Meraup Pengalaman Magang Kerja
Banyak generasi muda yang mengejar pengalaman dengan menjadi pemagang di berbagai tempat.
Fenomena mahasiswa berburu tempat magang di institusi negeri dan swasta makin menguat. Malahan, mereka bisa magang di beberapa tempat sekaligus. Kesempatan untuk menggali pengalaman tak pernah mereka sia-siakan.
Saat ini, kesempatan magang kerja bagi siswa SMA dan mahasiswa bisa datang dari mana saja. Ritme bekerja secara daring juga lebih memudahkan pemagang untuk menyelesaikan pekerjaan di sela-sela perkuliahan.
”Tahun 2020 mulai pandemi, aku gabut jadi seru deh kayaknya kalau cari tempat magang,” ujar Tania, warga Jakagarsa, Jakarta Selatan, yang mengambil jurusan public relations, Rabu (3/11/2021). Ia lalu magang di organisasi yang menginspirasi anak kurang beruntung untuk menggapai impian. Gadis itu tertarik lantaran senang dunia pendidikan dan pengajaran.
Sejak November 2020-April 2021, Tania magang sebagai content marketing intern yang menggarap unggahan konten tentang kesehatan mental di Instagram. Selama magang, tidak hanya keterampilan di dunia kerja, Tania juga jadi lebih mengenal tentang kesehatan mental, misalnya tentang percaya diri dan cinta pada diri sendiri.
Ia kemudian melamar magang di Komik Ga Jelas. Kebetulan Tania juga suka menulis. Ia lalu magang sebagai content writer yang menulis artikel tentang industri kreatif pada Maret-September 2021.
Tak disangka, pencarian pengalaman magang yang ketiga mengantarkan Tania pada kesempatan bekerja sebagai karyawan penuh waktu. Awalnya, Tania magang di bagian business development di media Volix sejak Juni sampai September 2021, karena tertarik menjajaki pengalaman baru di luar dunia pendidikan dan menulis.
Ia magang sebagai business development intern dengan tugas menjaga relasi perusahaan dengan klien, membuat kampanye serta mengembangkan ide kolaborasi dengan calon klien. Selesai magang, Tania menjadi karyawan di perusahaan itu.
Bagi Tania, selain pengalaman bekerja, ia memelajari banyak keterampilan lunak baru berkat magang di tiga tempat. ”Kami bisa belajar cara membagi waktu, cara menulis, melatih cara berkomunikasi, dan bicara depan umum. Magang itu tempat kita belajar untuk menjadi bekal saat terjun ke dunia sebenarnya,” ujarnya.
Disiplin dan kerja keras
Pengalaman hampir serupa dialami Jeany Simatupang (20), mahasiswa semester akhir Jurusan Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Semarang. Hidup Jean sejak sebelum pandemi hingga hari ini penuh dengan magang. Saat masih kuliah tatap muka tahun 2019, ia magang di Kementerian Hukum dan HAM Jakarta. Saat itu ia sudah tak belajar teori, tetapi masih ada tugas dari kampus.
Sebelum magang, Jean minta izin ke kampus akan magang di Jakarta dan kampus mengizinkan. Tentu tak mudah bagi dirinya mengatur waktu antara mengerjakan pekerjaan sebagai pencatat pengaduan di Kemenkumham dan membuat tugas dari kampus. Apalagi, saat itu semua pegawai kementerian, termasuk ia yang magang harus masuk kantor setiap hari.
”Kuncinya mesti bisa bagi waktu dengan baik. Saat di kantor aku konsentrasi penuh pada tugas kementerian, tetapi di rumah aku harus mengerjakan tugas dari kampus,” kata Jean, Rabu (3/11/2021).
Disiplin dan kerja keras menjadi mantra Jean untuk sukses menggarap tugas kampus dan mengerjakan tugas dari atasan di tempat magang. Selesai magang selama tiga bulan, kampus ditutup karena pandemi Covid-19, kuliah dilakukan daring tetapi ia harus melakukan kuliah kerja nyata (KKN) di lingkungan tempat kos di Semarang. Jean pun berada di Semarang sebab harus KKN satu bulan. Meski tak bisa sering bertemu warga yang menjadi sasaran KKN, sesekali ia harus melihat ke lapangan.
”Aku bikin sosialisasi tentang virus korona lewat video, pamflet lalu kukirim ke ketua RT untuk disebar ke warga, tetapi sambil KKN aku juga mencari tempat buat magang,” ujar Jean. Tak tanggung-tanggung, ia magang di dua perusahaan di Jakarta sekaligus. Beruntung, ia tak harus masuk kantor karena pandemi sehingga semua tugas ia kerjakan dari Semarang secara daring.
Pada tahun 2021, Jean tak mau berdiam diri. Sembari mengerjakan skripsi, ia menjadi volunter di platform pendidikan yang membantu penyelenggaraan webinar plus mencari pembicara dan magang di sebuah perusahaan dengan tugas menjadi pembuat konten media sosial.
Ia merasa mendapat banyak pembelajaran dari pengalaman magang. ”Selain memperluas relasi, aku sekarang bisa membuat konten-konten untuk sosial media, belajar membagi waktu, menepati tenggat waktu, dan memiliki keterampilan sosial, misalnya bagaimana bekerja sama dengan orang lain,” jelas Jean. Semua pengalaman dan pembelajaran itu kelak akan memudahkan dirinya menentukan akan berkarier di bidang apa.
Belajar terstruktur
Salsabila Istifany (21) yang kuliah di Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya ini sadar pengalaman magang sangat penting bagi resumenya saat melamar kerja. Sabil, demikian panggilannya, rajin meriset tentang dunia kerja sehingga menyadari IPK dan nama universitas tidak menjamin bisa langsung mendapatkan pekerjaan bagi lulusan baru. Perusahaan juga melihat pengalaman magang.
Baca juga: Antusiasme Menjajal Dunia Jurnalisme
Seperti Jean, jurusan kuliah Sabil tak mewajibkan magang tetapi keduanya mencari pengalaman sebanyak mungkin untuk memudahkan terjun ke dunia kerja. Sejak Januari 2021, Sabil magang secara daring selama tiga bulan di media TV. Di bawah divisi content creative, ia bertugas antara lain meriset informasi terbaru dan mengunggah konten di Instagram dan Tiktok, membuat skrip, serta mengisi suara. Ia juga magang di perusahaan media lain dan perusahaan e-dagang asal Singapura yang memiliki tim medsos lihai melakukan pemasaran dan menjaga interaksi dengan penggunanya.
Ia bertugas di bidang pemasaran yang menangani media sosial, menangani beberapa akun media sosial milik perusahaan. ”Selama magang, aku jadi belajar untuk mandiri, terstruktur, dan efisien serta tahu budaya kerja perusahaan berbeda-beda. Kayak perusahaan e-commerce itu sangat dinamis jadi aku harus keep up dengan perkembangan baru dan tahu apa yang lagi tren supaya bisa buat konten yang relevan,” tutur Sabil yang sedang menggarap skripsinya.
Kewajiban kampus
Gairah anak muda mencari tempat magang menggembirakan Constantine Alfarinda Hygieta, psikolog yang juga konsultan sumber daya manusia. ”Memang seharusnya begitu. Sejak mahasiswa sudah mencari banyak tempat magang untuk melatih komunikasi, terampil melakukan pekerjaan dan melatih karakter baik,” kata psikolog yang akrab dengan panggilan Tita, Jumat (5/11/2021).
Magang, menurut Tita, menjadi salah satu cara untuk melatih diri sebelum memasuki dunia pekerjaan. Sebagai orang yang bertahun-tahun berpengalaman merekrut calon karyawan, ijazah sarjana dari perguruan tinggi ternama dengan indeks prestasi cemerlang belum menjamin seseorang bisa mengisi lapangan pekerjaan yang tersedia. Ia sering sedih karena pernah tak ada pelamar yang memenuhi syarat untuk mengisi lowongan yang tersedia.
”Itu karena pelamar tak punya pengalaman dan keterampilan di pekerjaan yang disyaratkan. Dengan magang, saya kira persoalan seperti itu akan teratasi,” tambah Tita.
Ia menyarankan mahasiswa agar kreatif mencari tempat magang, bukan sekadar asal magang lalu mendapat sertifikat tetapi tak mendapat banyak pembelajaran. ”Di sini sebenarnya terletak tanggung jawab pengelola perguruan tinggi untuk membantu mahasiswanya mencari tempat magang yang sesuai untuk mereka sehingga calon lulusan punya bekal cukup hardskill dan softskill saat masuk dunia kerja,” ujar Tita. Perguruan tinggi harus punya rencana bimbingan karier bagi mahasiswanya secara jelas dan terstruktur sehingga memberi bekal cukup kepada lulusannya.
Dengan magang, mahasiswa akan mendapat kesempatan mempraktikkan teori yang sudah ia pelajari, belajar beradaptasi dengan dunia kerja nyata, belajar mengelola waktu dengan baik dan meregulasi diri. Maksudnya, bagaimana seorang mahasiswa bisa mengatur perilaku dengan baik dan benar di tempat ia bekerja kelak. Tanpa semua itu, lulusan perguruan tinggi akan sulit mendapat pekerjaan.