Dipertanyakan, Rendahnya Angka Pertumbuhan Properti Nasional
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan, selisih pasokan dan permintaan atau backlog perumahan di Jawa Timur tahun 2017 ini mencapai 1.038.000 unit. Jumlah itu naik hampir dua kali lipat dari kondisi tujuh tahun lalu dengan backlog 560.000 unit.
”Namun anehnya, menurut Bank Indonesia, pertumbuhan bisnis properti cuma 3 persen. Ada apa ini?” kata Soekarwo sebelum membuka Musyawarah Daerah XIV Real Estate Indonesia Jawa Timur, Rabu (30/8/2017), di Surabaya.
Soekarwo melanjutkan, peredaran uang di Jatim mencapai Rp 509 triliun. Sebanyak Rp 160 triliun di antaranya berupa penanaman modal asing. Ada pula ratusan triliun rupiah uang masyarakat yang tidak diedarkan atau dimanfaatkan secara lebih produktif.
”Uangnya mungkin disimpan di bantal, di bawah kasur, atau di celengan daripada misalnya diinvestasikan ke sektor produktif seperti properti,” kata Soekarwo. Kondisi itu mungkin mencerminkan ketidakpercayaan terhadap perbankan. Sebagian warga lainnya mungkin belum memahami manfaat investasi di sektor perumahan untuk masa depan.
Ketua REI Soelaeman Soemawinata mengatakan, secara nasional backlog perumahan mencapai 13,5 juta. Pengembang termasuk REI menghadapi tantangan berat untuk bersama pemerintah mengatasi backlog sekaligus bersinergi dalam program sejuta rumah per tahun terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah. ”Kendalanya sebenarnya klasik, suku bunga, perizinan, dan dukungan prasarana pemerintah,” katanya.
Pengembang, kata Soelaeman, adalah garda depan pembangunan hunian untuk masyarakat. Jika tidak didukung sistem perizinan yang cepat, suku bunga rasional, dan insentif pajak, pengembang akan kesulitan bermitra dengan pemerintah. Diharapkan bunga yang dibebankan kepada masyarakat dalam kredit pemilikan rumah (KPR) maksimal 9 persen. Saat ini, bunga KPR masih di kisaran 14-18 persen.
Diharapkan bunga yang dibebankan kepada masyarakat dalam kredit pemilik rumah (KPR) maksimal 9 persen.
Selain itu, pemerintah juga diminta lebih bijaksana dalam menerapkan berbagai pajak dalam sektor properti. ”Terutama pajak-pajak yang masuk dalam biaya produksi, kami harapkan besarannya tetap sehingga harga yang dilepas ke pasar tidak fluktuatif. Contohnya, PPh kalau bisa 2,5 persen ya sebaiknya sebesar itu terus atau diubah saat kondisi bisnis properti sudah bergairah,” katanya.
Di luar masalah pengadaan perumahan, Jatim juga menghadapi masih banyaknya masyarakat yang tinggal di rumah tak layak huni (RTLH). Di Jatim tercatat ada 253.921 RTLH. Sebanyak 207.266 telah direnovasi dengan skema dana APBD dan APBD bekerja sama dengan TNI. Yang belum direnovasi 46.655 unit dengan harapan dapat selesai pada tahun 2019.