BAJAWA, KOMPAS — Kondisi angkutan pedesaan di Kabupaten Ngada dan Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, sangat memprihatinkan. Masyarakat pedesaan hanya mengandalkan mobil pikapyang dipereteli menjadi angkutan umum atau jasa ojek. Ongkos transportasi jenis ini pun sulit dijangkaui masyarakat desa.
Viktoria Dhiu (34), warga Kampung Bena, Desa Bena, Kecamatan Jerubu’u, Kabupaten Ngada, di Bajawa, Selasa (15/8), mengatakan, sangat sulit mencari transportasi yang melayani rute Desa Bena menuju Bajawa dengan jarak sekitar 25 km. Tidak ada angkutan pedesaan khusus seperti di daerah lain kecuali pikapyang dipereteli menjadi mobil penumpang sekaligus mengangkut barang.
”Kami sering bergelantungan jika bepergian ke Bajawa dengan mobil jenis itu. Kapasitas mobil seharusnya empat orang sesuai tempat duduk, tetapi mereka paksa muat penumpang sampai 15 orang. Kami duduk berdesak-desakan dengan penumpang lain dan barang-barang di tengah. Bahkan, ada yang bergelantungan di pinggir belakang dan samping mobil,” kata Dhiu.
Mobil jenis ini yang melayani rute Bena-Bajawa hanya dua unit milik warga dari desa itu. Ketika dua mobil ini rusak, masyarakat sangat sulit pergi ke Bajawa. Ongkos angkut penumpang Rp 10.000 per orang dari Bena ke Bajawa, sementara barang dihargai Rp 2.000 per karung. Adapun jasa ojek dari Bena ke Bajawa Rp 50.000 per penumpang.
Ruas jalan Bajawa-Bena mulai diaspal pada 2007. Jalan itu merupakan jalan strategis kabupaten menuju sejumlah obyek wisata penting di sekitar gunung Inerie. Lebar jalan hanya tiga meter sehingga saat kendaraan berpapasan sangat sulit, terutama di tikungan tertentu.
Markus Ndona (45), warga Desa Natanangge, Kecamatan Maukaro, Kabupaten Ende, mengatakan, jalan dari Desa Natanangge menuju Kecamatan Maukaro sangat buruk. Hasil pertanian dari desa itu sulit diangkut menuju Maukaro atau salah satu titik di jalan lintas utara Flores untuk dilanjutkan ke Ende.
Beberapa warga menggunakan jasa ojek dengan tarif Rp 100.000 per penumpang. Kebanyakan warga memilih berjalan kaki menuju jalan lintas utara Flores untuk melanjutkan perjalanan ke Ende.
Bus umum rute Maukaro-Ende hanya tiga unit. Angkutan pedesaan dengan mobil jenis minibus lima unit, tetapi dua di antaranya rusak. Kendaraan yang melintas di pantai utara Flores ini pun sering mengalami kerusakan karena ruas jalan buruk.
”Kami di pantai utara Flores sangat tersiksa bila bepergian ke Ende. Terkadang bus tidak masuk Maukaro karena rusak. Kendaraan itu pun sering mengalami kerusakan di jalan. Penumpang sering telantar di tengah jalan ketika mobil itu mogok,” kata Ndona.
Bupati Ngada Marianus Sae mengatakan, jalan pantai utara Flores merupakan kewenangan pemerintah pusat karena status jalan nasional. Sementara jalan dari Riung menuju Bajawa tanggung jawab pemerintah provinsi karena sebagai jalan provinsi. Jalan dari desa ke desa atau dari desa ke kecamatan tanggung jawap pemerintah kabupaten. (KOR/DRI/RAZ)