Joko Pinurbo menjawab banyak pertanyaan dalam sesi Lebaran Virtual. Salah satunya tentang karya-karyanya yang dianggap melawan arus.
Oleh
Dwi As Setianingsih
·2 menit baca
Penyair Joko Pinurbo menjawab banyak pertanyaan dalam sesi ”Lebaran Virtual Bersama Jokpin” yang dihelat Kaizen Wriing Alumni pada Minggu (16/5/2021) sore. Salah satunya tentang karya-karyanya yang dinilai ’melawan arus’.
”Waktu saya remaja, saya terlalu dibebani bahwa puisi itu harus berisi bahasa ’indah’, mengenai hal-hal yang adiluhung. Nah, ini yang coba saya cairkan dalam puisi saya. Mungkin kontroversial. Karena saya inget, ketika (puisi) ’Celana’ terbit, dianggap kontroversial, dianggap mempromosikan budaya sekuler,” ujar Jokpin.
Namun, bagi Jokpin, menulis celana, sarung, juga hal-hal yang dianggap remeh lainnya adalah caranya untuk melawan konsep keadiluhungan puisi. ”Di dalam puisi saya, segala hal bisa dijadikan bahan,” katanya.
Jokpin pun ”jalan terus”. Kebetulan, ujarnya, dirinya termasuk orang yang tak terlalu ambil pusing dengan apa kata orang. ”Saya melakukan ini karena memang saya sudah punya perhitungan sendiri. Saya ingin melakukan desakralisasi terhadap puisi. Saya ingin puisi saya untuk siapa saja. Bukan untuk sesama penyair,” tandas Jokpin.
Terkait pengaruh teknologi terhadap arah puisi di Indonesia, Jokpin mengatakan bahwa kemungkinan itu ada. Contohnya dia sendiri. ”Buku kumpulan puisi saya, Surat Kopi, kan, awalnya postingan-postingan saya di Twitter. Selama dua tahun, saya banyak mem-posting baris-baris yang awalnya tidak saya maksudkan sebagai puisi. Tapi, ketika sudah terkumpul banyak, ya udah, jadi pusi,” kata Jokpin. Pun buku puisi Salah Piknik, yang menggambarkan pergulatan Jokpin sebagai penulis di tengah perkembangan teknologi digital.
Di akhir sesi, Jokpin membacakan puisi ”Baju Bulan” yang ditulisnya di tahun 2003. Puisi itu, katanya, merupakan salah satu puisi yang dia tulis atas pesanan sebuah perusahaan untuk iklan di halaman 1 Kompas. Alih-alih menulis puisi tentang rumah, Jokpin malah menulis puisi tentang orang yang tak punya rumah.
Baju bulan/Bulan aku mau lebaran/Aku ingin baju baru/ Tapi tak punya uang/Ibuku entah di mana sekarang/Sedangkan ayahku hanya bisa kubayangkan/ Bolehkah bulan kupinjam bajumu barang semalam? (DOE)