MAN Insan Cendekia Tanah Laut Ciptakan ”Drone” untuk Pemetaan Sawit
Prontala yang terdiri atas lima murid Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Tanah Laut, Kalimantan Selatan, memformulasikan aplikasinya untuk memetakan lahan sawit, Program itu juga mencegah penyebaran hama dan penyakit.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·4 menit baca
Jauh dari pusat negara, bukan berada di ibu kota provinsi pula, tetapi lima pelajar di Kalimantan Selatan tetap mampu mengukir prestasi. Mereka tergabung dalam Palm Oil Drone Tanah Laut atau Prontala yang memformulasikan aplikasi dengan drone untuk mendukung perkebunan sawit.
Indonesia menempati puncak produsen minyak sawit dunia, tetapi banyak lahan yang sebenarnya belum dianggap memadai untuk budidaya tanaman itu. Hatta Matahari Persada (17), Chythan Wahyu Zurlya Vallent (17), Ahmad Najmuddin Rafid (17), M Afifuddin (17), dan Naufal Elyzar (17) pun tergugah.
Mereka lantas menghimpun informasi dan menemukan penyebab-penyebab masalah tersebut, antara lain perawatan dan pemupukan yang tak maksimal. Pemetaan lahan juga tak optimal karena kualitas pengamatan yang rendah dan pengumpulan data terlampau lama.
Murid-murid Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia Tanah Laut itu tak perlu jauh-jauh membumikan gagasannya dengan membantu petani setempat. ”Di belakang sekolah kami, ada lahan sawit yang luas. Bisa buat observasi,” kata Hatta, Rabu (15/6/2022).
Kabupaten Tanah Laut berjarak sekitar 60 kilometer dari ibu kota Kalsel, Banjarmasin. Prontala beraksi dengan Palm Oil Drone Indonesia atau Prone.Id, aplikasi untuk mengukur temperatur hingga kelembapan udara dan tanah. Mereka menggunakan drone dan menancapkan node serupa botol atau tabung di sejumlah lokasi.
”Fungsinya, menerima data dengan sensor-sensor. Jadi, drone diset koordinatnya sehingga terbang otomatis ke tujuan atau autopilot,” ucap Hatta. Prone.Id merupakan layanan berbasis solusi jaringan komunikasi elektronik atau internet of things (IoT) untuk memetakan lahan.
Karya atraktif
”Kami pilih sawit karena produksinya paling menonjol. Beberapa dari kami juga sudah menguasai dasar-dasar membuat kode untuk drone,” katanya. Aplikasi itu diikutsertakan dalam Akademi Madrasah Digital (AMD).
Prontala terbentuk seminggu sebelum tenggat penyerahan proposal lomba tersebut atau Agustus 2021. ”Awalnya, sekolah mengumumkan pendaftaran. Murid-murid yang maju punya modal robotik, tapi sebagian nekat saja,” ucap Hatta sambil tersenyum.
Kuintet tersebut memang menggandrungi teknologi informasi. Prontala pun harus berkejaran dengan waktu untuk menuntaskan proposalnya. ”Mepet banget, tapi kami berkoordinasi terus lewat panggilan video. Diarahkan guru dan kakak-kakak kelas juga. Jadi, kami sudah paham lombanya,” ujar Hatta. Prontala berkompetisi dengan tim dari ratusan madrasah di Indonesia. Proposal-proposal diseleksi.
”Jumlahnya mengerucut jadi 20 tim. Akhirnya, terpilih 10 tim yang ikut grand final di Tangerang (Banten),” kata Afifuddin. Saat pengumuman yang disampaikan pada akhir Mei 2022 itu, Prontala meraih The Most Attractive atau tim dengan karya paling atraktif.
”Prone.Id bisa menghemat waktu karena drone bergeraklebih mudah daripada pemilik lahan atau pekerja bolak-balik mendatangi lahan lewat darat,” ujar Afif, panggilannya.
Aplikasi itu juga mencegah penyebaran hama dan penyakit karena drone bisa dipasangi semacam penampung air. ”Diisi cairan yang disemprotkan untuk membasmi hama, termasuk ulat api yang banyak menyerang sawit dengan memakan daunnya,” ucap Afif. Berdasarkan pengamatannya, Prontala mendapati keefektifan hampir 70 persen dibandingkan sebelum menggunakan Prontala.Id.
”Indikatornya, pemilik lahan seluas lebih kurang 30 hektar butuh waktu hingga lima hari dengan tiga atau empat pekerja untuk berkeliling mengurus perkebunannya,” katanya. Setelah mengimplementasikan Prone.Id, hanya diperlukan satu pekerja per 8,5 hektar selama 45 menit.
Guru Fisika MAN Insan Cendekia Tanah Laut, Raudatul Jannah, membimbing Prontala. Murid-murid itu duduk di kelas XI sesuai syarat lomba. ”Saya mengarahkan, menyemangati, dan berdialog saat mereka menemukan kendala. Kalau perlu, ke lahan atau beli alat, ya, diupayakan,” ucap Jen, sapaannya.
Bisa difungsikan
Sebagian besar dana berasal dari MAN Insan Cendekia Tanah Laut. Prontala mengerjakan proyeknya di Desa Kait-kait, Kecamatan Bati-bati, Tanah Laut. ”Tahun 2020, MAN Insan Cendekia Tanah Laut juga ikut AMD. Nama timnya, Skyrone,dapat penghargaan The Most Innovative,” ucapnya.
Lomba itu diselenggarakan oleh XL Axiata bersama Direktorat Kurikulum Sarana Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama. ”Ada juga alat yang disediakan XL Axiata. Waktu Skyrone ikut, belum ada syarat soal kelas. Mereka kelas XII, jadi sekarang sudah lulus,” katanya.
Yudi Febrianda (45) mengaku sangat gembira sebagai orangtua Hatta saat mendengar capaian Prontala. Bisa menembus grand final saja sudah membanggakan. ”Mau juara atau tidak, sudah saya biarkan. Paling penting, proses mereka sampai ke babak itu,” ucapnya.
Terlebih, Prontala harus berjuang dengan belajar secara daring karena pandemi. Yudi sudah menduga tim itu akan meraih predikat. ”Mereka tak hanya membuat karya ilmiah, tetapi juga bisa difungsikan masyarakat, khususnya petani sawit,” ujar warga Tabalong, Kalsel, tersebut.
Pengalaman itu diyakini sangat berharga. Yudi pun menaruh harapan terhadap anaknya untuk semakin berkembang menjadi cendekiawan Muslim. ”Semoga Hatta dan rekan-rekannya berkontribusi besar bagi kesejahteraan masyarakat,” ujar pegawai humas perusahaan pertambangan di Kalsel tersebut.