Berpesta di Festival Kreasi Kompasfest
Ratusan anak muda berkumpul di ajang Kompasfest 2023: Creation pada 17-18 Juni 2023. Mereka saling unjuk kreativitas di kompetisi K-Pop ”dance” dan ”cosplay”.
Ajang Kompasfest 2023: Creation menjadi wadah bagi anak muda mengembangkan bakat dan unjuk kreativitas. Narasumber inspiratif dihadirkan untuk berbagi pengalaman sekaligus memacu semangat peserta muda.
Tahun ini,Kompasfest menyapa anak muda untuk ketiga kali. Seperti tahun sebelumnya, 50 pembicara hadir untuk berbagi inspirasi. Bedanya, tahun ini ada dua kompetisi yang menjadi wadah kreativitas peserta, yaitu kompetisi Coswalk Competition dan K-Pop Dance Cover Competition. Penampilan dancer dan cosplayer membuat pesta unjuk kreativitas di festivalsemakin ramai.
Pada hari pertama, Sabtu (17/6/2023), para peserta kompetisi K-Pop dance sudah hadir di ruang terbuka Senayan Park, Jakarta. Mereka berkumpulbersama kelompoknya, ada yang sengaja mencari tempat kosong untuk berlatih.
Dalam kompetisi itu, mereka harus menari sesuai koreografi yang dibawakan boyband atau girlband yang diidolakan. Bukan hanya tarian, melainkan juga dandanan outfit dibuat mirip.
Hal ini juga yang dilakukan oleh tim Miracle Stars yang berhasil memenangi K-Pop Dance Cover Competition. Mereka mengaku hanya butuh satu hari untuk persiapan kompetisi. ”Kalau persiapan untuk hari ini, kami cuma persiapan satu hari tapi untuk keseluruhan (koreografi) dari awal sampai akhir kami butuh 1,5 bulan sampai 2 bulan,” ucap Vivia.
Tim Miracle Stars berhasil memenangi kompetisi tersebut dengan membawakan tiga lagu dari girlband AESPA, yakni ”Savage”, ”Illusion”, dan ”Girls”. Tak hanya koreografi, selama latihan mereka telah mempersiapkan banyak hal, mulai dari waktu hingga ekspresi wajah. ”Kami latihan pasti harus siapin waktu, tenaga, dan ekspresi. Jadi semuanya kami harus keluarin,” kata Vivia.
Pada hari kedua, situasi di venue luar ruangan jugatak kalah menarik dengan hari sebelumnya. Kompasfestpada Minggu (18/6/2023) dimeriahkan dua ”ras terkuat” di bumi, yaitu penggemar K-Pop dan ”wibu”, sebutan untuk para pencinta budaya Jepang.
Mereka datang untuk menjadi yang terbaik di Coswalk Competition. Dinamisnya tarian K-Popers dan warna-warni kostum wibu adalah bukti bahwa hobi bisa bermuara ke kreasi hingga kompetisi.
Ratusan peserta kompetisi cosplay memadati Sparksejak siang hari. Jejak peserta berkostum warna-warni ini bahkan tampak sejak mereka turun dari Stasiun Palmerah, lalu jalan kaki melewati Gedung DPR, Gelora Bung Karno, dan akhirnya tiba di Senayan Park.
Tampilan mereka menarik perhatian publik. Ada yang berambut merah jambu, biru, dan pirang. Ada yang pakai kostum seragam sekolah, jubah, jersey bola, dan topeng bertanduk. Ada pula yang membawa properti pelengkap, seperti pedang, gergaji mesin, dan senjata api. Tentu saja semua palsu, ya!
Tokoh yang mereka tiru bermacam-macam. Ada yang berpakaian seperti tokoh Anya Forger dari anime Spy x Family, dan ada yang jadi Avatar Kyoshi di Avatar: The Last Airbender. Ada pula yang meniru tokoh gim daring, bahkan tokoh khas Indonesia, seperti Gatotkaca, Srikandi, hantu pocong, dan Soekarno.
Tak cukup rasanya mengamati para cosplayer dengan sekali pandang. Selain karena tampilannya tak biasa, ada begitu banyak detail di setiap kostum.
Theo (23), misalnya, meniru tokoh Batman Who Laughs dari DC Comics. Ia membuat sendiri kostumnya, termasuk hiasan kepala yang diakuinya terbuat antara lain dari busa hati atau spons EVA.
Untuk membuat luaran, ia menggunakan kulit sintetis, gesper, dan lem yang dibeli dari lokapasar. ”Topengnya aku beli, tapi terus aku lukis lagi dengan cat,” kata Theo.
Ia sudah membuat sedikitnya tujuh kostum. Semuanya dibuat dengan belajar secara otodidak dari Youtube.
Theo lantas merasa kostumnya akan mubazir jika dibiarkan teronggok begitu saja. Ia pun memutuskan ikut lomba cosplay untuk memamerkan karya tangannya.
