Bekerja, tetapi Belajar Tetap Jalan
Sebagian mahasiswa bekerja di tengah kesibukan berkuliah. Ada yang karena alasan ekonomi, tetapi ada juga karena ingin mencari pengalaman.
Memiliki dua tanggung jawab di saat yang bersamaan bukanlah suatu hal mudah. Namun, berbagai alasan, termasuk faktor ekonomi, membuat tak sedikit mahasiswa harus berjibaku di antara kuliah dan pekerjaan. Sebagai konsekuensi, mereka mesti pandai-pandai mengatur prioritas.
Kesibukan sebagai seorang mahasiswa menyita waktu yang tidak sedikit. Mereka harus mengikuti kuliah, mengerjakan tugas, dan berorganisasi. Di tengah kesibukan itu, ada juga mahasiswa yang mencari kesibukan di luar kampus, termasuk bekerja.
Fanya Yunarti (20), mahasisiwi jurusan Akuntansi Universitas Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, menjelaskan, faktor ekonomi menjadi alasan untuk mencari pekerjaan. Sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, Fanya berkeinginan untuk membantu meringankan beban ekonomi kedua orang tua.
Ayah dan ibu Fanya bekerja sebagai ojek pangkalan. Karena motor cuma satu, orangtua Fanya memakai motor secara bergantian. Ibunya mengojek pada siang hari, sedangkan ayahnya pada malam hari.
”Saya bekerja untuk membiayai pendidikan saya dan juga adik saya yang saat ini masih SMK jurusan perhotelan,” kata Fanya ketika diwawancarai di Tangerang Selatan, Kamis (14/9/2023).
Fanya sempat mengalami kesulitan ketika mencari kerja akibat kurangnya relasi dan pengalaman yang dia miliki. Namun, dia berhasil mendapat kesempatan untuk bekerja di sebuah toko bangunan yang berlokasi di Pondok Betung. Bahkan, Fanya telah menjadi karyawan tetap di toko tersebut.
Agar jam kerjanya tak terganggu, Fanya sejak awal telah menentukan tipe kelas yang dia ambil. Beruntung di kampusnya ada tiga kelompok kelas yang tersedia, yakni reguler A di mana kuliah dari pagi sampai sore, reguler B di mana kuliah dari sore sampai malam, dan reguler C di mana kuliah pada hari Sabtu.
Karena dia bekerja penuh waktu dari pagi sampai sore, Fanya mengambil kelas reguler B. Dengan demikian, dia berkuliah dari hari Senin-Jumat mulai dari pukul 18.30-21.00. Fanya tidak bisa mengambil kelas reguler C sebab dia juga membantu usaha UMKM bidang kuliner milik sepupunya pada akhir pekan.
Meskipun jadwalnya penuh kesibukan, Fanya bersyukur lantaran dia mendapat banyak pengalaman dan pengetahuan baru lewat pekerjaannya. ”Setiap hari saya bertemu dengan pelanggan yang memiliki karakter yang berbeda-beda. Selain melatih publicspeaking, ini juga melatih kesabaran saya,” tuturnya.
Dari Sumatera Barat, Rizka Mutiah Nur (23) juga sudah tidak asing dengan dunia kerja meskipun masih berstatus mahasiswa semester akhir di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang. Rizka berasal dari Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, yang jaraknya sekitar sepuluh jam perjalanan darat dari Padang.
”Awal mula bekerja itu karena aku ingin meringankan beban keluarga. Malu pada diri sendiri kalau masih menjadi tanggungan di umur sekarang makanya aku coba cari peluang di luar lewat pekerjaan sampingan,” tutur Rizka.
Rizka merupakan anak kedua dari sembilan bersaudara. Selama berkuliah, ayah dan kakak Rizka yang membiayai hidupnya. Ayahnya bekerja serabutan, terkadang menjadi makelar yang membantu penjualan tanah dan kendaraan. Sedangkan kakaknya adalah penjahit di sebuah butik. Sebagian biaya pendidikan Rizka terbantu berkat beasiswa.
Setelah jadwal kuliahnya tak terlalu padat, Rizka mulai menjajaki pekerjaan sebagai penulis untuk berbagai situs web. Ia sudah mengecap tiga pekerjaan sambilan sejauh ini. ”Aku pakai honor yang aku dapatkan untuk kebutuhan sehari-hari, kayak makan dan keperluan kuliah. Misalnya mau nge-print dan sebagainya,” ujar Rizka.
Baca juga : Peduli Sosial dengan Komunitas Belajar
Pada akhir tahun 2022, Rizka bekerja sebagai jurnalis dan editor di sebuah situs berita selama dua bulan, tetapi dia tak kunjung dibayar. Dia lalu menjajaki pekerjaan di sebuah situs ikatan alumni sebuah SMA selama bulan Februari-April 2023. Ia mendapat bayaran Rp 500.000 untuk menulis dua artikel setiap hari.
Setelah itu, Rizka bekerja secara daring di sebuah agensi pemasaran digital yang berkantor di Surabaya selama Maret-Juni 2023. Karena bayaran bergantung dari produktivitas penulis, Rizka bisa menghasilkan Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta sebulan. Sekarang Rizka tengah berkutat dengan kesibukan persiapan sidang skripsi.
Rizka mengaku sempat kewalahan mengatur waktu kuliah dengan kerja. Dia menyiasatinya dengan fokus pada urusan kuliah selama pagi sampai sore lalu bekerja pada malam hari. ”Tapi aku jadi sering sakit kepala karena melihat layar laptop dan HP terus. Aku juga sempat tergiur fokus sama pekerjaan aja jadinya lama waktu ngerjain skripsi,” tuturnya.
Tentukan prioritas
Psikolog dan konsultan SDM dari Power Character, Constantine Alfarinda Hygieta, mengatakan, kuliah sambil kerja terjadi bisa karena faktor ekonomi atau karena ingin mendapatkan pengalaman. Namun, mahasiswa harus memiliki keterampilan perencanaan dan manajemen waktu agar bisa menentukan prioritas.
”Mereka harus menentukan prioritas agar bisa menyeimbangkan kedua tanggung jawab itu, kalau enggak bakal keteteran. Kalau sedang kuliah kerjakan tugas kuliah, kalau sedang bekerja maka fokus apa yang harus dikerjakan di kantor,” kata Tita, nama panggilannya.
Tita menjelaskan, esensi berkuliah sambil bekerja berbeda dengan program magang. Hal ini karena bekerja, termasuk kerja sambilan, adalah pilihan dan tanggung jawab pribadi seseorang. Namun, kedua hal itu sama-sama bermanfaat.
”Bekerja saat masih kuliah itu bisa menambah wawasan dan pengalaman mahasiswa serta menambah kreativitas sebelum terjun ke dunia kerja. Jadi ketika sudah siap berkarier penuh waktu, mereka tidak kagok dan mampu mengembangkan cara kerja yang lebih produktif,” imbuh Tita.
Baca juga: Pro-Kontra Bebas Skripsi
Menurut Tita, dari perspektif pewawancara Human Resource Department (HRD), pengalaman mahasiswa yang telah bekerja bisa menjadi nilai plus saat melamar kerja. Pihak HRD akan melihat bahwa mahasiswa tersebut memiliki kemampuan manajemen yang baik, bertanggung jawab, dan mempunyai tujuan hidup yang baik.
Berkuliah sambil bekerja terbukti memberi manfaat bagi Utut Muhammad alias Umam (24), alumnus Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Umam pernah bekerja sebagai pengurus masjid atau marbot di Masjid Baiturrahman, Jombang, Tangerang Selatan, sewaktu kuliah.
Pengalaman ini bermula dari salah seorang temannya yang mengajak untuk tinggal bersama di masjid. Meskipun sempat teringat pesan orang tua untuk tinggal mengontrak, Umam memutuskan untuk menerima tawaran sang teman. ”Ya, akhirnya cobalah mencari pengalaman kan,” katanya.
Berawal dari mendapat tempat tinggal sehingga bisa menghemat pengeluaran, Umam juga memperoleh relasi baru. Salah satunya para sukarelawan di SMP Terbuka Diponegoro yang terletak tidak jauh dari masjid. Perkenalan ini berujung pada tawaran untuk bergabung sebagai pembina ekstrakurikuler dan membantu menjaga ketertiban sekolah.
Seusai lulus kuliah, Umam sempat lolos beasiswa LPDP-Kemenag berkat kedua pengalaman yang dia miliki. ”Bisa dapat LPDP karena waktu itu cerita pernah jadi sukarelawan di SMP Terbuka Diponegoro dan pengalaman jadi pengurus masjid,” tutur Umam sedang menjajaki program Working Holiday Visa (WHV) Australia untuk bekerja sebelum lanjut pendidikan S-2.
Bekerja boleh saja, tetapi mahasiswa juga tidak boleh melupakan tanggung jawab untuk mengejar pendidikan. Dalam perjalanannya, bekerja juga bisa memberi manfaat secara ekonomi dan keterampilan personal. (*)
Kolaborasi dengan Intern Kompas:
- Aghniya Fitri Kamila, Mahasiswi Jurusan Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia