Putar Otak Setelah Tiktok Shop Tutup
Mahasiswa rantau juga terdampak oleh penutupan Tiktok Shop, tetapi mereka tetap panjang akal dalam mencari produk murah di platform e-dagang lainnya.
”Paket, paket!” Teriakan itu bagaikan mantra masyarakat urban. Pembelian kebutuhan hidup berharga murah di lokapasar sudah menjadi bagian hidup sehari-hari, termasuk bagi mahasiswa perantau yang ingin belanja murah tanpa repot. Namun, mereka kini mesti memutar otak setelah satu tempat belanja daring andalan, Tiktok Shop, tutup.
Topik yang sedang ramai saat ini adalah penutupan Tiktok Shop. Tiktok Shop adalah fitur belanja yang diperuntukkan bagi pengguna Tiktok untuk berbelanja langsung di aplikasi media sosial tersebut. Fitur ini menjadi populer di kalangan masyarakat lantaran banyak penjual yang menjajakan barang dengan harga murah.
Saat popularitas Tiktok Shop melejit tinggi, kontroversi tak lama datang menyergap. Tiktok rupanya tidak memiliki izin berdagang sebagai platform e-dagang sesuai regulasi di Indonesia. Alhasil, fitur Tiktok Shop tutup sejak 4 Oktober 2023.
Berat bagi Aldo Permana Dewantara (20) untuk menerima kenyataan tersebut. Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, asal Batu Ampar, Kepulauan Riau, ini sudah nyaman menggunakan fitur Tiktok Shop.
”Kita berada di zaman teknologi. Pedagang-pedagang seharusnya lebih kreatif memanfaatkan teknologi. Jadi dengan penutupan ini sebenarnya saya tidak setuju,” kata Aldo dari Yogyakarta, Kamis (12/10/2023).
Aldo sering memanfaatkan Tiktok Shop untuk memenuhi kebutuhan harian. Sebagai anak rantau, ia merasa lebih aman berbelanja daring. Harganya pasti, ulasan dari pembeli ada, dan lokasi penjual tertera jelas. Terlebih lagi, pelanggan di Tiktok Shop mudah berinteraksi dengan penjual terkait produk dengan potongan harga menarik.
”Bagi saya online shop sangat membantu karena lebih banyak variasi pilihan. Sementara jika kita beli secara langsung, kita harus mendatangi tempat-tempat terpisah dan berjarak. Itu pun belum tentu barangnya tersedia,” tutur Aldo.
Baca juga : Dampak Penutupan Tiktok Shop Diperkirakan Tak Lama
Tesalonika Kristianti (22), mahasiswa Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Bali, juga merasa sedih dengan penutupan Tiktok Shop. Perempuan asal Probolinggo, Jawa Timur, ini termasuk salah satu mahasiswa yang memetik manfaat kehadiran fitur itu.
Sebagai pembeli, dia terbantu oleh fitur live para penjual di Tiktok Shop karena bisa melihat langsung ulasan dari penjual tentang kualitas barang dagangan. ”Misalnya kalau beli baju kita jadi bisa lihat jenis kain dan fit di badan kayak gimana,” ujar Tesa.
Tesa menjelaskan, sebetulnya platform e-dagang lain juga memiliki fitur penjualan produk secara langsung. Namun, Tiktok Shop terasa lebih praktis karena dia bisa melihat penjualan tersebut sembari melihat konten- konten seru di Tiktok.
Di Tiktok Shop, Tesa telah beberapa kali membeli sejumlah barang, contohnya helm, produk skincare (perawatan kulit), dan pakaian karena harga yang murah. Selain itu, dia juga menggunakan fitur itu sebagai referensi alias pembanding harga di platform e-dagang lain, seperti Shopee.
Bagi saya online shop sangat membantu karena lebih banyak variasi pilihan. Sementara jika kita beli secara langsung, kita harus mendatangi tempat-tempat terpisah dan berjarak.
”Belanja daring itu memang membantu banget buat aku yang merantau karena di Bali aku enggak ada keluarga, jadi beli apa-apa bingung di mana. Kalau belanja daring skincare habis Rp 200.000-Rp 300.000, itu bisa hemat sampai Rp 50.000 dibandingkan belanja di toko langsung,” ujar Tesa.
Cari alternatif
Namun, tak semua keberatan. Nathania Aline Inditha (20) tak masalah jika Tiktok Shop tutup. ”Menurut aku, Tiktok itu untuk media sosial hiburan, bukan jualan. Aku lihat penuh dengan orang bikin konten sekalian jualan, banyak iklan produk dalam konten yang mengganggu,” kata mahasiswa asal Jakarta di Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Udayana ini.