Lomba cosplay ini juga diikuti Abi (21) yang kala itu meniru tokoh Penitent One dari gim daring Blasphemous. Sebagian besar kostumnya kala itu dibeli dari seorang kreator di Bojonegoro, Jawa Timur. Ia menghabiskan ratusan ribu rupiah untuk kostum lengkap Penitent One.
Menurut dia, tak masalah mengeluarkan uang untuk bisa cosplay karena ia menyukainya. Adapun Abi juga suka membuat kostum. Sejauh ini, setidaknya ada tiga kostum yang ia buat sendiri.
”Cosplay itu bukan cuma berpenampilan mirip karakter, melainkan kita juga harus bisa mendalami dan kenal dengan karakternya,” kata Abi. “Enggak apa-apa kalau enggak menang lomba (cosplay). Yang penting, aku meninggalkan jejak,” tambahnya.
Komunitas kreatif
Selama dua hari, para peserta juga bisa mengeksplorasi komunitas yang berkontribusi di festival.Biodiversity Warriors Yayasan Keanekaragaman Hayati (BW Kehati) merupakan salah satu komunitas yang memeriahkan Kompasfest.
Di gerai BW Kehati, peserta yang datang bisa bermain puzzle dengan gambar orangutan tapanuli. Peserta yang bisa menyelesaikan 100 keping puzzle dalam waktu kurang dari 20 menit bisa mendapat hadiah menarik.
”BW merupakan ‘anak’ dari Yayasan Kehati. Ide awal (kami) bergerak dari keprihatinan orang-orang yang peduli konservasi mengenai keanekaragaman hayati Indonesia yang mulai menipis dan punah,” kata Rahmi Mahira atau Ira, salah satu volunter BW Kehati dari Universitas Nasional Jakarta.
Anggota komunitas tersebut merupakan mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta, seperti Universitas Negeri Jakarta dan Universitas Nasional. Komunitas ingin menggaet anak muda agar peka terhadap kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati di Indonesia.
Dengan mengikuti Kompasfest, diharapkan semakin banyak orang yang sadar pentingnya melestarikan keanekaragaman hayati. ”Kami ingin menyadarkan, khususnya anak muda, agar turut melestarikan keanekaragaman hayati di Indonesia. Selain itu, kami juga ingin membuat jejaring agar bisa lebih lebar lagi dalam melestarikan keanekaragaman hayati,” ucap Ira.
Komunitas lainnya, Gundam Depok Community, berisiperkumpulan pencinta Gundam dan dibentuk sejak 2016. Gundam adalah serial fiksi dari Jepang tentang robot raksasa militer. Serial ini rilis pertama kali pada 1979. ”Overall, komunitas ini untuk kumpul action figure Gundam yang merupakan merek robot dari Jepang,” ucap Dimas Putro, salah satu pendiri Gundam Depok Community.
Gundam Depok Community juga berafiliasi dengan komunitas Gundam Indonesia. Mereka beberapa kali melakukan pertemuan untuk mempererat hubungan antaranggota. Pertemuan dilakukan dua bulan sekali. Lebih lanjut, Dimas menyebut komunitasnya dibentuk sebagai salah satu cara bernostalgia dengan masa kecil.
Bagi pencinta buku, terdapat pula komunitas Storial x Blooks yang fokus pada literasi. Komunitas ini didirikan oleh Brilliant Yotenega, Steve Wirawan, dan Kenya Sentana sejak 2016. Komunitas yang dulu bernama Nulis Buku ini melakukan banyak kegiatan literasi, seperti mengundang penulis untuk lokakarya. Kegiatan literasi kemudian berkembang menjadi platform digital bernama Storial.
Steve menceritakan bahwa Storial.co kini memiliki lebih dari 500.000 pengguna, 35.000 penulis, dan setidaknya terdapat 120.000 karya anak bangsa yang telah diunggah di platform tersebut. Setiap orang dapat menjadi penulis dengan mengunggah cerita mereka di laman dan tulisan itu akan dikurasi oleh tim.
Seperti komunitas lain, melalui Kompasfest 2023: Creation, Storial x Blooks berharap dikenal banyak orang. ”Buku itu tidak akan pernah mati. Selama manusia masih bernapas dan hidup, buku akan selalu diminati, kami percaya itu,” kata Steve.
Banyak cara untuk menunjukkan kreativitas anak muda. Wadah kreativitas, seperti Kompasfest, akan bermanfaat bagi mereka yang ingin meraih sukses. Sampai jumpa di Kompasfest tahun depan....
Kolaborasi dengan Peserta Intern Kompas:
- Aurelia Tamirin, Mahasiswa Jurusan Kriminologi Universitas Indonesia
- Alethea Pricila Sianturi,Mahasiswa Program Studi Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara