SEMARANG, KOMPAS — PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) menjanjikan Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah, merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan meski berbahan baku batubara. Proyek PLTU Batang memiliki kapasitas 2 x 1.000 megawatt, cukup besar untuk ukuran Asia Tenggara, menelan investasi sebesar 4,2 miliar dollar AS.
”Pembangkit ini menggunakan bahan batubara kelas premium, kandungan sulfur rendah, hanya 40 persen. Batubara rendah sulfur itu mahal, saat ini harganya sekitar 90 dollar AS per ton. Pilihan pemanfaatan batubara rendah sulfur guna memastikan konsumsi batubara rendah polusi,” kata Direktur PT BPI Washisto Adjie Nugroho, Rabu (1/3/2017), di Semarang, Jawa Tengah.
PLTU Batang kini sedang tahap pembangunan konstruksi. Proyek yang diawali tahun 2012 ini menempati lahan seluas 226 hektar di Kecamatan Kandeman, dekat kawasan pantai Ujungnegoro, Kabupaten Batang. Listrik yang dihasilkan kelak akan memasok listrik jaringan Jawa, Bali, dan Madura.
Washisto mengatakan, pasokan batubara berasal dari Kalimantan. Pihaknya menggandeng perusahaan tambang besar guna menjamin pasokan batubara berkualitas dan rendah sulfur secara konsisten. Kebutuhan pasokan batubara nantinya berkisar 7-8 juta ton per tahun. Kiriman bahan baku dipenuhi lewat angkutan tongkang berkapasitas 14.000 ton sampai 18.000 ton per hari.
BPI telah menyiapkan pelabuhan khusus dekat dengan lokasi power plan. Pelabuhan itu memiliki dermaga sepanjang 2,5 kilometer, dilengkapi alur masuk ke pelabuhan sedalam 7-8 meter.
Presiden Direktur PT BPI Takashi Irie menyatakan, PLTU ini merupakan pembangkit pertama yang menerapkan teknologi Ultra Super Critical di Indonesia. PLTU akan beroperasi pada suhu dan tekanan di atas critical point air, yakni fase cairan dan uap dari air seimbang, sehingga sangat efisien. PLTU Batang nantinya punya keunggulan emisi CO2 rendah seperti pembangkit PLTU Matsuura milik J-Power di Jepang.