Pada Jumat (10/11), sejumlah media berkesempatan berkeliling kilang minyak PT Pertamina Refinery Unit IV di Cilacap, Jawa Tengah, dalam rangka meliput kunjungan kerja Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ego Syahrial dan Anggota Komisi VII DPR, Ditto Ganindito, yang didampingi General Manager Pertamina Refinery Unit IV Cilacap Dadi Sugiana.
Berada di tengah pipa, tangki raksasa, dan cerobong asap yang tinggi seolah berada di dunia lain dan tentu harus menaati sejumlah peraturan demi keselamatan bersama sekaligus keamanan aset negara yang dapat memengaruhi kebutuhan energi orang banyak. Hal pertama yang harus dilakukan pengunjung adalah mengenakan alat pelindung diri berupa baju lengan panjang PT Pertamina bertuliskan ”visitor” serta mengenakan helm dan sepatu keselamatan.
Setelah itu, pengunjung harus menyerahkan atau menitipkan telepon seluler karena berbahaya bagi keamanan di dalam kilang minyak yang rentan terbakar. Bagi wartawan, kamera pun harus diregistrasi merek dan tipenya. Kemudian, setelah mendapatkan kartu izin, barulah kamera dapat digunakan di area kilang minyak. Tentu saja tanpa lampu kilat saat mengambil gambar.
Siang itu, rombongan menggunakan dua bus berukuran sedang serta belasan mobil. Rombongan diawali dengan penunjuk jalan dari pihak keamanan internal Pertamina dan, di barisan mobil, terdapat mobil ambulans yang bersiaga sewaktu-waktu. Kecepatan laju kendaraan pun dibatasi, yaitu 25 kilometer per jam.
Mengutip laman www.pertamina.com, kilang ini merupakan kilang terbesar dari tujuh kilang Pertamina dengan kapasitas produksi 348.000 barrel per hari. Kilang yang dibangun pada 1974 ini memasok 60 persen kebutuhan BBM di Pulau Jawa dan 34 persen di Indonesia.
Sejumlah area yang dapat disaksikan saat berkeliling adalah areal proyek program Langit Biru Cilacap, kilang paraxylene, tangki crude, dan RFCC (residual fluid catalytic cracking) atau pemanfaatan residu menjadi gasolin atau bahan bakar beroktan tinggi. Proyek RFCC ini dapat mengolah bahan baku berupa residu berlilin rendah sulfur yang dihasilkan kilang menjadi produk bahan bakar minyak beroktan tinggi, termasuk elpiji (Kompas, 30/6/2016).
Proyek RFCC ini dapat mengolah bahan baku berupa residu berlilin rendah sulfur yang dihasilkan kilang menjadi produk bahan bakar minyak beroktan tinggi, termasuk elpiji.
Dalam kunjungannya, Ego Syahrial mengapresiasi program-progam Pertamina dalam hal menyediakan BBM berkualitas bagi masyarakat. ”Kilang Cilacap ini mengalami evolusi, yang terpenting pada saat RFCC. Itu program komitmen Pertamina untuk meningkatkan kapasitas, terutama untuk jenis BBM yang lebih baik,” kata Ego.
Ego juga mengapresiasi program Langit Biru Cilacap, terutama dalam hal penyediaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. ”Program dari kilang Cilacap ini, kan, menuju standar internasional Euro IV,” ujarnya.
Pada sejumlah kesempatan sebelumnya, Pertamina RU IV juga melakukan beberapa peluncuran produk. Misalnya pada 31 Oktober lalu, Pertamina Refinery Unit IV Cilacap dan Marketing Operation Region IV melakukan penyaluran perdana produk Dexlite yang diolah di Cilacap. Produksi Dexlite di Cilacap ini diharapkan dapat memperlancar distribusi Dexlite di wilayah Jawa Tengah.
General Manager Marketing Operation Region IV Ibnu Chouldum saat itu menyampaikan, selama ini suplai Dexlite dikirim dari Rerfinery Unit (RU) VI Balongan dengan menggunakan kapal tanker ke TBBM Semarang Grup (Pengapon) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Tengah wilayah utara. Adapun wilayah selatan, Dexlite disuplai dengan menggunakan mobil tangki dari TBBM Semarang Group (Pengapon) ke TBBM Rewulu.
Ibnu menambahkan, kini konsumsi Dexlite 2.000-2.500 kiloliter per bulan di wilayah Jateng. Adapun kilang Cilacap mampu memproduksi hingga 6.000 kl Dexlite per bulan.
Produk Pertamina RU IV Cilacap antara lain adalah aspal, heavy aromate sebagai bahan solvent, lube base oil sebagai bahan baku pelumas atau pelumas dasar, low sulphur waxy residue sebagai bahan baku untuk diproses lebih lanjut menjadi berbagai produk BBM, serta minarex untuk memenuhi kebutuhan processing oil pada industri barang karet, ban, dan tinta cetak.