Ketika Kasur Memanggilmu di Saat Kegiatan Daring
Saat pandemi, mahasiswa harus beradaptasi dengan kegiatan kuliah ataupun di luar kampus yang dilakukan secara daring.
Pembelajaran daring pada masa pandemi membuat gelagapan banyak mahasiswa. Selama kuliah, kamar menjadi tempat aman dari keruwetan. Tapi, upaya agar bisa konsentrasi belajar di kamar terus digoda oleh kasur dan bantal. Keduanya serasa memanggil-manggil. Alamak!
Keadaan itu secara umum dialami para mahasiswa yang belum lama kuliah. Lantas bagaimana mengatasi rasa lelah karena terlalu lama berada di depan laptop atau gawai? Tugas dari dosen juga menumpuk, belum lagi persiapan menghadapi ujian tengah semester. Tenang, itu bisa diatasi dengan fokuslah ke tujuanmu kuliah dan kenali dirimu sebaik mungkin sehingga mampu mencari cara keluar dari persoalanmu.
Della Ragil (20) yang kuliah di Fakultas Hukum Universitas Surabaya, Jawa Timur, mulai bisa bernapas setelah belajar daring lebih dari setahun. Pada awal belajar daring, ia kesulitan mengikuti pola kuliah daring. Apalagi ia mengambil 24 sistem kredit semester (SKS) per semester. Demi bisa lancar kuliah, Della mengkhususkan waktunya dari Senin-Jumat dari pagi pukul 07.00 sampai pukul 15.00 atau 16.30 hanya untuk kuliah.
Ia duduk berjam-jam di kamarnya untuk konsentrasi penuh kuliah. ”Setiap hari leher pegal, lama-lama mata saya sering berair dan badan letih sekali,” keluhnya lewat telepon dari Jember, Rabu (10/11/2021).
Keletihan membuat saat malam ia tak bisa sepenuhnya mampu mengerjakan tugas dosen. Belum lagi waktu yang ia sediakan untuk istirahat atau ikut kegiatan UKM di kampus pada Sabtu dan Minggu sering malah diisi dengan kuliah karena dosen tiba-tiba mengganti jadwal kuliahnya.
Waktu serasa menjepitnya sehingga ia harus begadang untuk menyelesaikan tugas kampus. Saking lelahnya, ia pernah salah mengirim jawaban tugas ke dosen. ”Kaget dan malu banget. Saya minta maaf, beruntung beliau maklum, tapi sejak itu saya membagi waktu dengan lebih baik dengan tidak menunda mengerjakan tugas lagi,” urai Della.
Selama kuliah, kamar tidur menjadi satu-satunya tempat aman bagi Della untuk belajar, mengingat di rumahnya ada ibu-ayah dan anggota keluarga lain. ”Kalau belajar di ruang lain malah sering terganggu. Yang ditawari makanan, ditanya-tanyalah,” tutur Della. Masalahnya tempat aman dari godaan manusia tidak aman bagi badan dan pikiran Della yang letih.
”Itu kasur dan bantal memanggil-manggil terus ketika menunggu jadwal kuliah berikutnya. Aduuh berat. Pernah sekali berbaring di kasur, maunya hanya 10 menit eh tertidur satu jam,” katanya lagi sambil tertawa.
Buku kegiatan
Disiplin dan pengaturan waktu yang ketat membuat Belinda Azzahra Irwan Putri (21) yang justru semakin sibuk setelah ada pandemi, relatif aman melalui hari sibuknya. Sebagai mahasiswa Program Sarjana Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Indonesia, dia harus bergelut dengan magang, pelatihan, perlombaan, organisasi kampus, dan kegiatan lain.
Saat ini, Belinda mengambil empat mata kuliah di semester tujuh. Gadis ini juga sedang magang setiap hari sebagai audit assurances di perusahaan Ernst and Young, setelah magang di lebih dari 10 tempat lainnya selama beberapa tahun ini.
Di tengah jadwal yang padat itu, Belinda mengikuti setidaknya satu lomba akademis setiap pekan. Ia pun aktif terlibat dalam Badan Otonom Economica, sebuah lembaga jurnalisme di kampus, sebagai Wakil Kepala Divisi Penelitian.
”Selama weekdays aku sibuk kuliah dan kegiatan magang yang kebetulan lagi hectic karena menjelang akhir tahun. Sedangkan weekend aku sibuk kerjain proyek pelatihan kepemimpinan, seminar, dan ada juga lomba yang aku ikuti. Sekarang juga lagi mencicil tugas akhir untuk sidang,” kata Belinda saat dihubungi dari Batam, Kamis (11/11/2021)..
”Pernah, sih, aku mikir kalau waktu 24 jam sehari enggak cukup. Apalagi jadwalku yang superpadat itu biasanya hari Senin, Rabu, dan Jumat. Kalau waktu sehari bisa dipanjangin aku mau buat tidur,” tutur Belinda. Untuk membuat semua lancar, ia mengatur jadwal agar teratur. Gadis ini memiliki buku catatan berisi jadwal kesehariannya. Ia membagi buku ini menjadi beberapa bagian, antara lain akademik, magang, perlombaan, organisasi, dan beasiswa pelatihan kepemimpinan.
Dari buku itu, Belinda menyalin jadwal tersebut ke Google Calendar sebulan sekali. Setiap jadwal di bagian yang berbeda akan diberi warna khusus. Warna biru, misalnya, khusus untuk tugas akademik dan warna kuning untuk tugas magang. ”Aku berusaha disiplin dengan jadwal. Hari Minggu baru aku nyediain waktu untuk me time,” kata perempuan yang ingin bekerja di Bank Dunia ini.
