Sensus Burung Air Asia untuk Mengedukasi Generasi Muda
Biodiversity Warriors (BW) Kehati menggelar kegiatan tahunan, Asian Waterbird Census atau sensus burung air. Kegiatan ini merupakan kegiatan tahunan.
Oleh
MARIA SUSY BERINDRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Biodiversity Warriors (BW) Kehati menggelar kegiatan tahunan, Asian Waterbird Census atau sensus burung air Asia di Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk, Jakarta pada Minggu (15/1/2023). Biasanya, kegiatan berlangsung pada Januari. Sebelumnya, kegiatan dilakukan di Hutan Lindung Angke Kapuk, berjarak 7 kilometer dari TWA Mangrove Angke Kapuk.
Kegiatan kali ini para mahasiswa dari Universitas Indonesia, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Nasional, IPB University, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, LP3I, dan Universitas Nusa Bangsa. Selain itu juga bergabung beberapa komunitas, seperti Komunitas Konservasi Satwa Liar ASTA, wadah Komunitas Aparatur Sipil Negara (ASN), Jakarta Birdwatchers Society, dan perwakilan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
”BW KEHATI berharap kegiatan sensus burung air dapat membangun penyadaran dan pengetahuan, serta kepedulian generasi muda terhadap keberadaan burung air di Indonesia. Selain keragaman jenis, peserta akan dijelaskan tentang peran dari burung air dan habitatnya di lahan basah,” ujar Direktur Komunikasi dan Kemitraan Yayasan Kehati Rika Anggraini.
Rika mengatakan, kegiatan ini untuk mengedukasi masyarakat terutama generasi muda tentang keberadaan burung air, populasinya, yaitu lahan basah, serta fungsi dari keberadaan mereka bagi manusia dan alam sekitar. Populasi burung air menjadi indikator lingkungan yang penting dalam pengelolaan lahan basah. Di beberapa daerah persawahan, burung air bermanfaat sebagai pengendali hama.
”Ekosistem lahan basah memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai pengatur tata air, penyedia berbagai sumber daya bagi masyarakat, serta habitat bagi beragam spesies,” ujar Rika.
Dengan adanya sensus diharapkan bisa memperbarui data burung air dan migrasi dari data tahun sebelumnya. Pada pengamatan sebelumnya tahun 2021 di Hutan Lindung angke Kapuk, terdapat delapan jenis burung air yang berhasil dicatat, yaitu pecukular asia, bambangan kuning, blekok sawah, kokokan laut, kuntul kecil, bangau bluwok, itik benjut, dan kareo padi.
Hasil sensus burung air 2023 berhasil mendata 14 jenis burung air, yaitu pecuk-ular asia, kuntul kecil, pecuk-padi hitam, pecuk-padi kecil, blekok sawah, trinil pantai, kowak-malam abu, itik benjut, cangak besar, cangak merah, cangak abu, kokokan laut, kuntul karang, kareo padi, bangau bluwok, dan bambangan hitam.
Perubahan iklim
Muhammad Syarifullah, PR and Education Outreach Manager Kehati, menambahkan, keberadaan burung air juga dipengaruhi oleh kondisi perubahan iklim. ”Perubahan siklus musiman seperti curah hujan memengaruhi kehidupan burung air. Beberapa burung air, seperti burung perancah, burung laut, juga burung pantai, sangat bergantung terhadap keberadaan lahan basah untuk mencari makan serta tempat bersarang,” katanya.
Menurut Syarif, salah satu kelompok yang terdampak dari perubahan iklim adalah burung pantai. Perubahan ketinggian air laut dapat menyebabkan pergeseran garis pantai sebagai tempat burung pantai mencari makan.
”Akibatnya, jumlah burung yang dapat mencari makan dalam satu tempat semakin sedikit sehingga burung mencari tempat baru. Pergeseran garis pantai juga memaksa burung mencari tempat bersarang yang lebih jauh dari wilayah pesisir ke arah daratan,” kata Syarif.
Begitu pula dengan burung laut yang juga terancam karena ada perubahan cuaca yang ekstrem. Burung laut yang bertahan dan bisa mencari makanan hanya sedikit, seperti burung cikalang dan petrel.
”Cuaca buruk juga dapat mengurangi angka harapan hidup mereka. Terlebih lagi, jenis-jenis migrasi seperti bangau bluwok dan cikalang christmas perlu mengubah kompas dan waktu mereka dalam melakukan migrasi tahunan,” ujar Syarif. (*)