Kalamangga adalah komunitas yang terbentuk dari sekelompok anak muda dari beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta yang memiliki ketertarikan untuk meneliti laba-laba, terutama di daerah Yogyakarta.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
Laba-laba adalah hewan yang membuat jaring sebagai perangkap bagi mangsanya. Sebagai hewan karnivora, laba-laba sangat berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem sebagai predator bagi hama. Tanpa adanya laba-laba, jumlah hama akan semakin meningkat dan tidak terkendali.
Meski memiliki peran penting, secara umum masyarakat awam akan menghindari laba-laba karena takut terkena gigitannya. Mereka khawatir hewan ini beracun. Ada juga yang merasa jijik dengan bentuk fisik hewan ini.
”Laba-laba bukan termasuk serangga, tetapi masuk ke dalam Arachnida karena memiliki delapan kaki, sedangkan serangga mempunyai enam kaki,” kata M Ikhsan Al Ghazi (24), Ketua Kalamangga, melalui Zoom dari Yogyakarta, Kamis (14/9/2023).
Terkait penyebutan laba-laba sebagai serangga, dahulu semua hewan kecil di Indonesia disebut sebagai serangga, termasuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Namun, dalam KBBI baru, laba-laba akhirnya masuk dalam kelas Arachnida.
Kalamangga adalah organisasi yang terbentuk dari sekelompok anak muda dari beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta yang memiliki ketertarikan untuk meneliti laba-laba, terutama di daerah Yogyakarta. Nama Kalamangga berasal dari bahasa Jawa, yaitu kalamangga yang berarti laba-laba.
Kalamangga melakukan rapat pertama pada awal Maret 2022, yang menjadi awal resmi komunitas ini berdiri. Dari enam orang, sekarang organisasi ini beranggotakan 11 orang.
Tercetusnya komunitas ini berawal ketika anggota Kalamangga, Naufal Urfi Dhiya’ulhaq (25), peneliti sementara di University of Göttingen, Jerman, melakukan penelitian untuk membuat skripsi S-1 tentang laba-laba di Suaka Margasatwa Paliyan, Gunungkidul, pada 2020. Naufal melihat potensi diversitas dari hewan berkaki delapan ini dan memiliki ide untuk membuat karya untuk memopulerkan laba-laba.
Menurut Naufal, serangga dan laba-laba termasuk dalam filum Arthropoda sehingga bagian tulangnya berada di luar. Selain dari jumlah kaki, laba-laba dan serangga bisa dibedakan lewat jumlah pembagian tubuh. Tubuh serangga, seperti semut, terbagi menjadi tiga bagian. Sementara laba-laba memiliki dua bagian.
Berawal dari situ, bertemulah Naufal dengan beberapa orang yang memiliki ketertarikan yang sama. ”Kalamangga ini lebih tepatnya disebut perkumpulan orang yang menyukai dan mau belajar di bagian laba-laba,” ujar Raafi Nur Ali (26), anggota Kalamangga lainnya.
Menaikkan pamor
Mengutip World Spider Catalog (WSC), saat ini spesies laba-laba di dunia yang telah teridentifikasi sebanyak 51.453 spesies. Jumlah ini diproyeksikan akan terus berkembang. Kalamangga menyadari bahwa masih banyak spesies di Indonesia yang belum dieksplorasi lebih jauh.
”Terdapat 2.500 hingga 3.000 spesies laba-laba yang secara resmi telah teridentifikasi di Indonesia. Kami estimasi jumlahnya bisa mencapai 20.000 sehingga berarti yang terdeskripsikan baru 10 persen. Jelas lebih banyak,” kata Naufal yang tengah menjadi peneliti sementara di University of Göttingen.
Ghazi mengatakan, Kalamangga tertarik untuk menaikkan pamor laba-laba di Indonesia. ”Jadi, peluang ada untuk kami melakukan penelitian di Yogya. Jangan sampai sumber pengetahuan yang kita miliki ini diambil oleh orang luar. Kami maunya diambil oleh orang Indonesia,” tuturnya.
Komunitas Kalamangga memulai riset pertama di Suaka Margasatwa Paliyan, Gunungkidul, DI Yogyakarta, pada 2022. Saat ini, mereka fokus melakukan penelitian di Kulon Progo dengan pertimbangan akses yang lebih mudah. Namun, beberapa anggota secara individu melakukan riset di beberapa daerah di Indonesia, seperti Ungaran dan Pekalongan di Jawa Tengah serta Jambi.
Tantangan yang dihadapi Kalamangga adalah tidak banyak komunitas yang meneliti laba-laba di Indonesia. Alhasil, sumber informasi cukup terbatas mengingat komunitas ini bersifat independen sehingga fasilitas yang dimiliki kurang memadai. Mereka juga kesulitan menemukan waktu pas untuk berdiskusi dengan sesama anggota karena kesibukan dan domisili yang berbeda-beda.
Meskipun begitu, Kalamangga berharap bisa memperkenalkan dan memperluas wawasan soal spesies laba-laba di Indonesia. Kalamangga juga ingin menjalin kerja sama dengan organisasi konservasi lain. ”Sederhananya, memberikan informasi kepada masyarakat bahwa laba-laba sangat penting perannya dan tidak semuanya beracun,” ujar Ghazi.
Itulah Sobat Muda sekilas tentang komunitas peneliti laba-laba, Kalamangga. Semoga bisa mengedukasi kita semua untuk tidak takut bahkan membunuh hewan berkaki delapan ini jika bertemu di rumah. Setiap makhluk hidup memiliki peran dalam menjaga ekosistem. (*)
Kalamangga
Terbentuk: 1 Maret 2022
Anggota: M Ikhsan Al Ghazi, Canavalia Wedelia Arfentri, Naufal Urfi Dhiya’ulhaq, Alfian Surya Fathoni, Nur Roid Nafiatul Azizah, Raafi Nur Ali, Farah Hafizhah, Dwi Fatmawati, Tondy Ukasha, Isnaini Fitriana, Ainun Rubi Faradilla
Kolaborasi dengan Intern Kompas:
Nikolaus Daritan, Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma