 74 peluru menembus kepala. ”Semestinya, kasus ini diungkap cepat,” ujarnya.
Pemerhati orangutan dari Universitas Mulawarman, Yaya Rayadin, juga menyebutkan, semestinya pelaku ditangkap cepat. ”Tembakan sebanyak itu jelas berniat menghabisi, bukan mengusir. Orangutan ini kemungkinan sudah ditunggu untuk ditembaki,” katanya.
Lima tim dari Balai TNK sudah diturunkan ke Desa Teluk Pandan, Desa Sangatta, Desa Sangkima, Desa Rantau Pulau, dan Desa Menamang. Juga sudah dibuat grup WA dengan kepala desa, babinsa, Polsek Teluk Pandan, LSM, dan beberapa pihak lain dengan tujuan agar terbangun komunikasi.
Kepala Polres Kutai Timur Ajun Komisaris Besar Teddy Ristiawan memastikan jajarannya bergerak cepat. ”Kami bisa memahami desakan publik kepada polisi agar segera menemukan siapa pelakunya,” ucapnya.
Dua kasus kematian
Adapun dua kasus kematian sebelumnya terjadi 2016. Orangutan pertama ditemukan mati mengapung di Sungai Sangatta, 1 Mei 2016. Berselang dua hari, orangutan kedua ditemukan terluka parah oleh warga Desa Kandolo. Orangutan yang pada tubuhnya ditemukan lima peluru senapan angin itu mati tiga hari kemudian.
Beberapa pihak yakin bahwa kasus kematian dua orangutan jantan dewasa pada awal Mei 2016 tersebut tidak wajar. Salah satunya adalah COP yang melakukan otopsi pada kedua orangutan dewasa tersebut. Hasil otopsi memberi cukup gambaran.
Manajer Perlindungan Habitat Orangutan COP Ramadhani yakin, kematian kedua orangutan itu tidak alami. Orangutan pertama ditemukan mengapung dalam kondisi membusuk. Ada beberapa luka sayatan dan lebam yang diduga disebabkan benda tajam serta hantaman benda tumpul.
Hasil otopsi menunjukkan terapungnya paru-paru dan tidak ditemukan pasir atau kerikil di dalamnya. Artinya, orangutan sudah mati di darat sebelum tercebur. Orangutan jantan bisa saja berkelahi, tetapi dia ragu orangutan yang kalah ambruk ke sungai. Lebih mungkin orangutan ambruk di darat karena tidak bisa berenang.
Orangutan kedua, saat ditemukan warga Desa Kandolo, 3 Mei 2016, kondisinya terluka parah. Terdapat luka di bawah telinga, yang di dalamnya ditemukan satu butir peluru senapan angin. Juga ada luka terbuka di pergelangan tangan yang dipenuhi belatung.
Selain itu, ada luka terbuka di kaki kiri yang diduga akibat jeratan. Berat orangutan jantan berumur 20-an tahun itu hanya 30 kg, jauh dari berat idealnya, yakni 60-80 kg. Hal yang semakin mengenaskan, kedua matanya ternyata buta.
Berselang tiga hari, orangutan itu mati. Hasil otopsi oleh COP lebih mengagetkan karena ditemukan lagi empat peluru. Dua peluru masuk ke leher kiri dan kanan, satu peluru menembus pundak, dan satu peluru tersangkut di tulang tengkorak bagian rongga mata kanan.