Aline sebetulnya biasa berbelanja di Tiktok Shop. Dia kerap membeli produk skincare dan bahan baku usaha yang ia rintis bersama teman-teman kontrakannya. Mereka menjual roti selai secara luring. Dalam seminggu, ia bisa berbelanja untuk keperluan usaha sebanyak dua hingga tiga kali di aplikasi tersebut.
Baca juga : Satu Semester Belajar Banyak di Luar Negeri
Alasan Aline berbelanja daring sederhana. Dia malas keluar rumah lantaran suhu udara di Bali sangat panas. Di samping itu, harga di lokapasar lebih murah karena banyak produk yang dijual langsung oleh produsen atau distributor tangan pertama disertai diskon yang memikat.
Dengan tutupnya Tiktok Shop, Aline tinggal beralih menggunakan aplikasi platform e-dagang alternatif lainnya, seperti Shopee dan Tokopedia. Selisih harganya tak terlalu jauh. ”Kita masih punya toko daring ’oranye’ dan ’hijau’. Alternatif lainnya juga kita dapat dari relasi dengan beberapa pedagang di pasar dan di warung-warung,” ujarnya.
Strategi berpindah juga dilakukan Ilham Maulana (20), mahasiswa Fakultas Teknik Mineral UPN Veteran Yogyakarta. Pemuda asal Bogor, Jawa Barat, ini dulu suka berbelanja di Tiktok Shop. ”Saya, sebagai mahasiswa rantau yang mempunyai jadwal cukup padat, harus membagi waktu untuk berbelanja,” ungkapnya.
Setelah Tiktok Shop tutup, Ilham sekarang berbelanja langsung di pasar terdekat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, Ilham jadi harus mengeluarkan uang lebih untuk ongkos lain, seperti transportasi.
”Jika dibandingkan dengan adanya Tiktok Shop, saya bisa menyisihkan lebih besar dibandingkan belanja langsung karena ada gratis ongkir dan diskon. Selisihnya cukup signifikan termasuk dibandingkan dengan aplikasi lain,” ujar Ilham.
Strategi belanja
Perencana keuangan dari Tatadana Consulting, Tejasari Asad, mengatakan, dalam mengatur perencanaan keuangan, mahasiswa, termasuk mahasiswa rantau, pada dasarnya perlu memiliki prinsip hemat. Mereka perlu hemat dalam pengeluaran ketika menggunakan uang untuk kebutuhan makan kemudian juga berbelanja barang.
”Kehadiran platform e-dagang membantu mereka yang memiliki bujet terbatas. Namun, hal pertama yang mereka perlu perhatikan saat belanja daring adalah ketersediaan dana,” kata Tejasari.
Setelah dana tersedia, Tejasari melanjutkan, mahasiswa rantau sebaiknya memilih beberapa toko daring tepercaya agar bisa membandingkan harga dan ulasan konsumen. Selain itu, mereka juga harus pintar-pintar menunggu momen pas untuk belanja. Di platform e-dagang, sering ada pemberian diskon atau gratis ongkir besar-besaran saat hari gajian dan tanggal kembar. Ini bisa dimanfaatkan untuk menekan atau mengurangi pengeluaran.
Hal yang sangat penting, Tejasari menganjurkan agar mahasiswa tidak menggunakan fitur paylater saat berbelanja meskipun saat itu produk sedang diskon. Hal ini karena harga produk yang dibayar bisa saja jadi sama dengan harga tanpa diskon gara-gara ada tambahan bunga dari paylater.
Baca juga : Jangan Terlena ”Paylater”
Selain itu, Tejasari mengingatkan agar mahasiswa rantau tidak lupa menabung. ”Mereka kan jauh dari orangtua jadi kalau ada apa- apa harus menanggung sendiri. Idealnya itu menabung minimal 10 persen dari uang bulanan atau setidaknya punya dana darurat sebesar satu hingga tiga kali pengeluaran bulanan,” kata Tejasari.
Nah Sobat Muda, belanja di lokapasar memang terlihat praktis dan gampang, tetapi sebetulnya tetap membutuhkan perencanaan keuangan strategis. Jangan kurang akal saat satu platform tutup, masih ada alternatif lain. Yang paling penting, jangan lupa menabung, ya, Sobat Muda! (LSA/*)
Kolaborasi dengan Intern Kompas:
- Nikolaus Daritan, Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma