Perjuangan Kesetaraan Hak Bawa Anak Muda ke Panggung Dunia
Indonesia membutuhkan empati dan kepekaan kaum muda untuk menangkap dan menyikapi ketidaksetaraan hak-hak yang terjadi di tengah masyarakat.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·5 menit baca
Pilihan menyetarakan hak-hak bagi masyarakat di Tanah Air sebagai jalan juang ternyata membuat sejumlah anak muda dilirik institusi mancanegara. Ada yang memperjuangkan hak bekerja bagi kawan disabilitas, hak memperoleh listrik bagi layanan kesehatan di daerah terpencil, hingga hak mengekspresikan identitas Ibu Pertiwi.
Hambatan-hambatan yang merintangi rekan disabilitas dalam mengakses kesempatan kerja membuat Co-Founder Kerjabilitas Tety Sianipar gelisah. Oleh sebab itu, dia dan tim membentuk laman kerjabilitas.com. ”Platform yang membuat mereka dapat masuk ke pekerjaan-pekerjaan formal menandakan kelompok disabilitas memiliki pilihan dalam bekerja. Kalau masuk ke sektor informal artinya mereka tidak memiliki pilihan. Misalnya, mereka membuka usaha sendiri karena tidak ada yang merekrut,” katanya dalam sesi berjudul ”Create Locally Success Globally” dalam Kompasfest 2023: Creation, Minggu (18/6/2023).
Publikasi berjudul ”Ketenagakerjaan dalam Data 2021” dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan penyandang disabilitas yang berada dalam usia kerja atau berumur 25 tahun ke atas mencapai 16,52 juta jiwa. Adapun jumlah penyandang disabilitas yang bekerja sebanyak 6,88 juta orang.
Tak hanya soal serapan kerja, Tety juga menggarisbawahi fasilitas dan kultur kantor yang belum ramah disabilitas. Misalnya, toilet atau tangga yang tidak didesain bagi penyandang disabilitas. Terkait budaya di ruang kerja, dia menceritakan, terdapat karyawan disabilitas yang mengundurkan diri pada tiga bulan pertama lantaran merasa tidak dilibatkan, contohnya tidak diajak nongkrong, makan, atau pergi ke bioskop.
Di sisi lain, Tety menyebutkan, tingkat serapan kerja penyandang disabilitas meningkat 5 kali lipat saat pandemi Covid-19. Lonjakan tersebut menunjukkan penyandang disabilitas bisa mendapatkan kesempatan kerja sama seperti masyarakat pada umumnya asalkan hambatannya dihilangkan. Saat pandemi, mereka cukup bekerja dari tempat tinggal masing-masing dan menunjukkan kemampuan terbaik mereka.
Ikhtiar memberikan kesetaraan hak kesempatan kerja pada rekan disabilitas itu membuahkan hasil di kancah mancanegara. Pada 2016, Kerjabilitas terpilih sebagai salah satu dari delapan usaha rintisan yang mengikuti program Google Developers Launchpad Accelerator. Dua tahun kemudian, Perserikatan Bangsa-Bangsa menganugerahkan The World Summit on the Information Society (WSIS) Prizes dalam kategori perekrutan elektronik (e-employment).
Tety optimistis, pelatihan, peningkatan kapasitas, serta kesempatan untuk masuk ke dunia kerja memperkokoh kepercayaan diri penyandang disabilitas. ”Ada cerita yang menggetarkan hati saya. Saat itu dia berkata kepada saya, ’Yang paling enak dari bekerja cuma satu. Setiap pagi ketika saya bilang akan berangkat kerja, hati saya senang luar biasa. Saya tidak lagi menjadi beban dan terkurung di dalam kamar. Saya bisa keluar dan merasa saya juga bagian dari kawan-kawan lainnya’. Saat itu pun saya tahu panggilan hidup saya di situ,” tuturnya.
Kerjabilitas, lanjutnya, merupakan usaha berdampak sosial yang menekankan pendekatan pada aspek kesetaraan hak, khususnya hak memperoleh penghidupan yang layak. Data Kerjabilitas menunjukkan, terdapat 3.000 penyedia kerja, sedangkan jumlah pencari kerja mencapai 13.000 orang.
Selain kesempatan memperoleh sumber penghidupan yang layak, hak atas energi listrik demi ”menghidupkan” alat kesehatan juga perlu diperjuangkan. Tanpa listrik, alat-alat kesehatan yang berada di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal tak berdaya dalam menyelamatkan nyawa.
Kesadaran itu terpantik ketika Nahla Jovial Nisa membantu ibu yang melahirkan bayi prematur saat bertugas di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) pada 2014 di Lindu, Sulawesi Tengah. Ibu itu melahirkan di malam hari tanpa adanya aliran listrik. “Di Puskesmas ini ada inkubator dan oksigen (untuk menangani bayi yang lahir prematur). Namun, listriknya tidak ada. Singkat cerita, bayi itu meninggal. Saya membatin, mengapa mereka tidak mendapatkan hak atas listrik yang sama dengan warga Indonesia lainnya,” tuturnya di atas panggung yang sama.
Sayangnya, data yang dihimpun Patungan Listrik dari Kementerian Kesehatan menunjukkan, terdapat 911 puskesmas di Indonesia yang belum memiliki akses listrik selama 24 jam. Oleh sebab itu, Nahla dan teman-temannya membangun gerakan Patungan Listrik untuk menghimpun urunan yang diubah menjadi energi listrik tenaga surya. Selain itu, tim Patungan Listrik juga mendampingi dan membagikan ilmu merawat panel surya dan mengganti baterai yang disediakan agar dapat awet dan tak cepat rusak.
Pada 2015, Puskesmas Lindu mendapatkan pasokan listrik dari panel surya. Selama enam tahun Yayasan Pelita Khatulistiwa berdiri demi memasifkan gerakan Patungan Listrik, terdapat 9 puskesmas dan 2 desa yang mendapatkan bantuan. Yayasan tersebut sudah mengelola dana hingga Rp 2,38 miliar yang bermanfaat bagi 86.000 jiwa.
Gerakan Patungan Listrik itu turut memboyong kolaboratornya mendapatkan penghargaan di panggung dunia. Pada 2022, PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) memperoleh Merit Award pada kategori tanggung jawab sosial korporasi (CSR) dengan proyek Solar Panels to Increase Health and Energy Accessibility in Toyando Ohoiel Health Center. Penghargaan itu diberikan dalam gelaran Association of Development Financing Institutions in Asia and the Pacific.
Hak berekspresi
Mengekspresikan diri bisa jadi hak bagi setiap manusia. Ekspresi yang bersifat otentik dan berasal dari dalam diri sendiri sering kali tertutup kabut tren yang biasanya menjadi sorotan.
Refleksi itu muncul ketika Baskara Rizqullah atau Basboi berkreasi lewat musik rap. Di atas panggung Kompasfest 2023: Creation, dia menunjukkan lagu pertamanya. ”Kalau mendengarkan lagu ini, saya bertanya ‘Kenapa sih gue?’. Di lagu ini, Basboi mencoba kebule-bulean. Entah kenapa, bule jadi standar keren. Di lagu ini juga, komunikasinya tidak efektif dan tak ada karakter khas,” katanya.
Setelah karya tersebut, dia mencoba mengeksplorasi dan mengenal diri sendiri. Dia sadar, hip-hop bukan budayanya. Dia pun tumbuh dengan musik dari Ada Band atau Wali yang kemudian menjadi perantau asal Melayu. Dengan kesadaran untuk mengekspresikan apa yang ada dari pribadinya, dia memutuskan untuk menjadi otentik yang berlandaskan pada pengenalan terhadap diri sendiri. “Cukup menjadi diri sendiri, kita tidak perlu repot-repot menjadi berbeda,” ujarnya.
Kemampuan mengekspresikan otentisitas dirinya berhasil memikat Converse, jenama sepatu berbahan kanvas di tingkat internasional. Dalam kanal YouTube Converse Indonesia, terdapat musik video berjudul Star-Link yang menggandeng Basboi dan Feel Koplo. Alunan musik dangdut koplo langsung menyergap telinga ketika lagu dimainkan.
Indonesia membutuhkan empati dan kepekaan kaum muda untuk menangkap dan menyikapi ketidaksetaraan hak-hak yang terjadi di tengah masyarakat. Meskipun menghadapi beragam tantangan, perjuangan menyetarakan hak dapat berbuah manis hingga menjadi inspirasi di dunia dengan cara-cara kreatif khas muda-mudi.