TENGGARONG, KOMPAS — Permintaan ayam kampung di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara sekitar 200.000 ekor setiap bulan, tetapi baru terpenuhi separuhnya. Lima tahun terakhir tidak ada penambahan jumlah peternak besar. Ketidaktahuan cara beternak dan kesulitan mendapat bibit menjadi alasan utama.
“Melihat respons pasar, permintaan ayam kampung selalu naik. Namun, banyak yang belum tertarik karena takut rugi dan kesulitan mendapat bibit,” ujar Darussalam, Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) Kaltim yang dihubungi dari Balikpapan, Senin (27/2).
Sejak lima tahun lalu, menurut Darussalam hanya ada sekitar 150 peternak ayam kampung skala besar. Produksi mereka memang bisa ditingkatkan, tetapi tidak mudah karena itu berarti memperluas kandang dan modal. Sudah saatnya muncul peternak baru.
“Selain peternak, memang banyak warga yang membudidayakan ayam kampung. Namun, itu bukan pekerjaan utama karena hanya skala rumahan yang kalau ditotal se-Kaltim dan Kaltara produksinya tak lebih 10.000 ekor per bulan. Produksi mereka pun tak sampai pasar,” kata Darussalam.
Darussalam yang juga menjabat Ketua Kelompok Tani Makarti Jaya, Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, mengatakan, banyak yang menganggap beternak ayam kampung lebih sulit daripada beternak ayam potong. Anggapan ini tidak tepat karena sebetulnya sama saja.
“Malah kalau dari sisi ketahanan, ayam kampung lebih tahan penyakit. Kesulitan sebenarnya adalah mencari bibit ayam kampung karena usaha pembibitannya belum ada di Kaltim, apalagi Kaltara. Jadi, masih didatangkan dari Jawa. Peternak belum berani,” katanya.
Saat ini baru ada satu usaha pembibitan di Kaltim yang dijalankan kelompoknya enam bulan lalu. Namun, baru ada 500 indukan ayam kampung yang belum berproduksi. Meski demikian, Darussalam percaya kesuksesan pembibitannya nanti akan menarik minat peternak.
Sekretaris Kelompok Tani Menuai Bakti, Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Muhsin Pemma mengutarakan, produksi ayam kampungnya sekitar 1.000 ekor per bulan. “Padahal, permintaan yang langsung ke kami bisa mencapai 5.000 ekor per bulan,” ujarnya.
Darussalam dan Muhsin selalu mengajak peternak lainnya untuk melirik usaha ayam kampung. Darussalam meyakinkan bahwa harga yang lebih mahal dua kali lipat dari ayam potong akan menutup ongkos produksi. Ayam kampung ukurannya lebih kecil, tapi lebih menguntungkan.
“Belum banyak yang tahu informasi tentang beternak ayam kampung. Karena itu saya selalu mengajak teman-teman. Namun, salah satu kendala adalah bibit (DOC). Harga DOC yang didatangkan dari Jawa ini Rp 8.000, bahkan kadang-kaadang Rp 10.000,” ujar Muhsin.