Ia mengaku kesibukan yang dia lakukan itu adalah cara untuk membentuk diri menjadi lebih baik. Jika jenuh, dia memilih untuk menghabiskan waktu sendiri dengan menulis blog, menonton film, atau berkendara sambil mendengarkan musik sendiri untuk sekadar membeli kopi.
Rasa tanggung jawab
Kebutuhan uang membuat progres perkuliahan Ray N (22) di Yogyakarta sedikit terdampak pandemi. Pengerjaan skripsi yang ia mulai sejak awal 2020 terhambat karena mahasiswa departemen politik dan pemerintahan Fisipol, Universitas Gadjah Mada, itu bekerja sebagai videografer dan animator lepas.
Ray akhirnya memilih fokus mengerjakan tawaran proyek yang berdatangan selama pandemi. Pemuda kelahiran Klaten ini bahkan pernah tidak mengerjakan skripsi selama tiga minggu. ”Waktu itu memang lebih memprioritaskan pekerjaan. Biasanya mahasiswa yang mencari dosen, tapi aku yang sampai dicari dosen pembimbing, apalagi aku sempat ganti topik,” kata Ray.
Sebagai videografer dan animator lepas sejak 2018, Ray biasa membuat video pesanan individu dan instansi dengan beragam topik, seperti profil untuk CV, profil institusi atau perusahaan, dan pemasaran produk. Beberapa proyek yang dia kerjakan juga menuntutnya harus ke luar kota.
Selama pandemi, tawaran pekerjaan untuk Ray bertambah. Pada dua bulan lalu saja, Ray bisa mengerjakan tujuh proyek dalam satu minggu. Ia punya alasan sendiri untuk lebih menyalurkan fokus pada pekerjaan. Selain tertarik pada dunia videografi, dirinya juga bergantung pada pekerjaan itu. Ray sudah menghidupi dirinya sendiri sejak di bangku SMP karena masalah keluarga. Ia malah sempat bekerja sebagai penjual susu, pengojek daring, dan tukang fotokopi.
Ditambah lagi, dosen pembimbing Ray meninggal dunia pada tahun ini sehingga ia harus berhadapan dengan pembimbing baru. Menurut Ray, situasi ini cukup rumit karena skripsinya berformat video, bukan tulisan pada umumnya.
”Sekarang aku sudah ada kesadaran harus mengerjakan skripsi. Soalnya Februari tahun depan aku sudah harus wisuda. Aku juga berusaha memotivasi diri sendiri dengan mengingatkan diri kalau aku ada tanggung jawab ke mama, negara karena pernah terima beasiswa Bidikmisi, sama diriku sendiri,” tutur Ray. Sekarang, dalam seminggu, Ray menyediakan waktu setidaknya dua jam untuk mengerjakan skripsi.
Kebahagiaan sederhana
Melihat banyak mahasiswa kesulitan mengatur waktu kuliah, magang, dan berkegiatan lain selama pandemi, dosen Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Rahmat Budiarto (28), memakluminya. Ia memberikan tips untuk mengatasi keadaan seperti itu agar tak merugikan mereka.
Sebagai mantan mahasiswa yang kuliah delapan tahun dari S-1 sampai meraih doktor, pemuda yang akrab dengan panggilan Diar itu pernah mengalami masa gelagapan di awal kuliah. Saat masih jam kuliah atau mengerjakan tugas, ia juga tak bisa berada di dekat kasur dan bantal karena benda tersebut bisa menariknya untuk terlelap hingga berjam-jam.
Sadar harus segera membenahi pola hidup, Diar lalu mencoba mengingatkan dirinya sendiri untuk apa ia kuliah. ”Saya kenali diri saya sendiri dengan bertanya, apa tujuanmu kuliah? Selain agar lulus dengan lancar, nilai bagus, menyenangkan orangtua, saya juga ingin ke Jepang,” kata Diar, Sabtu (13/11/2021). Jawaban itu memotivasi dirinya sendiri untuk lebih mau disiplin dan membagi waktu dengan sebaik-baiknya.
Ia mengapresiasi mahasiswa yang sudah pintar membagi waktu dengan baik sehingga fokus pada tujuan kuliahnya, tetapi kelelahan fisik dan mental harus segera diatasi karena bisa berdampak buruk. Ia menyarankan pengenalan diri tadi mencakup apa hal yang menyenangkan bagi mereka. ”Intinya carilah kebahagiaan sederhana yang bisa memulihkan lelah fisik dan mentalmu,” kata doktor alumnus Institut Pertanian Bogor itu.
Baca juga: Meraup Pengalaman Magang Kerja
Langkah singkat yang bisa mahasiswa lakukan, jauhkan kasur dan bantal dari dirimu, carilah rekreasi singkat untuk mengembalikan mood dan memberi tenaga baru. Setiap mahasiswa punya cara rekreasi yang berbeda. Misalnya, melihat tanaman hias di rumah, mendengarkan musik.
”Dulu ketika stres saya jalan ke pasar ikan hias. Kadang membeli, lalu saya pelihara di kos. Jika lelah saya lihat ikan, mata dan pikiran segar kembali. Kasur dan bantal kalau siang selalu saya jemur supaya tak ada di tempat tidur sehingga tak bisa menarik-narik badan dan pikiran saya, he-he-he,” jelasnya.
Sebagai dosen, saat kuliah daring ia melakukan interaksi dengan mahasiswa tanpa membuat mereka khawatir jawabannya salah. Intinya belajar tanpa membuat mereka tertekan lewat cara berbagi pengalaman yang berkait dengan mata kuliah pengolahan pascapanen yang ia berikan.